6 | Pria Itu Boleh Nangis
Sekitar jam setengah tujuh pagi, Jeffrey keluar dari kamar hotelnya dan menoleh sebentar ke kamar atasannya di sebelah. Kayaknya belum bangun deh. Jadi dengan setelan kaos biasa dan celana kain abu-abu, Jeffrey pergi ke lantai dua mengambil sarapannya di sana.
Ketika tiba di lantai dua, Jeffrey melihat beberapa orang masih mengambil sarapan dan sisanya duduk berbicara dengan yang lain sementara isi piring mereka sudah kosong. Sedikit menggeser pandangannya ke arah jendela, dan dia melebarkan matanya karena menemukan Athena di sana dengan sumpit mi ayam di rambutnya. Athena duduk memakan sarapannya dengan pandangan ke arah kota. Pagi ini wanita itu menggunakan kaos hijau tua dengan celana kain cokelat. Jeffrey tersenyum membawa sarapannya mendekat ke meja atasannya itu. "Selamat pagi, bu." Jeffrey menyapa dan Athena menoleh kepadanya.
"Pagi." Athena memerhatikan pergerakan sekretarisnya itu yang duduk di depannya. Netranya kemudian memandang wajah laki-laki itu. Ini adalah kali kedua untuk Athena melihat secara langsung bagaimana sekretarisnya itu menggunakan pakaian biasa dengan rambut yang hampir menutup matanya. Athena selama ini selalu melihat Jeffrey dengan setelan jas dan gaya rambut ke samping dimana itu menampakkan dahinya. Menjadikannya sebagai daya tarik utama ketika orang-orang menatapnya.
Dan Athena lebih menyukai laki-laki itu dengan gaya rambut seperti saat ini.
"Kamu nggak ada niat ganti gaya rambut, Jeff?" tanya Athena yang selesai dengan sarapannya lalu mengambil dessert yang ada di pinggir piringnya. Laki-laki di depannya itu kemudian menatapnya.
"Ibu mau saya botak?"
Athena hampir saja tertawa karena membayangkan jika Jeffrey botak. Hanya hampirㅡtapi Athena sudah menunjukkan senyuman tertahannya di depan Jeffrey.
"Gaya rambut, Jeff. Bukan potong rambut." Athena menggeleng dan mulai memotong puding berisi kiwi itu. "Lagian, kamu mau saya mati ketawa karena ngeliatin kamu botak?" Athena bertanya balik.
"Ya, Ibu bilang begitu saya kiranya Ibu bosan dengan gaya rambut saya yang biasa." Jeffrey tertawa masam dan menyuapkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya sendiri.
"Saya nggak bilang gitu, kok. Gaya rambut kamu yang biasa bagus. Buktinya setiap saya sama kamu lewat lobi, karyawan yang lain pada fokusnya ke kamu."
Jeffrey kembali tersenyum. Kali ini dengan telinganya yang memerah.
Sialan gue digombalin sama cewek aja malu begini.
"Dipuji sedikit telinga kamu langsung merah gitu, ya." Athena tertawa menunjuk kedua telinga Jeffrey. Dan laki-laki itu reflek menutup kedua telinganya.
"Bu, kalau saya ada salah sama Ibu, jangan begini cara balasnya. Malu bu, saya kan, laki-laki." Jeffrey mengerutkan dahinya dan membuang muka.
"Yang bilang kamu perempuan siapa, Jeff?" Athena kembali tertawa untuk kesekian kalinya.
Ibu Athena itu galaknya nggak sering. Yang sering itu isengnya.
Jeffrey ingat kata Wandi ketika dia baru pertama kali bekerja di perusahaan wanita itu. Ketika semua orang mengatakan Athena adalah wanita kejam dengan pandangan Algojonya. Wandi justru mengatakan bahwa wanita itu memiliki sifat isengㅡjika kita sudah dekat dengannya.
Wandi sendiri adalah mantan sekretaris Athena, dulu Wandi sendiri yang meminta untuk mengundurkan dari posisi itu dan berpindah menjadi karyawan biasa. Alasannya, karena Andreaㅡtunangan wanita itu yang terus menganggunya, sampai membuat Wandi tertekan. Athena menerima keputusan itu tanpa tahu alasan sebenarnya. Baru setelah satu minggu kemudian, Athena menemukan pengganti WandiㅡJeffrey.
"Ngomong-ngomong," Jeffrey melirik Athena dan wajah wanita itu kembali seperti biasa. "Saya sudah terima pesan kamu tadi malam. Kabar orangtua kamu gimana?"
"Baik." Jeffrey menjawab singkat, berpikirㅡapa gue bilang aja ya, kalau Oma sama Mama mau lihat dia?
"Baik?" Athena mengangkat satu alisnya tidak puas dengan jawaban laki-laki itu.
"Mereka baik, bu. Kemarin Ibu ditanyain sama Oma sama Mama saya."
Athena menarik sudut bibirnya ke atas. Sudah menduga apa yang akan menjadi lanjutan pembicaraan laki-laki itu.
"Katanya mereka mau lihat Ibu."
Kan bener.
Athena mengangguk dan memakan pudingnya. "Saya titip salam buat mereka, ya."
