Bab 9

Butuh beberapa waktu sampai Bapak tidak ada di rumah. Keyna hanya ingin bicara pada Nava tanpa diinterupsi oleh siapa pun. Begitu Bapak pergi keluar rumah, Keyna mengajak Nava untuk bicara di ruangan depan. Nava yang kebingungan menurut dan duduk di sofa ruang tamu.

Keyna menahan diri agar tidak marah mengamuk mencakar Nava, menahan emosi yang sudah meluap membuatnya malah menjadi menangis. Dia tak mau basa-basi dan muak saat Nava terlihat kebingungan memandanginya yang sedang menangis.

“Kamu kenapa, Na?” Nava bertanya dengan wajah polosnya.

Keyna langsung segera menghapus sisa air mata dan wajahnya mulai kencang. “Kamu yang nyebarin info itu, kan? Memang itu info fakta? Bisa-bisanya kamu nyebarin berita bohong!”

“Berita apa?” Nava mengelak dengan wajah polos seperti tidak tahu apa-apa.

“Kalo aku ini anak dukun santet. Tau dari mana kamu? Siapa sumber ceritanya?”

Nava tergagu. “Kok kamu nuduh aku?”

“Karena kamu yang paling mungkin jadi pelaku.”

Waktu itu jadi pembelot. Sekarang wajar saja bisa jadi tukang nyebarin gosip.

“Emang aku pernah jahat sama kamu? Kok nuduh aku begini sih?” Nava balik bertanya dengan nada kecewa.

“Kamu yang bikin Awan menjauh. Kamu suka sama Awan? Nggak rela Awan sama aku? Nggak mau dia nikah sama aku, kan?” Keyna tertawa sinis, mengorek luka yang tak seberapa itu. Lebih sakit luka akibat dijahati oleh seseorang yang sudah dianggap sebagai saudara.

“Jadi, kamu memang sengaja ngomong hal itu ke Indra? Itu rahasia keluarga aku, meskipun kalo bener. Nyatanya kan itu nggak bener! Kamu yang bohong atau memang dengar ceritanya begitu?”

Mata Nava membelo marah. Wajahnya sudah disetel kenceng. Bukannya menyesali perbuatannya kok malah mau ikutan marah?

“Kalo kamu nggak jujur, aku tau kamu tau info itu dari mana. Kamu mau aku nuduh mamamu yang cerita hal bohong itu ke kamu? Mamamu nggak pernah cerita hal kayak begitu, kan? Nggak kasian sama beliau di sana!!” seru Keyna mulai meninggi. Matanya seperti mau melompat dari tempatnya.

“Iya! Memang aku yang nambahin info itu. Orang pinter ya memang dukun! Memangnya salah?” Nava memasang wajah penuh emosi. “Awan terlalu bagus buat kamu. Nggak rela aja. Awan tu orang baik-baik, ibadahnya bagus. Masa nikah sama cucu dukun!” celetuk cewek itu.

Keyna mendesis kesal. Amarah segera memuncak membakar sekujur tubuhnya sampai memanas.

“Keluargaku bukan dukun! Jahat banget kamu! Nggak inget siapa yang bantuin kamu? Nah, ini juga, maksud kamu apa? Kamu muka dua di depan aku dan Bapak. Kamu minta bantuan aku buat cegah Bapak, tapi kenapa dukung Bapak sama Tante Sanna. Kenapa kamu nyuruh Bapak agar aku yang nikah duluan?”

Keyna tidak apa-apa jika Nava memang ingin mendukung Bapak dengan Tante Sanna. Tapi mengapa malah membuat Keyna yang jadi sasaran seolah dialah halangan besar sampai harus dinikahkan duluan? Bahan obrolan labrakan yang ini membuat Nava menjadi melongo. Mungkin terkejut bukan main karena Keyna mengetahui hal itu.

“Kalo kamu nikah cepet-cepet, aku lega. Paling kamu dinikahin sama cowok random yang aku nggak kenal apalagi aku sukain. Aku nggak akan kesal. Kamu pasti tahu alasannya kenapa aku dukung Bapak sama Tante Sanna. Aku nggak bisa bersama Arsyi, meski aku suka banget sama dia. Jadi kamu juga nggak akan bisa sama dia! Aku tahu kamu masih suka sama dia!”

Keyna speechless bukan main karena perasaannya benar-benar menjadi urusan Nava sampai cewek itu repot sekali mengatur strateginya.

“Arsyi nggak suka sama kamu ya sampe hopeless banget begitu? Malah jadinya menjebak aku? Hah? Supaya aku nggak bisa bersama Arsyi? Karena kita malah jadi saudara?” Keyna tertawa sinis meski matanya berlinang air. Sorotnya marah dan berbinar karena tertawa geli.

