ʟɪᴍᴀ ʙᴇʟᴀs
• sᴇᴄʀᴇᴛᴀʟᴏᴠᴇ •
Matahari hampir saja naik saat aku mengembuskan napas untuk kesekian kali. Melirik pada jam yang melingkar di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan, dan Andres sama sekali tidak dapat aku hubungi.
Aku mendecakkan lidah kemudian mengunci pintu setelah memutuskan untuk pergi ke kampus sendiri. "Nyebelin banget sih!"
Saat tiba di jalan raya, aku menuju pada coffeshop miliknya. Berharap, ada sepatah atau dua patah kata yang disampaikan Andres oleh karyawannya untukku. Namun, nihil. Para karyawan bahkan mengatakan terakhir kali mereka melihat Andres adalah ketika Andres pergi bersamaku.
Dari sana aku memesan ojek online untuk mengantarku ke kampus. Karyawan yang aku tahu bernama Aje sempat menawarkan untuk mengantar dengan alasan sebagai ganti Andres tapi aku menolaknya karena takut mengganggu pekerjaan.
Tidak sampai lima belas menit aku sampai di kampus, langkah yang kuambil jadi penuh ragu ketika memikirkan apa mungkin Andres menjauhiku karena kejadian semalam? Bukankah seharusnya aku yang bersikap seperti itu?
Melewati pintu kaca besar lantas berdiri di depan lift, aku menunggu kotak besi itu terbuka. Aku sama sekali tidak membuka mulut, menaikkan sudut bibir ketika beberapa mahasiswa menyapa, dan hanya mengangguk atau menggeleng ketika ditanya.
"Lo sakit, Ra?" Sherly menutup bukunya, mendekat dan menempelkan punggung tangannya ke keningku.
"Nggak, 'kok." Aku berbalik arah.
Tiba-tiba saja ada Andra yang membawa satu buah kap berisi es kopi cappucinno kesukaanku.
"Buat kamu, Ra?" katanya ketika meletakkan es itu di mejaku.
"Dalam rangka apa nih? Jangan bilang lo mau nembak Maura juga? Udah pasti ditolak!" Sherly berucap asal-asalan. Andra tidak menjawab, ia menatapku dengan kerutan samar di keningnya.
"Nggak mau?" tanyanya memastikan, lalu duduk di kursinya seperti biasa.
Aku memutar badan, menghadap Andra yang duduk di barisan belakang. Mengangkat gelas kopi sambil mengode 'apa maksudnya ini?' padanya.
"Dari Bang Aje. Katanya buat temenku yang adeknya Kak Nara. Itu kamu, 'kan?"
Aku mengangguk mendengar penjelasan Andra. Memperbaiki posisi duduk, kemudian menyesap es kopi yang baru saja diberikan Andra. Aku tersenyum miris. Awalnya, aku kira ini pemberian Andres sebagai permintaan maaf karena melanggar janjinya untuk mengantarku ke kampus. Namun, ia masih saja belum ada kabar sampai saat ini.
"Aje siapa lagi? Kok jadi makin banyak cowok yang deket sama lo, Ra?" Sherly mendekatkan wajahnya ketika berbicara, sepertinya ia ingin membisikan sesuatu padaku.
"Karyawan kafe."
"Trus? Kok bisa dia ngasih kopi? Dia naksir lo juga?"
"Nggak. Ihh ... apaan sih?"
Aku risih sendiri dengan pertanyaan yang diajukan Sherly. Bagiku, kebaikan seseorang tidak dapat kita nilai tentang suka atau tidak sukanya seseorang pada kita. Bisa saja itu hanya bentuk simpati atau perhatian sebagai kenalan yang tidak lebih.
****
Saat pulang ke rumah, aku tidak banyak melakukan aktivitas. Kak Maudy sempat menelpon dan bertanya kabarku sepeninggalnya mereka dan berjanji akan segera pulang ketika paman sudah sembuh. Sehabis mengerjakan tugas dan mandi, aku berdiam diri di kamar, membuka aplikasi streaming drama Korea pada laptop meski aku mengabaikannya karena melamun. Suara percakapan antara kedua pemain drama mengisi kamar sementara aku hanya diam, menunggu notifikasi dari Andres.
Tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Aku dengan cepat melihat layar meski setelahnya aku mendesah pelan. Itu Andra yang menanyakan perihal ajakan kemarin.
Aku bisa, tapi aku ajak Sherly, ya?
Aku memberikan balasan kemudian menutup aplikasi chat ketika Andra menyetujui permintaanku. Bukan tanpa alasan, tetapi memang Sherly sendiri yang ingin ikut ketika aku bercerita tentang ajakan Andra.
Aku menghela napas berat, membanting layar laptop kemudian mengacak-acak rambutku. Otakku terus bertanya-tanya, perihal keberadaan Andres. Mencoba menghubunginya pun percuma, karena ponselnya tidak dapat dihubungi sejak pagi. Apa mungkin Andres marah perihal kejadian kemarin malam? Memang apa yang kulakukan? Kejadian itu terjadi begitu saja. Bahkan, seharusnya aku yang marah padanya. Bukan sebaliknya.
