Bab 39

Hati Keyna diliputi gelisah tak karuan dan nyeri yang tidak tahu yang mana jadi sumber sakit hatinya. Pengakuan Arsyi yang merusak bayangan hubungan pertemanan yang sudah Keyna bangun selama ini. Atau kepergian Jati yang seolah menghindarinya, padahal tahu dirinya sedang berada di rumah Bu Sanna.

Sampai sekarang nomor Jati masih tidak aktif.

Keyna memang awalnya pergi naik angkot tanpa tujuan karena hanya untuk menghindari Arsyi. Dia turun angkot memilih yang jurusan menuju suatu tempat yang jadi tujuannya. Dia memutuskan untuk pergi ke danau dekat rumahnya. Mungkin di sana jadi pilihan yang tepat untuk membuatnya tenang setelah apa yang terjadi di hari ini. Dia inginnya pergi ke kios kosongnya. Hanya saja jaraknya cukup memakan waktu dan pergi ke danau juga bukan pilihan buruk.

Cewek itu duduk sendirian di tepi danau yang sepi. Tidak ada orang lain. Mana ada yang betah memandangi danau jelek itu. Tapi tempat itu sudah menjadi tempat favoritnya sejak masih sekolah untuk dia menyendiri. Dulu dia juga suka berteriak seorang diri untuk melampiaskan emosinya. Berharap tidak ada ikan atau ular danau mitos, yang terganggu dengan suara teriakan depresinya.

Matanya mendadak memanas dan berair lagi. Pandangan kehijauan di depannya menjadi buram dan air mata deras turun begitu saja tanpa bisa ditahan. Menangis tidak menyelesaikan masalahnya, tapi tidak akan membuatnya jadi arca batu. Dia hanyalah manusia biasa yang bisa menangis atas masalah yang di luar kuasanya.

Ponsel Keyna berbunyi, tidak mau mengecek karena malas kalau Arsyi yang akan menghubunginya.

Keyna terperanjat, bukankah dia masih memiliki Jati yang pasti akan menghubunginya? Tidak mungkin Jati tidak mencarinya yang tanpa kabar. Atau mungkin bisa saja terjadi mengingat Jati sedang marah padanya.

Keyna tidak mau melihat ponselnya. Dia tidak mau menjadi semakin sedih jika tidak sesuai harapan. Tidak mungkin Jati mencarinya setelah marah sampai meninggalkannya tanpa ingin bicara terlebih dahulu. Bahkan lelaki itu mematikan ponsel agar tidak bisa diganggu. Mungkin Jati sedang marah sekali. Keyna menangis kejar lagi mengingat Jati sedang marah besar padanya.

Ponsel Keyna terus berdering tanpa henti. Cewek itu mulai terganggu, jadi meraih dari saku kardigannya untuk mencari tahu siapa sih orang resek yang mengganggunya. Awas saja kalau membahas soal pekerjaan di hari libur yang mengenaskan ini! Ini hari libur yang seharusnya indah dan menenangkan. Bukan yang menekan jiwa dan batinnya.

Alangkah terkejutnya saat mendapati sang pemanggil telepon adalah Jati. Saat dering mendadak berhenti Keyna mendesah kesal. "Yah, Ja??"

Tapi kemudian nama Jati muncul lagi seakan memohon untuk telepon itu diangkat.

"Halo? Jati?" Keyna menerima panggilan suara itu dan bersuara dengan nada parau tersendat karena habis menangis.

"Kamu sekarang di mana? Aku cari ke rumah Tante Sanna dan rumah Pak Darso, kamu nggak ada," cerocos Jati tanpa beban seolah marah dan kesal mencarinya ke mana-mana dan lagi capek.

"Rumah Pak Darso? Mana mungkin aku ke sana!" seru Keyna ketus.

Pasti di sana ada Nava. Kalau tidak penting amat Keyna malas menginjakkan kaki ke rumah itu.

"Ini makanya aku telepon karena aku cemas nggak ada kamu di sana. Aku mana bisa mikir."

"Tadi kamu pergi gitu aja dari rumah Bu Sanna seolah nggak mau ketemu atau lihat aku. Terus sekarang bilang lagi cemas? HAH?" Keyna menangis lagi meski diselingi tawa penuh kesinisan.

