4 | Listrik Padam dan Pulang Kampung

"Bu."

Athena menatap sebentar sekretarisnya itu yang memakai kaos kusam dengan celana training hitam. Menatapnya dengan wajah tidak nyamanㅡlagi.

"Listrik padam itu bukan salah kamu, Jeff." Tadi, baru setengah jam mereka di pos dan Athena mulai memeriksa hasil kerja Jeffrey. Dan daerah kosan sekretarisnya itu tiba-tiba mendapat pemadaman bergilir. Hingga memaksa keduanya berjalan keluar mencari tempat charger mengingat daya batrai laptop dan ponsel yang menurun.

Athena mengambil charger miliknya di dalam mobil. Dan Jeffrey kembali ke kamarnya mengambil barang yang sama. Lalu kedua orang rupawan dengan pakaian babuㅡtidak bermaksud menyinggung pihak manapun, itu menempatkan tambatan hatinyaㅡmaksudnya tempat charger kepada Indomaret. Konbini versi milik Indonesia dengan beberapa saingan mart-mart lainnya di belakang. Syukurnya Jeffrey juga membawa terminal karena colokan yang tersisa di sana tinggal satu.

Tapi yang Jeffrey masalahkan di sini bukan listrik padam di kosannya. Dia sedikit risih sampai tidak bisa duduk dengan tenang karena pandangan orang-orang yang juga duduk di depan Indomaret bersama mereka. Dari mahasiswa, sampai bapak-bapak perokok. Dari remaja yang mencari wifi gratis demi bermain game online sampai ibu-ibu yang menyusui anaknya di tempat umum.

Semuanya mencuri-curi pandang kepada Jeffrey dan Athena. Dan laki-laki itu sadar apa yang membuat mereka tertarik melihat ke arah sini.

Athena yang menggunakan daster itu duduk bersila di kursi. Athena, atasannya yang sekarang sedang minum produk ABC rasa kacang hijau itu sangat serius dengan laptopnya dan terus membicarakan masalah pekerjaan mereka di depan umum.

Pakaian daster jelas tidak sesuai dengan pembicaraan wanita itu yang tinggi dan Jeffrey yang terus memanggil atasannya itu 'Ibu' sudah menjadi alasan yang logis untuk membuat orang-orang menatap kepada mereka.

Orang-orang mungkin ngira, gue anaknya Ibu Athena kali ya. Gue manggil dia ibu mulu habisnya.

Sebenarnya Jeffrey terlalu kepala besar berpikir demikian.

Karena sesungguhnya, orang-orang itu menatap mereka dengan pikiran 'maling'.

Iya, orang-orang di sana mengira keduanya adalah gembel yang baru saja mencuri barang-barang mahal.

"Jeffrey," Athena sedikit meninggikan suaranya ketika menemukan sekretarisnya itu melamun, "Kamu saya panggil dari tadi malah ngelamun."

"Maaf bu kalau saya lancang tapi," Jeffrey sedikit memajukan kepalanya ke telinga Athena dan berbisik, "Tolong, jangan terlalu keras membicarakan pekerjaan di sini. Orang-orang kira kita ibu dan anak. Kalau bisa, kita pindah aja bu. Biar saya enak juga duduknya. Tegang soalnya."

"Hah?" Athena mengerutkan dahinya menangkap sesuatu yang aneh dari kalimat terkahir sekretarisnya. "Maksud kamu dengan tegang apa, Jeffrey?"

Jeffrey reflek menutup mulut atasannya itu yang kelewat nyaring. Tuhan, ini suara nggak bisa dikecilin apa.

Jeffrey kemudian menarik tangannya dari mulut wanita itu dan meminta maaf untuk kesekian kalinya.

"Maksud saya pandangan orang-orang itu buat saya nggak nyaman, bu. Makanya saya tegang."

"Kamu turn on gitu? Karena mereka liatin kamu?"

Aduh tolol banget. Jeffrey menepuk jidatnya sendiri. Ini juga kenapa pembicaraan kita jadi membiru begini sih!

"Saya risih diliatin, bu. Itu maksud saya. Bukan turn on mau begituan." Jeffrey bersuara dan memastikan hanya atasannya yang dapat mendengarkan. Dengan mengusap dadanya sendiri, Jeffrey menghela napas lega ketika Athena pada akhirnya mengangguk mengerti kemana arah pembicaraannya.

"Mau pindah kemana?" tanya Athena kemudian sambil membereskan barang-barangnya. Diikuti Jeffrey sang sekretaris yang sudah bersorak-sorai hatinya karena pandangan-pandangan orang itu akan segera lenyap dari hadapannya.

"Ibu sudah makan? Kalau belum, mau makan sama saya? Nggak jauh dari sini, ada warung makan namanya gledek. Di sana saya jamin listriknya nggak padam, mereka pakai genset. Nasinya bisa nambah sepuasnya. Level pedasnya sesuka kita. Harga mahasiswa. Ada tempat charger juga. Ada kipas angin, ada musik dangㅡ"

"Jeffrey," Athena memandang laki-laki itu yang sekarang berjalan kaki di pinggir jalan raya bersamanya dengan heran. "Kamu di luar kantor banyak bicara begini, ya?" Athena tidak pernah sebelumnya mendengar Jeffrey berbicara dengan nada yang penuh semangat. Selama ini, mereka hanya berbicara di kantor seputar pekerjaan dengan bahasa yang kaku. Jika mereka keluar bersama juga hanya sekali. Waktu pak Sukri menangkap basah keduanya di depan kos. Itupun Athena dan Jeffrey tidak berbicara di dalam mobil ketika di perjalanan. Keduanya sama-sama sudah terlalu lelah dan ingin segera beristirahat.

