19 | Lantai Lima Puluh Tiga

Athena baru saja kembali dari kios kecil di dekat kantor. Membawa beberapa roti kacang dan minuman ABC kacang hijau kesukaannya di dalam plastik kecil. Melewati beberapa karyawan dan mengangguk merespon sapaan mereka. Masuk ke dalam lift kemudian keluar di lantai tiga puluh. Athena berpikir untuk bertemu dengan Wandi membicarakan marketing tentang peluncuran produk mereka di pertengahan tahun nanti.

Athena melangkah dengan langkah panjang dan tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika dia melihat Jeffrey melakukan video call berinteraksi menggunakan gerakan tangan di sanaㅡAthena tahu laki-laki itu sekarang sedang berbicara dengan Ibunya. Posisi Jeffrey pada saat itu sedikit membelakangi Athena sehingga dia tidak tahu bahwa atasannya tengah melihatnya dari kejauhan.

Athena membiarkan Jeffrey berbicara di telpon sementara dirinya masuk ke dalam ruangan Wandi. Tapi itu tidak terjadi, karena Jeffrey mendengar langkah sepatu hak tinggi Athena dan menoleh. "Bu," Athena mau tidak mau berhenti lagi. Menatap sekretarisnya sebentar lalu ke arah seseorang yang ada di layar ponsel laki-laki itu. "Lanjutin aja, Jeff. Nggak apa-apa." Athena kemudian masuk ke dalam ruangan Wandi.

Dua puluh lima menit kemudian Athena sedikit terkejut menemukan Jeffrey berdiri di depan ruangan Wandi menatapnya dengan pandangan sedikit takut. Athena tidak bertanya karena dia tahu kenapa, jadi hal yang dilakukan Athena selanjutnya adalah berpura-pura tidak mengerti dengan ekspresi takut wajah sekretarisnya. Lalu mencoba berjalan lebih dulu dan ternyata Jeffrey mengikutinya dari samping.

"Maaf, bu."

Athena mengangkat satu alisnya. Sedikit menahan tawa. "Untuk apa?" Athena sekali lagi bertingkah seperti tidak mengerti hanya untuk melihat ekspresi lucu sekretarisnya.

"Saya video call sama orangtua saya. Saya nggak tahu ada Ibu."

"Orangtua priosritas utama, bahkan ketika kamu sedang ada dalam kegiatan sangat penting mereka harus dinomor satukan, Jeff." Athena melihat Jeffrey ketika di depan lift lalu tersenyum begitu cantik dengan lipstick merah pekatnya. "Jangan minta maaf kalau karena itu."

Ketika lift terbuka, Jeffrey membiarkan Athena masuk terlebih dahulu dan memerhatikan tombol yang ditekan oleh atasannya. Lima puluh tiga. Jeffrey sedikit mengerutkan dahinya.

Lima puluh tiga adalah lantai dimana hanya ada ruangan santai, juga beberapa blok ruangan berukuran sedang khusus merokok. Dan Jeffrey yakin Athena bukan perokok dan dia adalah orang yang sibuk, tidak mungkin wanita itu hanya duduk di sana dan memandang gedung-gedung tinggiㅡtipikal wanita seperti Athena tidak cocok seperti itu, pikir Jeffrey.

"Kamu sudah makan siang, Jeff?" Athena bertanya dengan mata yang menatap jam tangannya. "Saya mau bicara sama kamu."

Oh, gitu ya. Jeffrey mengerti sekarang kenapa Athena memilih lantai lima puluh tigaㅡdia ingin berbicara dengan Jeffrey mengenai hubungan mereka. Mungkin.

Jadi Jeffrey menjawab dengan senyuman, "Sudah, bu."

Lalu Athena tidak berbicara, menunggu lift terbuka dan pada saat matanya memastikan bahwa hanya ada mereka berdua yang ada di lantai itu, Athena memutar tubuhnya dan menatap Jeffrey. Menunjukkan layar ponselnya kemudian.

"Saya penasaran kenapa kamu bisa melakukan seperti yang ada di gambar ini, Jeff."

Jeffrey melebarkan matanya karena ternyata Athena menyimpan foto dirinya dengan bunga mawar di galeri wanita itu. "Ibu, nyimpan foto saya?" Jeffrey bertanya spontan dan sepertinya pertanyaannya itu berhasil membuat Athena sedikit tersentak lalu wanita itu melipat kedua tangannya ke depan sebagai bentuk eskpresi melindungi diri. Jeffrey menahan dirinya untuk tidak tersenyum ketika dia tahu maksud gerakan tubuh wanita itu.