“Kamu suka dia, kan? Tapi, kenapa ga pernah mau ngaku! Ngaku aja!! Kamu munafik. Kenapa dulu ngga mau jujur atau deketin dia? Nggak pede? Sampe sekarang masih suka sampe ngelarang Bapak nikah sama ibunya?”

Keyna tahu dulu dia minder dan takut Arsyi tidak suka, makanya berusaha jaga sikap. Kalau Keyna mengungkapkan perasaan atau ekspresif ke Arsyi, apa bedanya dia dengan perempuan lain yang ngejar dan confess ke Arsyi?

“Suka atau engga itu urusan aku sama Arsyi, kalopun emang suka, ya Arsyi sendiri orang pertama yang harus tahu! Kamu ini bodoh atau apa? Aku sama Arsyi memang nggak akan bisa bersatu. Aku nggak marah kamu mikir supaya aku dan Arsyi akan jadi saudaraan. Aku malah jadi ketawa.” Keyna mengulum senyum bengis. “Aku marah, kenapa kamu bohong berkali-kali? Soal gosip itu. Dan juga, kenapa kamu dukung Bapak sama Tante Sanna, tapi nyuruh aku ngelarang mereka. Mau bikin aku ribut sama bapakmu? Dan, apa kamu lupa, kalo aku nggak ada hubungan darah sama Pak Darso? Kalo aku berjodoh nikah sama Arsyi pun bisa-bisa aja kok. Gimana kalo itu terjadi?” Keyna kepedean banget dan berusaha nakutin Nava.

“Nggak mungkin, Arsyi nggak suka sama kamu!” pekik Nava seraya histeris.

“Semua hal bisa terjadi. Rencanamu buat bikin aku terjebak sama lelaki entah-siapa itu udah gagal. Gimana kalo aku berjodoh sama Arsyi?” ledek Keyna cekikikan.

Nava marah dengan matanya melotot penuh kebencian nangis histeris sampai suara lengkingannya mungkin akan terdengar sampai ke luar. “Nggak mungkin! Arsyi mana suka apalagi cinta sama kamu!”

Itu seperti pengumuman valid. Semua orang tampaknya juga tahu. Keyna merasakan nyeri hatinya berkali lipat. Tapi, ini bukan saatnya untuk galau.

Nava bangkit dari duduknya ingin segera pergi atau kabur menuju pintu depan rumah. Keyna segera menarik tangan Nava. Emosi yang sudah ditahannya menjadi terlepas dalam kendali. Begitu pun terjadi, tangannya dengan ringan diayunkan ke pipi Nava menciptakan tamparan pedas. Nava menjerit keras seperti disiksa di kamp konsentrasi, disertai suara tangis menggelegar.

Tidak puas hanya menampar Nava, Keyna pun juga menjambak Nava yang hendak kabur ke arah pintu rumah depan. Saat berhasil mendapat helaian rambut panjang Nava, Keyna menarik kembali dengan kesal.

“Kamu fitnah aku. Bahkan aku nggak kenal dan nggak tau tentang keluargaku sendiri. Bisa-bisanya kamu mengarang yang enggak-enggak! Jadi begini aslinya kamu di belakang aku? Dasar tukang fitnah! Tukang bohong!” Keyna meraung marah dan tidak peduli lagi, jika ada istilah kesabaran setipis tisu, itu juga tidak layak untuk disebut demikitan. Dia sudah membentak-bentak dengan nada kasar yang tak pernah dilakukan seumur hidupnya. Air mata sudah memenuhi pelupuk mata mengaburkan pandangan. Wajahnya memerah. Sekujur tubuhnya memanas seakan mendukung emosi dalam dadanya.

Keributan mereka di depan pintu diketahui oleh Darso yang muncul dari halaman depan, segera mencegah Keyna yang ingin memukul Nava lagi. Lalu Nava terlepas dari cengkeraman Keyna dan lari ke halaman rumah seraya nangis-nangis bersuara keras histeris dan teriak-teriak berulang kali.

“Aku dipukulin sama Keyna!”

Kejadian itu mengundang rasa penasaran warga yang sedang berada di sekitar. Membuat gosip tentang perempuan bernama Keyna semakin panas.

Setelahnya Keyna izin tidak masuk kerja untuk pergi ke kampung halaman Bapak, tempat dirinya berasal, menemui rumah berantakan bekas terbakar yang lingkungannya sepi. Tempat keluarga kandungnya. Keyna meminta alamat rumah itu dari Darso sebagai syarat tidak akan mengganggu rencana pria itu untuk menikahi Tante Sanna.

Darso mengatakan memang sudah semestinya Keyna tahu siapa dirinya. Darso menjanjikan akan menyelesaikan kasus warisan keluarga Keyna yang ditinggalkan oleh Nek Dining.

