Sakura

Yaotome Gaku sudah memegang handphone-nya bahkan sejak pukul lima. Yang ia lakukan tentu saja tidak lain dan tidak bukan mengganggu waktu istirahat Takanashi Tsumugi di pagi hari.

"Aku akan menjemputmu sekarang. Datanglah ke depan resepsionis." Ketikan Yaotome Gaku lebih cepat dari hembusan nafas. Bahkan tidak ada sedikit pun jeda sampai ia mengirim pesan.

Beberapa detik kemudian Tsumugi membalas.

"Baiklah. Aku akan langsung ke resepsionis sekarang."

Gaku kegirangan. Ia membenarkan lengan yukatanya, berusaha tampil dengan sempurna lalu berjalan keluar kamar dengan semangat.

Suasana di penginapan masih sepi. Tidak ada seorang pun di luar kecuali dua orang yang berjanji untuk bertemu. Belum sampai di resepsionis, Gaku sudah berpapasan dengan Tsumugi. Yukata merah muda sederhana dengan motif garis-garis tampak sangat cocok dengan penampilan Tsumugi, di tambah dengan jepit kecil motif kelinci tersemat di rambut Tsumugi, membuatnya terlihat sangat manis.

"Jepitan baru? Cocok sekali denganmu." ucap Gaku ketika beradu pandang dengan Tsumugi.

"Terima kasih." Senyum malu tergambar jelas di wajah Tsumugi.

Mereka mulai berjalan bersama ke tempat yang Gaku ingin tunjukan pada Tsumugi. Dalam perjalanan mereka membicarakan hal ringan. Sesekali Gaku memuji penampilan Tsumugi, membuat gadis itu tersipu malu. Sesekali Tsumugi juga memuji kinerja Gaku yang profesional dan sangat totalitas di ruang publik, mengatakan jika dia sangat bangga pada kerja keras Gaku.

"Katanya jika kau memohon di kuil itu, keinginanmu akan terkabul. Aku juga akan datang kesana pada tahun baru nanti. Kau ikutlah denganku."

"Aku ingin, tapi kuil pasti sangat ramai saat tahun baru."

"Benar. Karena itu aku mengajakmu. Mereka tidak akan terlalu memperhatikan kita."

"Gaku san, sebenarnya aku-"

"Lihatlah!" Gaku tak sengaja memotong ucapan Tsumugi ketika mereka sampai di tempat tujuan.

Tsumugi mengikuti arah telunjuk Gaku. Di hadapan mereka, langit pagi yang kekuningan menyelimuti dunia, memberikan sentuhan keemasan pada setiap sudut. Cahaya matahari yang baru terbit memantulkan dirinya pada air kolam yang jernih, seperti cermin yang memantulkan kilau berlian. Angin pagi yang lembut, seperti jari-jari halus, merayapi rambut Tsumugi, memberikan sentuhan yang hampir tak tampak.

"Indah bukan?" Gaku berbisik, suaranya mengalun lembut, seperti angin yang membelai.

Tsumugi berjalan pelan mendekati air kolam sambil menengadahkan kepalanya. Tampilan bunga sakura yang berdansa dengan angin, bergoyang lemah mengikat hati. Langit yang masih keabuan, seperti lukisan yang belum selesai, memberikan latar belakang sempurna bagi pohon-pohon sakura yang berdiri kokoh di bawahnya, seakan melindungi keindahan dari setitik kecil lukisan dunia.

"Gaku san." Tsumugi terhipnotis dengan apa yang ada di depan matanya. Ia seperti melihat langit memuja kecantikan kelopak payung sakura dengan kemegahannya, layaknya mata seseorang yang sejak tadi tidak berpaling dari sosok Tsumugi.

"Apa kau menyukainya?" Gaku membalas. Tangannya terulur ke atas kepala Tsumugi. Tsumugi yang tak menyadari hal itu menoleh, menyebabkan pandangan mereka saling bertemu.

"Ya, suka-" Tsumugi terdiam sejenak. Ia terkejut dengan apa yang ia lihat sekarang. Sosok Gaku yang juga tiba-tiba terdiam membuat seolah waktu tiba-tiba berhenti pada detik itu.

"Ke- kelopak bunga, jatuh di rambutmu." ucap Gaku gugup. Ia menarik tangannya lalu menyembunyikan kelopak bunga yang ia ambil ke belakang punggungnya.

"Te- terima kasih."

Sejenak suasana menjadi canggung. Suara angin berhembus sedikit-demi sedikit menjadi riuh, solah menyuruh mereka untuk segera memecah keheningan.

"Bukankah anginnya cukup kencang untuk udara pagi hari?"

"Benar, tapi karena itu kita seperti sedang bermandikan kelopak sakura." balas Gaku santai. "Ah- apa kau ingin masuk ke dalam penginapan?"

"Tidak. Aku baik-baik saja. Sayang sekali jika kita kepenginapan sekarang. Pemandangan ini sangat indah. Terima kasih telah membawaku kemari."

