3 | Daster
Athena melirik sekilas sekretarisnya yang baru masuk ke ruangannya, sedikit menghela napas ketika Jeffrey berdiri di sana dengan wajah lebam.
Jeffrey mendekat ke meja atasannya dan tidak bersuara. Tapi dia tahu, ada aura-aura hitam di belakang wanita itu. Dan ketika netra wanita itu menatapnya lagi, Jeffrey meneguk salivanya sendiri spontan.
Athena memandangnya sangat tajam. Setajam kritikan dosen killerㅡbukan setajam silet.
Nggak heran, kenapa karyawan di sini pada kasih gelar Tsunade. Bukan karena ukuran dada Athena. Tapi wajah dan aura wanita itu mirip seperti sang Hokage ke-5.
Kalau ukuran dada, Athena urutan paling bawah dibandingkan karyawan-karyawan wanita di gedung ini. Bedah jauh bro. Begitu kata Jeffrey kepada Wandi dan Doni di kantin seminggu yang lalu.
Meski dia setia dan patuh kepada setiap perintah Athena, tapi laki-laki itu akan sangat jujur mengomentari kekurangan Athena kepada dua temannya. Termasuk fisik sekalipun.
Sebangsat itulah Jeffrey kepada atasannya.
"Jeffrey."
Tolong. Gue belum siap diomelin.
"Iya, bu?"
"Kamu pulang lebih awal hari ini."
Eh?
"Maaf bu, pulang awal karena apa, ya?"
Jeffrey mengira wanita itu mungkin peduli kepadanya dan menyuruhnya pulang untuk membersihkan luka-luka itu di rumah dan bisa berisitirahat. Nyatanyaㅡboro-boro peduliㅡAthena justru memberikannya setumpuk kertas putih dengan logo hijau berlambang kuda di sana hingga mata Jeffrey sedikit membulat.
"Kamu bawa mobil, kan?" tanya Athena. Jeffrey mengangguk pelan. Gue mencium aroma akan begadang lagi malam ini.
"Bawa ini." Kan bener kata gue. "Malam ini saya ke tempat kamu."
"Hah?" Jeffrey menutup mulutnya spontan. "Maaf bu reflek."
Athena mengabaikan ekspresi tidak nyaman Jeffrey dan kembali memandang layar laptopnya, "Berkas yang kamu kasih dua hari yang lalu itu isinya tentang produk makanan berjenis biskuit yang belakangan penjualannya kurang bagus. Saya sudah cek semuanya, tapi ada beberapa yang buat saya kurang puas dengan hasil laporan kamu itu."
"Kamu tidak menyertakan informasi nilai gizi dan komposisi apa saja yang mereka gunakan. Semua tumpukan itu cuma berisi laba, kota mana saja yang masih menginginkan produk mereka, kontrak kerjasama, latar belakang tentang produk itu, kekurangan dan kelebihannya. Sementara kamu sudah tahu kalau dua informasi yang saya sebutkan sebelumnya itu adalah poin penting dari yang lain. Cokelat Caridad hanya akan bekerjasama dengan produk makanan yang mengutamakan bahan-bahan terbaik dan nilai gizi yang bagus."
Athena berhenti sebentar dan menatap jam tangannya, "Kamu saya izinkan pulang lebih awal setelah jam makan siang. Perbaiki kesalahan laporan kamu itu dan kita bicarakan selanjutnya nanti malam."
Jeffrey mengangguk mengambil tumpukan berkas itu dengan berat hati. Dia sedikit tidak menyukai bagaimana Athena mengomentari seluruh hasil laporannya itu dengan kata 'cuma'. Sementara Jeffrey mengerjakan itu sambil membawa laptop kemana-mana selama dua hari. Jangan lupakan dengan begadangnya.
Risiko jadi sekretarisnya, ya begini.
Jeffrey yang awalnya berniat akan bertanya 'kenapa membicarakan ini sampai ke tempat saya?' diurungkannya lagi. Sudah terlalu malas bersuara. Mood-nya sudah jelek.
