36 | Terungkap
Ps: karena aku lama nggak update, silakan baca chapter sebelumnya supaya kalian inget alurnya lagi XD
"Kue?" Athena yang awalnya memperhatikan Bandra tengah dikelilingi oleh Ema, Doni, dan Miko seperti ngengat itu tiba-tiba harus mengalihkan pandangannya kepada Jeffrey yang terlihat masih sangat pucat. "Terima kasih." Athena menerimanya tapi garpu yang tersedia di atas piringnya sama sekali tidak dia sentuh. Jadi Jeffrey mengambil inisiatif untuk membuat wanita itu memakan kuenya. "Kamu nggak lagi diet 'kan?"
"Nggak," balas Athena, lalu ketika laki-laki itu mengambil duduk di sebelahnya, dia melanjutkan, "Kamu kelihatan masih sakit, Jeff. Apa cutinya diperpanjang aja, ya?"
Tapi Jeffrey menggeleng cepat. "Aku sudah sehat banget sekarang kalau kamu mau tahu. Ngomong-ngomong, itu rasa cokelat di kuenya apa nggak bikin kamu enek?"
"Aku sudah makan ratusan cokelat dari yang pahit, biasa, sampai bikin enek, Jeff. Pertanyaan kamu sedikit konyol ketika kita juga menjual cokelat kepada banyak orang." Jeffrey menggaruk tengkuknya dengan cengengesan masam. Sebenarnya dia hanya berbicara basa-basi untuk masuk ke dalam pembicaraan yang akan dia bahas selanjutnya.
"Maaf aku nggak ngundang kamu ke sini." Jeffrey mengecilkan suaranya memastikan hanya Athena yang mendengarkan. Dan wanita itu meliriknya penasaran kata-kata apa lagi yang akan Jeffrey keluarkan. "Aku nggak bisa ngebayangin kamu berantem sama Oma di perayaan ulang tahun mamahku. Aku sebenarnya juga nggak enak dengan Oma yang terus-terusan manggil kamu 'Antena'. Jadi ya ... aku minta maaf."
"Aku ngerti." Athena menyuap satu kue ke dalam mulutnya. "Tapi kamu liat 'kan tadi ketika aku datang, Oma kamu nggak ada ngajak adu mulut sama aku." Benar, Jeffrey bersama yang lain melihatnya sendiri. Ketika Athena datang bertatap muka langsung dengan Oma, suasana tiba-tiba mencekam seperti dikomik-komik dengan latar belakang berwarna hitam. Jeffrey bahkan sudah berpikir untuk unjuk badan kalau kedua wanita itu akan menarik rambut satu sama lain. Tapi nyatanya Oma hanya membantu Athena membawa plastik besar di tangannya, dan meminta wanita itu untuk menemaninya di dapur memotong beberapa buah segar. Lalu beberapa menit kemudian Athena bergabung bersama mereka dengan raut wajah datar seperti biasa.
"Di dapur, Oma aku nggak ngancam kamu 'kan?" Jeffrey memastikan lagi kalau pemikiran jeleknya tidak benar. Dan dia menghela napas ketika Athena menggeleng sedikit terkekeh.
"Kalian berdua tadi diem-dieman aja di dapur? Soalnya dari sini nggak kedengaran apa-apa," lanjut Jeffrey. Athena mendengus dengan senyumannya.
"Kalau kamu penasaran, pembicaraan tadi tentang seorang nenek yang cemas dengan cucuknya karena masih suka kesandung di jalan." Bak ada kabel yang putus di otak Jeffrey yang membuatnya seperti orang bodoh dengan pandangan kosong, dia terperangah beberapa detik. Lalu ketika kesadarannya kembali, dia membuang mukanya hanya untuk menyembunyikan rasa malunya. Tapi Athena dapat melihat jelas telinga laki-laki itu mengatakan segalanya. "Kamu sudah benar-benar sehat ya, Jeff." Athena tertawa dengan kata-katanya sendiri. Jeffrey menunduk malu seperti gadis SMA berkepang dua.
"Jadi kamu sibuk karena siapin acara untuk ulang tahun mamah kamu?" Athena meliriknya lagi. Kali ini wajah lawan bicaranya sudah kembali seperti biasa. Tapi Athena sepertinya masih ingin melihat ekspresi lain dari wajah menawan laki-laki itu. "Sampai chat dari aku, nggak sempat kamu baca."
Bom! Jeffrey bisa mendengar ledakan di dalam kepalanya. Bingung mau membalas apa pernyataan Athena. Orang waras mana yang tidak membalas pesan dari atasannya selama tiga hari? Iya Jeffrey memang mematikan laporan dibaca pada applikasi chat-nya beberapa minggu yang lalu. Dirinya berpikir Athena tidak menyadari. Nyatanya wanita itu mengetahuinya. "Aku bisa dengarkan alasan kenapa kamu begitu?" Athena bertanya.