"Karena saya penasaran kenapa kamu melakukannya." Athena berkata dengan nada suara yang sangat normal. Tapi Jeffrey adalah tipe orang yang sudah sering bertemu dengan banyak manusia dibandingkan Athena. Dia mengenali baik bahasa tubuh, cara bersuara dengan nada yang naik-turun, atau eskpresi wajah sekalipun.

Athena masuk dalam golongan yang sulit ditebak. Tapi untuk saat ini, Jeffrey bisa membaca semuanya dengan jelas. Jadi dia memanfaatkannya sekarang.

"Dan kenapa Ibu penasaran?"

"Karena kamu kirim foto itu ke tempat saya."

"Seingat saya bu, saya sudah bilang kalau itu salah kirim."

Athena sedikit memiringkan kepalanya, "Kamu tahu saya nggak bisa dibohongin sama alasan kayak gitu kan, Jeff?"

"Tahu, bu." Jeffrey mengangguk. "Tapi saya juga bingung kenapa Ibu masih membicarakan soal itu."

"Karena kamu kirim itu ke tempat saya, Jeff. Saya sudah bilang itu dua kali dan kamu masih nggak ngerti."

Jeffrey diam sebentar. Lalu meluruskan pembicaraan mereka yang berputar-putar.

"Wandi ada di kos saya waktu itu, dia yang ngirim foto itu ke kontak Ibu. Kalau Ibu tanya alasannya, saya sendiri juga nggak tahu. Orangnya langsung kebirit-birit bawa motor waktu Ibu nelpon."

Jeffrey menjelaskan kembali, "Itu foto waktu keponakan saya ulang tahun, keponakan saya umurnya masih tujuh tahun, konsep acaranya princess Disney, jadi sayaㅡ"

"Sudah cukup." Athena mengangkat tangannya karena tidak kuat mendengar Jeffrey terus berbicara mengenai kejadian di balik foto itu. Athena ingin tertawa saja, tapi wajah Jeffrey terlihat sangat serius untuk menjelaskan, jadi dia tidak akan merusaknya.

"Pertanyaan di foto itu juga dari Wandi?" Athena bertanya lagi.

Dan Jeffrey justru memberikan pertanyaan lain kepada atasannya, "Ibu mau saya nanya, pilih mawar atau saya itu ke Ibu sekarang?" Sebenarnya Jeffrey malu untuk membahas itu lagi, tapi berhubung Athena sudah memulainya, dan Jeffrey tampaknya bisa mengendalikan situasi, pada akhirnya berani bertanya demikian.

"Saya tanya, Jeff."

"Tapi pertanyaan Ibu kayak bilang, coba kamu tanya saya lagi pertanyaan itu sekarang biar saya jawab langsung."

Athena menatap Jeffrey tidak percaya dan Jeffrey reflek menutup mulutnya. Laki-laki itu tahu perkataannya tadi baru saja merusak pembicaraan mereka.

Athena menghela napas lalu menggeleng pelan, kemudian berjalan mendekati lift, "Kita bicara lain waktu aja, ya."

Ketika Athena melewatinya, Jeffrey memukul mulutnya sendiri. Si bego. Jeffrey segera memutar badanya dan memotong jalan Athena dimana sekarang dia berada di depan wanita itu.

"Bu yang tadi sayaㅡ"

"Lain kali aja kita bicara lagi, Jeff." Athena tersenyum tidak sampai kepada matanya. Dan ketika lift terbuka, Athena akan melewati Jeffrey lagi untuk masuk ke sana, tapi Jeffrey dengan mudah menarik tangan atasannya untuk kembali mundur ke belakang.

"Saya minta maaf, bu."

Athena mengerut dahi kemudian menatap kearah cctv yang merekam mereka. Lalu Athena menyingkirkan tangan Jeffrey dari lengannya. "Saya serius, Jeff. Lain kali aja. Saya nggak marah soal tadi, cuma sedikit kaget aja karenaㅡ"

"Karena saya asal nebak omongan Ibu."

Athena menggeleng, "Justru karena omongan kamu tadi benar makanya saya kaget. Saya agak malu waktu kamu ngomong itu gamblang banget."