Dan Jeffrey yang seperti ini, Athena tidak pernah menduganya. Wanita itu seperti melihat kembaran Doniㅡsalah satu karyawan andalannya.

"Maaf bu." Jeffrey menutup mulutnya kemudian berjalan di depan wanita itu seperti biasa yang dilakukannya di kantor.

Athena memutar kedua matanya jengah dan ketika motor dengan bunyi yang memekik telinga lewat, Athena bersuara, "Capek saya dengar kamu minta maaf terus hari ini."

Jeffrey berbalik, "Ibu tadi bicara?"

"Lihat depan, Jeff. Nanti kesanduㅡkan, baru saya bilangin."

*

"Saya cuma lagi mau keluar malam aja. Makanya saya pikir, bahas soal laporan itu di luar kantor nggak terlalu buruk." Athena menjawab pertanyaan Jeffrey ketika makanan mereka sudah ada di meja. Musik dangdut yang cukup keras itu sedikit menguntungkan karena orang-orang di sana tidak akan tahu apa yang mereka bicarakan sekarang.

"Dan soal, apa saya nggak takut orang-orang akan tahu siapa saya, jawabannya nggak. Mereka cuma tahu nama saya tapi nggak tahu bentuk wajah saya gimana." Athena sekali lagi berkata dengan nada tenang. Jeffrey mendengarkannya tapi pandangan laki-laki itu menatap cemas dengan raut wajah Athena yang sesekali mengerut membaca laporannya. Jangan buat gue begadang malam ini, tolong. Jeffrey memohon di dalam hatinya.

"Jeff." Tuhan, tolong dengarkan derita hambamu ini.

"Ada yang kurang laporannya, bu?" Jeffrey bertanya dengan ragu-ragu. Dan Athena menatapnya sebentar.

"Tadi, waktu kamu beli minuman saya di Indomaret, kamu ada lihat produk biskuit mereka ada dijual di sana?"

Itu bukan jawaban yang Jeffrey inginkan, tapi sebagai sekretaris dia menjawab pertanyaan atasannya dengan gelengan kepala terlebih dahulu, "Di Yogyakarta, produk mereka cuma di jual di satu tempat. Ibu bisa lihat lokasinya di halaman belakang. Tabel ke tiga puluh."

Athena mengikuti intruksi Jeffrey. Dan kembali mengerutkan dahinya, mengetuk tabel itu dengan irama acak menggunakan jari telunjuknya.

"Pasar Bringharjo, ya."

Jeffrey mengangguk, "Sekitar Malioboro."

Sebenarnya, Jeffrey bisa saja membeli biskuit itu dan menulis ulang komposisi juga nilai gizi yang ada di balik kemasannya. Tapi, dia sadar. Ini bukan tugas anak sekolah, atau tugas uraian mahasiswa yang mencari jawaban secara instan dari internet dan menulis semuanya sama persis. Ini lebih dari tugas uraian, ini berurusan dengan sebuah perusahaan besar, tidak bisa menulis begitu saja apa yang ada di balik kemasan. Membuat laporan itu jelas berbeda dengan tugas uraian dan akan mengambil risiko berbahaya jika tidak mencarinya dengan benar. Delapan belas tahun Jeffrey dididik bukan untuk menyalin jawaban orang lain. Tapi mencari infomarsi sendiri dan membuat hasilnya sendiri untuk orang lain.

Dan itu juga salah satu alasan utama kenapa Athena menjadikannya sebagai sekretaris.

"Kita, pergi ke sana bu?" tanya Jeffrey ketika Athena masih terdiam. Satu menit berlalu dan laki-laki itu mendapat jawaban berupa gelengan kepala dari atasannya.

"Pabrik dan kantor utamanya di Manado, kan?" Athena kembali membuka lembaran berikutnya. Jeffrey mengangguk menjawab 'ya'.

"Kamu ingat jadwal saya dalam waktu dekat ini apa saja, Jeff?"

Jeffrey kembali mengangguk, "Iya bu."

"Lusa penuh?"

Jeffrey terdiam sebentar lalu berkata, "Lusa, ibu hanya punya jadwal penuh dari jam delapan sampai masuk jam makan siang."

Athena tersenyum puas dengan jawaban sekretarisnya, "Kita ke Manado hari itu jam dua. Pesan hotel dan tiket pesawat untuk dua orang setelah kamu balik ke kos nanti."

"Ibu yakin?" Jeffrey menatap Athena dengan dahi mengkerut, "Maksudnyaㅡkan ibuㅡbiasanya saya yangㅡ"

"Ngomong yang jelas." Athena menghentikan perkataan laki-laki itu, "Saya bisa saja minta kamu sendiri ke sana dan mengurus semuanya. Tapi, saya mau lihat orang yang mengajukan surat kerjasama ini secara langsung. Bukannya bermaksud sombong, tapi mereka berani memberi bonus lebih banyak kepada kita daripada menyimpannya untuk mereka sendiri, itu yang buat saya penasaran. Saya mau dengar alasannya langsungㅡterlepas dari penjualan mereka yang kurang bagus."

Dan Jeffrey mengangguk. Apapun alasan Athena kepadanya, Jeffrey mengangguk saja seperti anak anjing.

Karena sekarang hatinya kembali bersorak-sorai dengan jutaan kembang api yang berbunyi di dalam kepalanya.

Gue pulang kampung dadakan!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top