Bukannya pamrih, setidaknya Athena sedikit berperasaan. Wajahnya babak belur begini karena menjaga harga diri wanita itu. Nggak usah bilang makasih deh karena gue udah heroik. Atau sok basa-basi tanya 'luka kamu sudah diobatin?'. Apresiasi hasil laporan gue aja, gue udah merasa dihargai.
"Jeffrey saya belum selesai." Athena menahannya lagi dan laki-laki itu memutar kembali badannya. Menunggu perintah apa lagi yang masih kurang untuk wanita itu.
Athena berdiri dari kursi kebangsaannya dan mendekati Jeffrey. Sekretarisnya itu dengan reflek perlahan menurunkan tumpukan kertas yang ada di tangannya sedikit ke bawah.
Athena memandang Jeffrey sebentar dengan alis yang terangkat satu. "Maaf," lalu tangan wanita itu merapikan dasi Jeffrey yang sedikit mereng ke kiri. Mundur dua langkah ke belakang setelah memperbaiki letak dasi sekretarisnya, Athena melipat kedua tangannya ke depan dengan helaan napas panjang.
"Soal Andrea, saya mewakili dia untuk minta maaf. Dan pulang nanti, lebam-lebam itu kamu kompres pakai air dingin."
Jantung, bertahan dulu, ya. Gue suka sensasi ini soalnya.
*
Malamnya, sekitar jam setengah delapan, sekitar adzan isya untuk mengumandangkan umat Islam melakukan ibadah sudah selesai, Jeffrey duduk di pos halaman kosnya. Iya, Jeffrey tidak tinggal di rumah mewah atau apartemen seperti cerita di wattpad kebanyakan. Dia anak rantau, datang ke kota seberang untuk menimba ilmu dan mencoba keberuntungannya bekerja. Syukurnya dengan modal tampan lulusan Manajemen UGM, Jeffrey diterima di perusahaan Caridad itu dua tahun yang lalu.
Dia membawa laptop dan tumpukan berkas di pos. Pemilik kos tidak mengizinkan tamu wanita datang dan masuk ke kamar pria. Karena itu, pos itu dibuat dengan tujuan menghindar dari omongan tidak senonoh dan zina pastinya.
Pemilik kos Jeffrey sendiri adalah seorang tokoh pendidikan di Yogyakarta. Meski dia dan sang pemilik kos berbeda agama, tapi ketika hari-hari besar untuk umat Kristiani tiba, pak Sukri selalu membawa beberapa kue besar atau makanan kepada anak-anak kos yang berbeda agama dengannyaㅡtermasuk Jeffrey, sebagai bentuk penghormatan.
"Loh? Jeffrey?"
Jeffrey mengangkat kepalanya dari laptop dan menemukan pak Sukri dengan peci dan sarung kebanggaannya. Baru selesai solat deh kayaknya.
"Pak," Jeffrey tersenyum lalu berniat mengambil salah satu tangan pria itu untuk disalimi. Tapi, ketika Jeffrey akan mengarahkan punggung tangan pak Sukri ke dahinya, sang pemilik kos langsung menahannya. Menepuk bahu Jeffrey pelan.
"Tumben pulang cepet, Jeff? Bos kamu lagi baik, ya?"
Beberapa waktu lalu, sekitar jam sebelas malam pak Sukri menangkap basah Jeffrey yang keluar dari mobil mewah berwarna hitam bersama seorang wanitaㅡAthena. Sempat pak Sukri memasang wajah curiganya, dan Athena segera mengambil alih situasi. Wanita itu dengan cepat memperkenalkan diri sebagai atasan Jeffrey dan mengatakan bahwa niatnya hanya untuk mengantar Jeffrey pulang karena mobil Jeffrey sedang di bengkel.