Athena membuang pandangan ke arah lain. Dan Jeffrey tersenyum.

Imutnya.

"Kalau cuma kita berdua Ibu mau minta sesuatu juga nggak apa-apa, bu. Selama itu juga di luar jam kerja, kan?"

"Berdua darimana? Kamu nggak lihat cctv apa?"

Jeffrey menengadah ke arah cctv lalu melambaikan tangan seperti orang bodoh ke sana. Athena reflek memukul lengan sekretarisnya. "Kamu ya!"

"Ih, Ibu mukul saya." Jeffrey tertawa memegang lengannya sendiri. "Jadi Ibu mau saya tanya soal bunga mawar itu sekarang?"

Athena menggeleng, "Nggak."

"Ibu ngajak saya ke sini cuma ngomongin itu?"

Athena mengangguk, Jeffrey menghela napas. Gue kira dia mau bahas apa gitu yang lebih penting dari bunga mawar.

Tapi tiba-tiba Jeffrey bersuara lagi. "Kalau gitu sekarang saya yang bicara sesuatu sama Ibu. Boleh?"

Athena melipat kedua tangannya lagi lalu mengangguk. "Mau bicara apa?"

"Boleh saya minta kalau di luar jam kerja kita bicaranya non-formal? Maksudnya pakaiㅡ"

"Iya tahu nggak usah kamu omongin." Athena sekali lagi membuang pandangan ke arah lain karena malu. "Boleh aja, kok. Tapi tolong jangan sampai kelepasan ngomong itu kalau jam kerja."

"Bener, nggak apa-apa, bu?"

"Iya." Athena menatap jam tangannya. "Sudah nggak ada yang dibicarain lagi, kan?" Athena tidak menuggu Jeffrey untuk menjawabnya, karena dia sudah terlalu malu dan berpikir untuk segera ke ruangannya sendiri.

Jeffrey kemudian masuk ke dalam lift bersama Athena. Dua menit kemudian dia mencoba untuk berbicara non-formal untuk pertama kalinya kepada atasannya. "Habis kantor, mau makan bareng lagi, nggak?"

Jeffrey pikir, dia akan membuat Athena gugup dan merasa malu. Tapi jawaban dari wanita itu malah membuatnya terkejut tiba-tiba.

"Boleh, kamu ada saran kita mau makan dimana? Aku kebetulan nggak tahu mau makan apa. Bingung lebih tepatnya."

Anjir, ini kenapa gue yang gugup. Jeffrey merasa telinganya menjadi panas tiba-tiba. Athena pada saat itu menatapnya lagi dan tersenyum.

"Kamu kenapa? Cara ngomong aku salah?"

"Nggak," jawab Jeffrey kaku. "Kaget aja."

"Kamu loh yang nawarin ngomong non-formal, kok malah kamu yang kaget."

"Yah, habisnya kita biasa ngomong formal. Jadi agak kaget."

"Mau bicara formal lagi aja?" Athena menawarkan pilihan yang Jeffrey tidak menyetujuinya. "Kamunya masih keliatan kaku gitu."

Pada saat lift terbuka kembali, Jeffrey keluar lebih dahulu dan berjalan mundur karena tubuhnya menghadap Athena sekarang. "Jangan. Bicara kayak gini aja kalau lagi di luar jam kerja. Nanti aku juga kebiasaan, kok."

Athena mengangguk. "Jangan jalan kayak gitu, nanti kamu jatuh lagi."

"Nggak kok." Jeffrey pada akhirnya membiarkan Athena berjalan sendiri ke ruangannya. Lima detik kemudian pintu ruangan wanita itu terbuka lagi, dan Athena berkata dengan senyuman miringnya.

"Ngomong-ngomong, Jeff. Aku pilih kamu daripada bunga mawarnya."

Jeffrey membuka mulutnya sedikit bersiap akan bersuara lagi, tapi Athena meghentikannya. "Aku nggak suka bunga. Jadi opsi kamu lebih bagus daripada bunga."

Pada saat itu, Jeffrey yakin Athena sepertinya sedang menguji kemampuan detak jantungnya lagi sekarang.

Jeffrey memegang dada kirinya sendiri dengan wajah bodohnya. "Waw," dan pada akhirnya hanya satu kata itu yang keluar dari mulutnya.

Waw.

Waw.

Waw.

Kemudian disusul suara batinnya.

*

eh ketinggalan satu lagi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top