Jeffrey tidak bodoh. Dan dia tahu itu adalah penolakan halus dari Athena. Jeffrey kemudian mengangguk, "Iya, bu. Nanti saya sampaikan."
Athena mengambil tisu yang sudah dia siapkan sendiri dan membersihkan mulutnya. "Pertemuannya mulai jam sembilan, kan?" Jeffrey mengangguk ingin menelan makanannya agar membalas perkataan Athena. Tapi wanita itu kembali melanjutkan, "Saya duluan kalau gitu. Nanti kita ketemu di bawah aja."
Kemudian Athena berdiri dan meninggalkan Jeffrey sendiri di sana menikmati sarapan paginya.
*
Athena keluar dari lift ketika sudah di lantai bawah. Dia menatap jam tangannya yang sekarang menunjukkan pukul delapan pagi. Hari ini dia tidak meggunakan jas, hanya kemeja lengan pendek bewarna cokelat. Berjalan mantap dengan sepatu hak tingginya, dia menemukan Jeffrey berdiri di halaman hotel sedang menelpon. Athena tersenyum dan berpikir, laki-laki itu dari belakang terlihat seperti CEO sungguhan. Dan ketika Jeffrey berbalik, Athena menahan napasnya selama dua detik.
Jeffrey benar-benar mengganti gaya rambutnya. Laki-laki itu menyisir seluruh rambutnya ke belakang, dan menggunakan jas biru gelap. Begitu pas dengan dasi merah maroon-nya.
"Mobil dari perusahaan mereka sedang dalam perjalanan ke sini, bu." Jeffrey membuka pembicaraan. Dan memasukkan ponselnya ke dalam saku jas setelah dia berbicara kepada Omanya bahwa dia akan langsung ke bandara sore ini. Laki-laki itu kemudian membuka lembaran kertas tipis yang dia simpan sendiri lalu mulai membacanya untuk Athena. "Untuk susunan pertemuannya nanti, sekitar sepuluh menit di awal pertemuan akan ada penjelasan garis besar perusahaan, kemudian...." Athena mengangguk mendengarkan penjelasan Jeffrey. Setelah laki-laki itu selesai dengan penjelasannya, ponselnya kembali berbunyi dan Jeffrey terlihat gelagapan karena lupa menyetel ponselnya dengan mode silent.
Dan Athena melirik sekilas siapa yang menelpon sekretarisnya itu. Oma memanggil, Jeffrey akan mematikan panggilan di ponselnya tapi Athena menahannya. "Angkat aja, Jeff. Mungkin penting."
Jeffrey menggeleng dan menolak panggilan dari Omanya. "Saya nggak akan mengulangi kesahalan yang sama lagi, bu."
Athena tidak meresponnya dan pada saat itu sebuah mobil silver berhenti di depan mereka. Setelah sopir dari mobil itu berkata bahwa dia dari perusahaan yang akan menjemput mereka, Athena dan Jeffrey segera masuk ke dalam mobil itu. Setelah sepuluh menit perjalanan, ponsel Jeffrey yang terus bergetar mengisi suasana sepi di dalam mobil itu menganggu Athena sampai pada akhirnya Athena berkata lagi, "Angkat aja, Jeff. Kali ini saya nggak akan marah."
Jeffrey pada akhirnya membuka ponselnya dan menemukan lima panggilan juga dua pesan dari Omanya.
Jeffrey membuka pesan itu dan melebarkan kedua matanya secara tiba-tiba.
"Kenapa muka kamu begitu?" Athena yang duduk di sebelahnya bertanya dengan alis yang terangkat satu. Jeffrey lalu mengangkat kepalanya dan menatap Athena dengan mata yang merah seperti menahan tangis.
"Bu, saya boleh ke rumah sakit sekarang?"
Athena lantas menatap sekretarisnya itu heran.
"Ke rumah sakit?"
"Iya, bu." Jeffrey menunjukkan ponselnya kepada atasannya. "Orangtua saya jatuh di tangga. Dan dia di rumah sakit sekarang."
Athena tidak menjawab secara langsung. Netranya menatap kepada spion di depan dimana sopir yang membawa mobil juga ikut memerhatikan dan mendengar percakapan mereka.
"Pak, tolong berhenti di pinggir situ sebentar." Athena bersuara tiba-tiba dan sang sopir segera berhenti di depan warung. Athena kemudian kembali berbicara kepada Jeffrey, "Mana jadwal pertemuan yang kamu pegang tadi?" Jeffrey segera memberikan itu dan Athena menerimanya kemudian mengusirnya untuk segera keluar dari mobil dengan dagunya.
"Cepat cari taksi sana."
"TapiㅡIbuㅡsendiriㅡdanㅡpertemuannyaㅡ"
"Saya bisa sendiri." Athena memotong dengan cepat perkataan sekretarisnya, "Nanti saya susul kamu ke sana setelah ini selesai."
Ketika Jeffrey membuka pintu mobilnya, Athena memanggilnya sekali lagi dan berkata dengan pandangan lurusnya.
"Jeff, pria itu boleh menangis. Mereka juga sama kayak perempuan, punya perasaan."
"Jadi kamu nggak usah sok keren nahan nangis di depan saya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top