"Tentu saja." Ucap Gaku bangga. "Aku kesini bersama ibuku tahun lalu. Saat itu aku tersesat ketika mencari tempat pemandian, lalu aku menemukan tempat ini tersembunyi di samping penginapan." Gaku mengingat waktu ketika ia pergi ke tempat ini sendirian. Saat itu langit cukup gelap setelah hujan. Panginapan yang luas membuatnya sedikit bingung mencari arah ke tempat pemandian karena gedung tempat pemandian dan penginapan terpisah, meski hanya beberapa meter tapi tetap saja itu sedikit membingungkan. Gaku saat itu salah berbelok dan ia malah mengarah ke kolam di samping penginapan. Awalnya ia merasa sedikit takut melihat pohon sakura menjulang tinggi di pinggir kolam, namun tak lama kemudian, bulan mulai terbit dari balik awan yang lembut. Perlahan, sinar bulan mulai memancar, menyinari permukaan kolam yang tadinya gelap dengan pendaran cahaya memantul dan menyebar, membuat air yang tadinya sunyi kini berkilau dengan indahnya. Gaku menatap, terpesona, seolah bulan yang baru saja terbit membawa kedamaian yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ketika ia melihat ke arah pohon sakura di depannya ia semakin merasa takjub. Pohon sakura itu bergoyang lembut tertepa angin malam, seperti dahannya bergoyang mengajaknya untuk menari. Sesekali bunga-bunga berwarna merah muda dan putih jatuh perlahan, seperti salju musim semi yang menyelimuti air di bawahnya. Pohon tersebut berdiri kokoh dengan keanggunannya membuat Gaku tak bisa melepas pandang. Ia sangat terpukau, terpesona. Keindahannya membuatnya mengingat sosok wanita dengan gambaran yang sama. "Aku ingin melihat ini dengan Tsumugi."

"Pemandangannya cukup indah saat malam hari." sambung Gaku dengan senyuman cerah di wajahnya.

Tsumugi tersenyum lembut sambil memandang pohon Sakura bersama dengan latar belakangan langit yang berubah menjadi abu cerah.

"Pagi hari juga sangat indah. Pemandangan pagi hari ini, aku menyukainya."

Gaku tertawa pelan. Pemandangan pagi ini memang sangat indah. Baik malam atau pun pagi hari, bagi gaku pohon sakura dihadapannya tetap terlihat cantik.

"Mengenai taman bermain yang diberitahu oleh ayahku. Apa kau mau pergi kesana?"

"I- itu. Aku belum memutuskan."

"Pergilah. Aku akan menemanimu."

"Gaku san akan lebih menarik perhatian disana."

"Benar juga. Tapi itu tempat yang aman. Aku yakin ayahku lebih baik dalam mencari tempat yang bagus."

Tsumugin terkekeh geli.

"Gaku san mengajakku pergi ke berbagai tempat. Ke kuil, ke tempat bermain-" Tsumugi menjeda. Ia tidak melanjutkan lagi ucapannya. Sadar akan hal itu Gaku ikut berbicara.

"Aku ingin kita menghabiskan banyak waktu bersama."

Tsumugi menatap ke arah Gaku. Ekspresi wajahnya tampak bingung dan gelisah.

"Itu... soal itu-"

"Andaikan bisa, aku ingin bersamamu! Aku ingin selalu bersamamu. Bertemu denganmu, menghabiskan waktu berdua denganmu. Selama aku bisa, aku ingin melakukannya. Aku selalu ingin," Tsumugi menatap mata Gaku dengan raut wajah sedih.

"Tsumugi," Gaku menatap mata Tsumugi dengan tajam. Ia menunjukan keseriusan dalam ucapannya. "waktu yang kita lewati berdua adalah harta karun yang sangat berharga. Aku ingin memegang tanganmu dan berada di sisimu. Aku berjanji akan menjadi laki-laki yang terbaik dalam hidupmu, menghargai dan menghormatimu, melalui semua petualangan hidup bersamamu, menghabiskan sisa waktu kita bersama. Tsumugi, selamanya bersamamu saja tidak akan cukup, tetapi mulai hari ini dan seterusnya, aku bersumpah untuk memanfaatkan setiap momen sebaik mungkin. Jadi dalam janji suci ini, aku memohon padamu, maukah kau mulai saat ini hidup bersama-"

"AKU MENOLAK!"

Baik Tsumugi maupun Gaku menoleh ke arah yang sama. Mereka melihat Takanashi Otoharu, ayah Tsumugi yang berdiri gestur marah. Dari setiap kasus, ayah mana yang tidak marah jika anak perempuannya di ajak menikah oleh seorang laki-laki bahkan tanpa ada restu darinya.

"A- ayah!" Tsumugi terkejut bukan main.

"Apa yang kau lakukan kepada anakku, Yaotome Gaku kun?"

"Ta- takanashi san. Tidak! Aku belum melakukan-"

"Gaku san!"

"Ah! Bukan maksudku kita tidak melakukan apapun!"

Dengan raut wajah kesal, ayah Tsumugi mendekati Tsumugi lalu menyembunyikan anaknya dibalik pungunggung.

"Sangat bagus sekali Yaotome Gaku kun. Kau merayu anakku di depan pemandangan yang indah ini. Tentu saja Tsumugi akan menyukainya. Tapi ingat, aku belum merestui kalian jadi kau tidak di izinkan berduaan dengan anakku."

"A- ayah. Jangan seperti itu."

"Kita kambali ke penginapan, Tsumugi." Takanashi membawa kembali anaknya, menuntunya untuk berjalan menjauhi Gaku. Tsumugi hanya pasrah di bawa pulang oleh ayahnya. Namun di balik itu, Tsumugi sempat melirik ke arah gaku dan memberi gestur permintaan maaf. Gaku yang melihat hanya bisa pasrah dan tersenyum lemah.

"Aku akan menghubunginya lagi nanti."

Hatinya tidak bisa menyerah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top