Pak Sukri jelas tahu siapa itu Athena Briza Caridad, dengan perusahaan besar cokelatnya, dengan kekejaman bak kisah Ibu tiri Cinderellaㅡkatanya sih, tapi beliau tidak pernah tahu bagaimana sosoknya. Dan pemilik kos semakin terkejut ketika tahu, bahwa salah satu anak kosnya ternyata bekerja sebagai sekretaris di sana. Akhir dari pertemuan mereka waktu itu adalah, pak Sukri bersepakat untuk tidak memberitahu kepada siapapun tentang beliau yang baru saja mengetahui bagaimana sosok sempurna sang dewi Athena.
"Iya pak. Tapi ya begitu," Jeffrey menunjuk berkas menumpuk dan laptopnya di belakang, "Saya tetap dikasih kerjaan."
Pak Sukri mengangguk, lalu menunjuk wajah Jeffrey dengan alis berkerut, "Itu wajah kamu kenapa? Ditampar bos kamu?"
Jeffrey menggeleng, "Nggak pak. Ada sedikit masalah di kantor. Bertengkar kecil gitulah."
Gelengan kepala pak Sukri dengan decakan seperti cicak ditunjukkan kepada Jeffrey, "Perjaka dewasa kok masih suka adu jontos?" Jeffrey tertawa masam.
"Sudah diobatin?"
"Sudah, pak. Agak mendingan kok."
"Lagi nungguin tamu ya sampai bawa barang begitu di pos?" tanya pak Sukri lagi. Pak Sukri sebenarnya sangat jarang berbicara dengan Jeffrey, itu karena Jeffrey akan mulai bekerja sekitar jam enam pagi dan pulang sudah sangat larut malam. Ditambah lagi anaknya sedikit tertutup dengan anak-anak kos lainnya. Makin susalah sang pemilik kos berkepala botak itu berbicara dengannya.
Baru saja Jeffrey akan menjawab, sebuah mobil mewah berhenti di depan kos. Pagarnya yang buka dua puluh empat jam itu, menampakkan seorang wanita dengan laptop juga beberapa dokumen di sisi tangan sebelahnya.
"Itu, tamu kamu?" Pak Sukri menyipitkan matanya yang sudah rabun tua. Beliau tidak bisa melihat wajahnya tapi matanya memerhatikan pakaian dari tamu Jeffrey itu sedikit tidak percaya. "Tamu kamu pakai daster, Jeffrey?"
"Iya pak." Jeffrey menahan tawanya ketika melihat Athena datang dengan daster panjang di bawah lutut berwarna cokelatㅡmengingatkannya dengan baju kebangsaan Ibunya. Sendal jepit bermerek nevada super kw seharga sepuluh ribuan di pasar Gamping itu terpasang di kaki putihnya. Jangan lupakan rambut yang dijepit dengan sumpitㅡkayak sumpit mi ayam, kalau kata Wandi.
"Itu bos saya yang nganter malam-malam waktu itu."
"Yang bener kamu, Jeff?" Jeffrey tertawa menatap pak Sukri yang melotot kepadanya tak percaya. "Iya pak. Coba aja nanti tanya orangnya kalau sudah sampai ke sini," balas Jeffrey.
"Masha Allah," pak Sukri mengusap dadanya, "Saya pas lihat dia pakai jas waktu itu aja sudah takjub, Jeff. Lah, sekarang malah disuguhin dengan pakaian rumahan begitu." Pak Sukri menggelengkan kepalanya dan kembali mengeluarkan suara decakan cicaknya.
Kemudian Jeffrey hanya tersenyum.
"Pak," Jeffrey menepuk lengan sang pemilik kos, lalu menunjuk ke arah belakang, "Dipelototin sama istrinya tuh."
*
Seriusan, aku nemu sendal kw nevada 10rb an di gamping. Rencana aku mau beli 2 buat kopelan sama ibu kos. Tapi sedang krisis keuanganㅡakhir bulan, jadi ya sudahlah ya. :"))))
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top