"Sayang, dengerin dulu. Ya, ngapain aku ganggu kamu yang lagi ngobrol serius sama Arsyi. Aku juga harus secepatnya kembali ke kolam pemancingan lagi buat jemput ayah. Ibu nyuruh cepet-cepet bawa Ayah pulang karena mereka ada tamu penting. Ibu sampe neleponin terus. Hapeku sampe low batt, ini aja cuma keisi baru 60%. Aku sambil bawa power bank. Jadi cepet infoin kamu sekarang lagi di mana?" Jati menjelaskan dengan nada tenang.

Membuat Keyna malah jadi kesal dan lega. Kesalnya karena ternyata Jati melakukan hal yang tidak terpikirkan alias ternyata masalahnya sepele. Leganya, Jati pergi segera pulang bukan karena marah besar.

"Danau, yang waktu kita pernah ke sini pas kita baru kenal. Danau dekat rumah aku," jelas Keyna supaya Jati tidak bertanya lagi karena kesal dikasih info setengah-setengah.

"Aku nggak inget jalannya. Kamu share loc aja ya!"

❤❤❤

Dalam waktu 30 menitan Jati sudah muncul di danau dengan motor birunya. Lelaki itu memakai celana jeans panjang dan jaket hitam membalut kaus biru tua. Jati menghampirinya dengan langkah setengah berlari.

Keyna sudah mau bangun dari duduknya, tapi Jati segera menahan bahunya agar tetap duduk di rerumputan pinggir danau. Lelaki itu juga mengambil posisi duduk di sebelahnya.

"Kenapa kamu diem melihat dari jauh, biarin aku ngobrol sama Arsyi? Seolah sengaja biarin aku berduaan sama Arsyi. Kamu nggak peduli sama aku?" Keyna masih kesal. Tapi bukankah dia memiliki alasan untuk marah dengan hal lainnya.

"Kalian memang harus ngobrol, Na. Untuk bicara hal penting itu." Jati memandanginya tetap tenang.

"Ya, aku jadi mengira kamu marah!" Keyna mengembuskan napas kasar.

"Sebenarnya aku emosi melihat kalian. Makanya aku diam dan pergi. Kebetulan Ibu juga nyuruh secepatnya aku pulangin Ayah ke rumah. Aku cemburu sama Arsyi, nggak suka kamu masih akrab sama dia. Aku menangkap hal lain kalian bukan cuma sekadar temanan, dia tuh suka sama kamu."

Keyna menggertakan rahangnya. "Bukan menangkap hal. Tapi kamu emang udah tau. Arsyi udah bicara apa sama kamu? Kapan kalian ketemu? Aku nggak dikasih tau sama kamu."

Jati membuka mulutnya sedikit lalu tertutup lagi. "Iya, setelah hari ultah aku, dia ngajak ngopi bareng. Dia ngaku suka sama kamu. Dan, aku minta dia supaya nggak ganggu kamu lagi."

Oke, jadi Jati tidak bicara jujur padanya karena menganggap itu masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan menyuruh Arsyi agar tidak mengganggu lagi. Itu gertakan kacangan yang tidak dianggap serius atau menyeramkan oleh Arsyi. Justru Arsyi masih tetap menghubunginya untuk ngajak ketemuan.

Kalau begitu memang harus menjauhi Arsyi jika kelakuannya akan semakin parah. Semoga saja lelaki itu selama ini cuma iseng dan halu. Semoga saja Arsyi tidak serius pada ucapan-ucapannya hari ini.

"Kamu juga nggak jujur cerita sama aku kalo Arsyi ganggu kamu dengan pesan-pesan ajakan ketemu itu." Jati menyindir.

Keyna diam saja. Jati memang berhak marah juga.

Jati bertanya lagi, "alasan kamu mau sama aku karena biar lupa sama Arsyi?"

Keyna mendecih. Di saat tadi sempat tenang karena Jati selama ini berusaha menjaga hubungan mereka di hadapan Arsyi, saat ini Keyna dilemparkan pertanyaan yang penuh keraguan itu. Bagaimana kalau Jati tidak percaya dan akan melepaskannya begitu saja karena hubungan mereka dilandaskan dengan kecurigaan saja.