"Aku sudah liat notifikasi kalau kamu ngirim foto. Tapi karena aku takut itu foto apa, jadi aku matiin dulu laporan dibacanya."
"Kamu kira aku ngirim foto hantu?"
"Yaㅡenggak gitu maksudku. Aku mikirnya kamu bakal ngirim proposal kerjaan. Sementara aku lagi meluangkan waktu untuk istirahat dan mikirin acara untuk mamah aku. Niatku matiin laporan dibacanya supaya kamu mikir kalau aku belum baca pesan kamu gitu."
Athena mengangguk menanggapi pernyataan polos Jeffrey yang ingin menghindar dari pekerjaannya untuk sesaat. Sedikit tidak menyangka juga kalau kata-kata Bandra sebelumnya di mobil benar. "Tapi kamu sudah liat foto apa yang aku kirim?" tanya wanita itu.
"S-sudah." Jeffrey membuang matanya dengan telinga yang kembali memerah. "Foto kamu nggak aku save kok. Kalau kamu nggak mengizinkanㅡaku sangat tahu posisiku sekarang di mata kamu apa."
"Sekretaris?"
Jeffrey mengangguk sedikit kikuk. Athena terdengar terkekeh sebelum berbisik kepada lawan bicaranya. "Di depan lift, lipstick cokelat aku sudah kamu lupain, ya?"
Jeffrey melihat ke arah Athena yang menyeringai samar. Dia tidak terpengaruh dengan suara Athena di telinganya, melainkan dia terfokus pada kata-kata wanita itu dengan senyuman semringah. "Aku senang ketika kamu mengatakan hal yang menunjukkan kalau kamu memikirkan aku sedikit berbeda."
"Iya." Athena menarik dirinya kembali sedikit malu ketika Jeffrey tidak termakan godaannya, lalu memulai pembicaraan lain. "Kamu adik tingkat Bandra ternyata. Dunia sempit, ya."
"Dua tingkat diatas aku. Aku kenal dia karena sering ada festival jejepangan di kampus. Jadi deket sampai sekarang. Kamu sendiri kok bisa kenal dia?"
"Teman kuliah di Prancis. Dekat karena ada komunitas perkumpulan mahasiswa Indonesia di sana. Cuma dia yang nyambung ngobrol sama aku."
"Memangnya kamu sama yang lain nggak nyambung?" Jeffrey sedikit meninggalkan nada mengejek dari pertanyaannya.
"Bisa dibilang gitu. Kamu tahu, terkadang kalau kita lama tinggal di negara orang, gaya bicara kita akan mirip dengan orang lokal. Aku nggak sengaja menerapkan candaan, sarkas, atau pembicaraan kepada mahasiswa Indonesia dengan gaya orang Prancis. Padahal keadaannya waktu itu kita semua membicarakan penderitaan mahasiswa baru yang merantau. Dan cuma Bandra yang paham arah bicaraku."
"Make sense." Jeffrey tertawa. "Bandra memang bisa diandalkan kalau interaksi dengan orang."
"Ngomongin jejepangan, aku jadi ingat CV kamu dulu. Seingat aku, kamu pernah kerja di Kyoto selama dua tahun. Divisi apa?"
"Konsultasi manajemen. Aku dua tahun di sana sebelum ngelamar di Caridad," jawab Jeffrey.
Walau masa kuliahnya seperti kupu-kupu, Jeffrey lulus dengan studi tersingkat di UGMㅡ3 tahun 30 hari, dan menerima gelar cum laude. Kemudian mendapatkan pekerjaan di perusahaan konsultan milik Indonesia di Kyoto sebagai konsultasi manajemen dua tahun setelahnya.
Di Kyoto, Jeffrey belajar cukup banyak hal baru mengenai pemasaran, mengendalikan laba perusahaanㅡdan pandangannya terhadap wanita juga tentunya. Sampai pada akhirnya dia memutuskan kembali ke Indonesia ketika dia melihat cokelat Caridad dipasarkan di Shibuya.
Tidak tahu juga kenapa kakinya begitu bersemangat ketika melihat Caridad membuka lowongan pekerjaan untuk beberapa posisi, divisi, dan staff. Ketika masih tahap wawancara dia bertemu dengan Athenaㅡwanita itu hanya duduk di belakang staff lain dengan ABC kacang hijaunya. Sempat dulu Jeffrey mengira Athena adalah karyawan biasa yang terlihat menjujung tinggi senioritas karena wajah datarnya. Tapi anehnya diawal pertemuan itu, dia sudah tertarik dengan Athena.