Pertanyaan-pertanyaan yang tidak juga mendapat jawab itu mengantarku hingga tertidur dan ketika aku sadar pagi sudah menyapa, untung saja ini hari libur.
Baru saja aku berniat masuk ke kamar mandi. Perhatianku teralih pada pintu depan yang diketuk dengan cepat. Aku yakin itu Sherly, tidak akan ada tamu kurang ajar melebihi dia yang mengetuk pintu seolah ingin menjebolnya.
"Iyaaa sebentar!" Aku mengalungkan handuk di leher kemudian berjalan dengan malas ke arah pintu, membukanya dan pergi setelah tahu siapa yang datang.
"Anak perawan baru bangun jam segini!"
"Bawel!"
Sherly tertawa. Ia membawa dua roti panggang dengan isi ayam fillet serta saus mentai dan keju serta dua es kopi susu. "Mandi sana. Abis ini sarapan sekalian nunggu Si Gagu."
"Si Gagu?"
Aku membeo ketika Sherly selesai dengan ucapannya. Mengabaikan perintah mandi, aku duduk di hadapan Sherly dan mengambil satu roti yang ia beli untukku.
"Si Andra. Dia, 'kan, gagu," ucapnya asal.
Aku mendorong kepala Sherly yang bicara sembarangan. Ia terpekik ketika saus keju menempel di hidungnya akibat ulahku.
"Kalo ngomong jangan suka sembarangan! Aku sumpahin jodoh nanti!" ancamku sebelum menggigit roti yang ada di tangan. Rasa manis, gurih, dan pedas menyatu di lidahku, ini enak!
"Males gila! Lo aja sana. Nggak dapet kakaknya, adeknya juga jadi." Sherly mengelap wajahnya dengan tissue yang ada di atas meja kemudian melemparkan bekas tissue itu padaku.
"Sembarangan!"
"Ehh ... tapi bener, ya, Ra. Lo nggak ada apa-apa sama si Andra. Gue seratus kali lebih setuju lo sama Naufal dibanding Andra semisalkan lo ditolak sama Kak Ubay." Sherly menggigit rotinya. "Andra tuh aneh tahu, Ra. Sumpah! Dia tuh sering banget gue perhatiin ngeliatin lo diem-diem. Kek cowok-cowok mesum!"
"Jangan asal nuduh, Sher." Aku memeringatkan.
"Kalo nggak percaya tanya sama anak yang lain deh. Beneran! Coba aja inget, berapa kali lo papasan sama dia di lift? Hampir setiap hari. Masa iya kebetulan melulu?"
Entahlah, aku sudah terlanjur malas jika harus membahas laki-laki lain. Bagiku, keterdiaman Andres saja sudah cukup membuatku tidak bersemangat untuk melakukan apa pun. Apalagi harus ditambah dengan sikap orang lain padaku?
"Makanya hari ini gue bela-belain ikut. Buat mastiin lo nggak kenapa-kenapa sama dia."
Astaga! Jadi itu alasan Sherly ngotot untuk ikut bersamaku hari ini. Aku menggaruk kepalaku ketika melihat Sherly menggerutu tidak jelas, tangannya sibuk dengan bekas bungkus roti yang sudah habis ia makan dan membersihkan meja dengan tissue bekas dipakainya.
Aku selesai dalam setengah jam. Sherly merebahkan diri di kasur sembari menungguku mandi dan bersiap. Ia menyeruput es kopi susu yang tadi dibawanya.
"Ra, gue jadi penasaran. Lo sama Kak Ubay gimana masih nggak ada apa-apa?" tanyanya tanpa mengalihkan tatapan dari ponsel yang sedang ia genggam.
Pergerakkanku terhenti ketika mendengar namanya disebut. Aku melirik pada ponsel dan seperti sebelumnya, tidak ada pesan masuk dari Andres. Hari ini aku berniat menemuinya sebelum bertemu Andra. Tidak ada maksud apa-apa, hanya meminta izin untuk pergi yang kemungkinan akan sampai malam. Tidak lebih dan tidak kurang.
Iya, benar apa yang dikatakan Sherly. Aku dan Andres tidak ada apa-apa, kami juga bukan siapa-siapa. Andres hanya teman kakak yang dibebankan aku selama kakak pergi. Akulah yang terlalu berharap dengan situasi yang seringkali mendukung.
Kalau aku ingat-ingat, selama ini Andres hanya bersikap baik padaku, bukan berarti dia menyukaiku, 'kan? Mungkin saja dia memang bersikap baik pada semua orang. Aku saja yang terlalu kacau dengan kebaikannya.
Karena itu, kali ini biarlah aku mencoba untuk membiarkan Andres bergerak sesukanya, tanpa harus ada embel-embel rasa bersalah atau pun tanggung jawab untuk menjagaku, tetapi, kenapa rasanya ada yang salah di hatiku?
Andres pliss ... Jadi cowok gentle sedikit. Saya yang nulis lama-lama kesal sama kamu!
Menurut kalian Andres kemana? Apa dia lagi sibuk meliput gedung KPK yang lagi ramai belakangan ini? Hanya Andres yang tahu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top