Saat pergi ke sana, tidak ada yang berani menggunakan sisa-sisa bangunan itu karena katanya aset-aset itu milik dukun ilmu hitam dan bahaya. Menjadi daerah terkutuk dan penuh misteri. Kenari juga pergi ke makam keluarganya.

Warisan Nek Dining dituliskan di surat yang dicatatkan melalui badan hukum resmi. Namun, tanah kosong milik neneknya agak sedikit bermasalah.

“Bapak sudah ingin ngasih tau kamu secepatnya. Tapi ada kendala di tanah warisan. Tanah itu dianggap tanah kosong setelah lamanya tidak digunakan. Bapak mau urusin itu dulu. Ingin ngasih tau semua ini setelah semua beres dan kamu bisa dapetin semua warisannya. Tapi, mungkin sekarang yang tepat untuk kamu tahu. Bapak janjiin bakal bantu mengurus semuanya sampai selesai.”

Kenari sudah lama ikhlas untuk kebahagiaan Darso dan Sanna jika memang mereka ingin menikah. Dia tidak mau berharap lebih nasib akan berpihak padanya dengan berakhir bahagia bersama Arsyi. Sendiri juga lebih baik. Sudah bahagia. Dia akan melupakan Arsyi, kembali menjadi teman seperti dulu pas kuliah. Dan, tidak apa-apa kalau jadi besanan dengan keluarga Arsyi dalam arti yang lain. Keyna tersadar, Darso berhak menentukan hidupnya. Tante Sanna juga berduit tidak akan menjadi beban. Keyna membiarkan Arsyi, sang masa lalunya berada dalam bentang yang semakin mendekat.

“Kenapa gue melarang? Awalnya mungkin karena gue marah dan kesal dengan hidup gue, apalagi akan berakhir jadi di dalam satu keluarga dengan kondisi yang aneh begini. Sekarang gue udah terima hidup yang nggak sesuai harapan. Inilah akhir gue dengan Arsyi. Karena gue udah paham. Setiap orang berhak memilih pada tempat ternyamannya. Gue nggak mau dijodohin, gue mau punya pilihan sendiri. Darso juga punya pilihan masa depannya sendiri. Kalo gue pake alasan nggak setuju karena masih punya perasaan dalam ke Arsyi, rasanya juga nggak adil. Lagian, gue bukan darah daging Darso. Gue nggak bakal sama Arsyi juga, kan? Dia nggak punya perasaan apalagi minat nikahin gue. Ngapain sikap gue kayak konyol kalo melarang pernikahan itu!”

Kata Bapak, kalau Keyna dan Arsyi berjodoh, ya tetap bisa menikah kok. Iya, pernikahan dua orang tua itu bukan jadi penghalang untuk keduanya. Makanya dua orang tua itu tetap melangsungkan pernikahan. Dasar puber kedua sialan!

Sebelum acara lamaran dua orang tua kasmaran itu. Arsyi mengajaknya bertemu untuk bicara sesuatu. Bukan. Cowok itu tidak menyatakan masih keberatan soal pernikahan ibunya. Arsyi memastikan informasi yang dia dapat tanpa memberikan hal lebih.

“Selama itu kamu suka sama aku, Na?”

“Iya.”

“Maaf, Na, aku nggak bisa—”

“Aku tau. Makanya aku juga udah berusaha biar nggak semakin lama lagi. Ar, aku nggak tahu masih beneran suka sama kamu atau engga. Sepertinya itu cuma perasaan di mana aku berharap ke seseorang yang dulu memang pernah dekat sama aku. Perasaan harapanku ke kamu mungkin nggak sebesar dulu. Dulu hanya karna aku tau kamu baik dan beda, aku mengira kamu suka sama aku. Aku gak mau untuk berharap itu masih sama sekarang.

“Sama kayak waktu aku nggak jadi nikah sama Dudi dan Awan. Aku patah hati dan ketakutan. Aku takut kehilangan orang yang pernah dekat sama aku. Aku nggak bilang mereka cinta aku, karna nyatanya mereka bahkan nggak pernah mencintai aku. Mereka mudah pergi begitu saja. Saat-saat itu, saat aku dan mereka nggak bisa lanjut berhubungan lagi, aku masih berusaha meraih mereka dengan berharap mereka akan suka ke aku lagi. Nyatanya mereka nggak bisa memiliki perasaan lebih besar lagi.”

Beberapa bulan setelah Bapak menikahi Tante Sanna, Pak Darso memberikan sesuatu. “Ini yang saya janjikan. Warisan keluarga kamu resmi di tangan kamu.”

Keyna memilih hidup baru pergi dari rumah untuk ngekos dan membeli bangunan untuk kafe.


❤❤


19 Mei 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top