Hingga pada akhirnya dia tahu Athena adalah atasan dari ribuan staff yang bekerja untuk Caridad. Jeffrey semakin yakin kalau dirinya terlalu pemilih dalam urusan tipe wanita. Athena adalah tipikal sulit diraih, sulit ditebak, terlalu mendominasi, dan dia menyukainya. Sadar dengan kenyataan tipe wanita yang dia suka, Jeffrey sudah menampar dirinya sendiri untuk melihat kenyataan yang ada. Ditambah lagi dulunya wanita itu bertunangan dengan Andrea. Tidak ada harapan untuknya, dulu Jeffrey berpikir seperti itu.
Tapi sepertinya Tuhan memang senang membuat kehidupannya penuh kejutan. Buktinya, sekarang wanita itu duduk di sebelahnya, memandangnya bukan hanya sebagai sekretaris lagi, ditambah hubungan mereka mulai terlihat jelas kemana arahnya. Jeffrey hanya berharap Tuhan tidak memberikan kejutan mengerikan ketika dia sudah menikmati hal ini sekarang.
"Kalau kamu sendiri gimana? Sebelum jadi ibu Bos yang dingin, apa yang kamu lakukan?" Jeffrey balik bertanya, sedikit tertawa ketika Athena menyipitkan mata dengan kata-katanya. Sementara kerumunan kelompok teman-temannya semakin ramai ketika Oma masuk membawa banyak potongan buah dan kue lebih banyak.
"Aku mempelajari seluk beluk perusahaan Caridad tentu saja. Eyang nggak akan membiarkan aku mengambil peran ini sebelum aku tahu apa saja yang diperlukan. Jadi selama Eyang masih menangani perusahaan, aku juga bekerja di perusahaan pemasaran Hork, Amerika." Athena mengambil jeda untuk memakan kuenya sambil mengingat masa perjuangannya. "Sangat sulit untuk mendapatkan posisi manajer strategi di sana karena saingannya mengerikan."
Jeffrey mengangguk. Dia tahu beberapa cerita itu dari majalah bisnis yang dia baca. Tapi Athena tidak menceritakan kalau Hork hampir menjadi kiblat seluruh perusahaan pemasaran di dunia karena ide yang luar biasa dari wanita itu. Athena mungkin tidak ingin memuji dirinya sendiri, pikir Jeffrey
Jeffry juga mengetahui kalau Athena telah menyelesaikan S2 di usia 24 dengan kosentrasi Business & Social Sciences. Tidak ada yang tahu bagaimana wanita itu bisa masuk dengan mudah di Universitas Strasbourg, Prancis dalam usia 18 tahun. Masa sekolahnya tidak ada sama sekali di artikel. Dulu alasan seperti itu sudah cukup untuk membuat Jeffrey kembali menampar dirinya dengan kenyataan. Kelasnya dengan kelas wanita itu berbeda jauh.
Yah, untuk sekarang hal-hal itu tidak membuatnya insecure lagi. Sekarang Jeffrey hanya harus menunjukkan keseriusan hubungan yang dia inginkan kepada Athena. Dia tidak akan bertanya lebih jauh soal Athena, dia akan menunggu wanita itu sendiri bercerita.
"Dulu kamu nggak ada feeling gitu ke Bandra?" Satu-satunya yang membuat Jeffrey masih penasaran adalah, seberapa dekatnya Athena dengan Bandra.
Athena menggelengkan kepala dengan tawanya yang merdu. Tahu kalau Jeffrey sedang mengintrogasinya dengan Bandra. "Nggak lah. Kita sangat tahu batasan, Jeff." Lalu mata wanita itu melirik kepada lantai dua dimana ibu Jeffrey berada. "Mamah kamu nggak turun? Kan pada bawa kue."
"Dia sudah istirahat duluan. Aku nggak tega banguninnya. Kamu pulang kerja ke sini lagi nggak? Kayaknya jam balik kerja, mamahku sudah bangun."
Athena menggeserkan matanya kepada Oma dan menemukan wanita tua itu menatapnya, lalu Athena mengalihakn pandangannya kepada Jeffrey dengan senyuman biasa. "Maaf nggak bisa. Aku harus mempersiapkan acara amal untuk Kurniawan. Dan sebentar lagi aku mau balik ke kantor."
"Sayang banget. Besok Oma sama mamahku sudah balik ke Manado." Jeffrey menghela napas kecewa. "Aku antar, ya? Aku bawa mobil." Kemudian laki-laki itu berdiri mencari kunci mobilnya, tapi Athena menarik jarinya untuk kembali duduk. "Kamu di sini aja. Nikmatin waktu kamu selagi kamu cuti. Aku diantar sama Bandra, kok," balas Athena. Meninggalkan sebuah kata-kata sindiran halus yang Jeffrey temukan.
"Aku masuk kantor lusa. Makan siang bareng?" Jeffrey memastikan kalau makan siang lusa nanti, wanita itu tidak akan bersama Miko atau yang lainnya. Athena mengiyakan dengan mudah. Membuat Jeffrey menahan diri untuk tidak mengelus puncak kepala wanita itu di depan semua orang.
"Bucin teroosss." Doni menghentikan pembicaraan mereka berdua dengan kata-katanya yang keras. Bandra tertawa dan menepuk bahu laki-laki bermata kelinci itu. "Memang gitu kalau masih awal-awal. Biarin aja. Oma aja diem tuh, tanda setuju kasih restu, iya 'kan Oma?" Bandra mengarahkan matanya pada Oma yang sudah terkekeh. Wanita itu tidak membalas relevan kata-kata Bandra.
"Ayok dimakan, kalau kurang tambah lagi di dapur."
*
Malam harinya, Athena memberikan arahan kepada Diniㅡasisten pengganti sementara Jeffrey, melalui telpon. "Dini, kamu bisa kembali ke divisi kamu lusa. Besok setelah selesai jam kantor, silakan kamu kirimkan semua laporan yang kamu kerjakan di email Jeffrey. Dia akan menerimanya lusa pagi."
".... ya, maaf sudah membuat kamu sulit kemarin, Dini. Saya sangat tertolong dengan bantuan kamu..."
"... akan saya tambahkan bonus gaji kamu bulan depan, jika ada waktu, saya akan senang kalau kita makan bersama..."
"... kalau begitu saya tutup dulu, maaf sudah mengganggu jam istirahat kamu. Sekali lagi terima kasih, selamat malam."
Setelah menutup telpon, Athena membuka aplikasi chat-nya dan menemukan Jeffrey mengirim foto bucket bunga. Di sana tertulis laki-laki itu berterima kasih atas kiriman bunga yang Athena berikan sebagai hadiah untuk ibunya. Athena tersenyum dan membalas seperti biasa sebelum memutuskan untuk tidur.
Ada satu hal yang membuatnya terganggu. Kata-kata Oma di dapur membuatnya gelisah. Kenapa aku tidak memperhitungkan itu? Athena mulai menggigit kukunya merutuki kecerobohannya sendiri. Dia takut Jeffrey mengetahui apa yang dia lakukan di belakang laki-laki itu sementara Oma sudah mengetahuinya. Mungkin ketika pembicaraan mereka di dapur, Athena berwajah tebal seakan kata demi kata Oma tidak berefek apa pun kepadanya. Tapi jauh di dalam hatinya, dia sangat takut.
"Aku sudah mendengar cerita dari cucu aku kalau dia ingin memiliki hubungan serius dengan kamu. Aku tidak akan menghalangi dia jika kalian memang berjodoh. Tapi aku tidak suka sifat kamu yang menyimpan rahasia seperti ini di belakang Jeffrey."
Athena tidak mengerti arah pembicaraan Oma jadi dia bertanya, "Saya tidak paham dengan kata-kata Anda."
Oma melirik matanya, dan wanita tua itu tahu sepertinya Athena tidak mengerti apa yang dia maksud. "Ceritakan kepada Jeffrey apa yang sudah kamu lakukan selama ini di belakangnya. Aku akan membiarkan kamu dulu mengambil alih, kalau tidak, aku akan menceritakannya sendiri kepada Jeffrey."
"Nyonyaㅡjika tidak keberatan saya memanggil demikian, saya tidak mengerti dengan kata-kata Anda. Apa yang sudah saya lakukan di belakang Jeffrey?"
Oma meletakkan pisaunya setelah dia selesai mengiris potongan buah. Cukup dengan satu nama yang dia katakan, Athena tahu apa yang sudah dia lakukan.
"Tirina Hunaidin.(*)"
Pada kenyataannya, pembicaraan Athena dan Oma di dapur adalah, Tirina menghubungi keluarga Jeffrey dan memberitahu segalanya. Mengenai kematian asli ayah Jeffrey, mengenai ayah Tirina yang menjadi tersangka, dan siapa yang sudah membereskan semua masalah itu. Di akhir pembicaraan, Tirina meminta maaf atas apa yang sudah dia dan Ayahnya lakukan.
"Sifat kamu yang terlalu ikut campur urusan orang lain, Athena. Ini adalah masalah keluarga kami sendiri, kami mencoba melupakan dan menutupnya rapat-rapat. Tapi kamu berpura-pura tidak melakukan apa-apa padahal kamu yang melakukan semuanya. Aku tidak suka cucuk aku hanya seperti orang bodoh tidak tahu apa-apa di depan kamu."
"..." Athena kehilangan kata-katanya.
"Apa keluarga Caridad memang suka mencampuri urusan orang lain?"
"..."
*
(*) Yang nggak ingat masalah Tirina silakan cek chapter 29 ya~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top