"Nggak. Aku jujur, aku lebih ingin nikah sama kamu dibanding Arsyi."

Jati tidak percaya dengan mata menyipit curiga.

"Aku tenang sama kamu, Ja. Kamu juga nggak pernah ninggalin aku. Nggak cepat berpaling." Keyna perlu menjelaskan. Dia pernah bingung bagaimana mengungkapkan apa yang dia rasakan pada Jati. Mungkin saat inilah dia harus bisa menjelaskan itu.

"Intinya kamu mau sama aku karena aku mau sama kamu?" celetuk Jati agak pedas.

"Memang apa lagi alasannya? Terus kenapa kamu mau sama aku? Aku tau waktu itu kamu pasti udah diceritain hal-hal yang buruk oleh Nava tentang aku. Kenapa kamu milih mengabaikan itu dan tetap mau lanjut dan percaya sama aku?" Nada suara Keyna semakin lama semakin meninggi. Emosinya naik turun dan berakhir pada marah dan kesal.

Jati memegang dagu Keyna agar mereka menjadi saling tatap. Cewek itu menjadi membeku dan matanya tidak bisa menghindari tatapan Jati.

"Kenapa aku mau sama kamu? Karena aku nggak melihat ada yang salah sama kamu."

"Tapi sekarang kamu meragukan aku, kamu akhirnya udah melihat ada yang salah sama aku, kan? Sama hubungan ini? Kamu nyesel kenal aku dan marah sama aku, kan? Kamu pergi membiarkan aku sama Arsyi. Kamu nggak peduli sama aku lagi ya? Kamu marah dan kecewa?"

Jati memeluk tubuhnya dengan menenangkan, seakan ucapan rentetan penuh emosi yang Keyna luapkan dan raut wajah Keyna sudah terlihat sangat depresi atas semua ini.

Jati bersuara lirih dan sendu. "Aku takut banget dengan hal yang berhubungan sama Arsyi. Aku takut sama orang lama dan masa lalu kamu. Aku takut kalah. Orang lama selalu jadi pemenangnya, Na. Orang bilang, cinta seseorang habis di orang lama. Orang-orang yang baru muncul cuma jadi pelampiasan untuk melupakan."

Itulah pengakuan mencengangkan dari Jati, yang tidak pernah Keyna duga. Keyna hanya memikirkan diri sendiri, diamnya Jati karena sudah membuatnya marah dan kecewa. Tidak pernah terpikirkan bahwa secara diam-diam lelaki itu cemburu buta pada Arsyi.

Saat Keyna mendongak untuk mencari wajah Jati. Lelaki itu sedang merunduk sedih. Mata mereka menjadi bersibobok. Sorot mata Jati yang lesu dan redup. Gelap. Tidak ada rona bahagia di sana, seakan kebahagiaan tidak tersisa sedikit pun di sana.

"Nggak juga, Ja! Masa laluku kebanyakan ketemu sama cowok-cowok nggak jelas dan brengsek. Lebih keren dan baik cowokku yang sekarang. Kamu suka sok tau!" Keyna mulai salah tingkah dan entah kenapa dia jadi marah pada sikap sok tahu-nya Jati.

"Bener begitu?" tanya Jati memandang dengan mata sedikit melebar. Tidak percaya. Tapi juga ada kelegaan di sorot lelaki itu.

Kepala Keyna mengangguk, dengan raut wajah serius. Sekujur tubuhnya kaku, bahkan dia tidak bisa tersenyum setelah ketegangan panjang yang melanda ini.

"Kenari, maaf. Aku bener-bener takut kamu masih cinta dan memilihnya mau nikah sama Arsyi."

Keyna menggeleng. "Justru tadi aku marah banget sama Arsyi karena pengakuannya itu. Apa-apaan sekarang dengan mudahnya ngakunya suka sama aku!"

Jati tersenyum dengan bibir melengkung. Manis wajahnya. "Jadi, kamu nggak akan mau sama dia ya?" tanyanya ulang memastikan.

Lelaki ini kok mendadak jadi tidak percayaan banget ya?

"Mana mungkin aku milih dia!" elak Keyna cepat dengan nada suara kesal yang keras. Dia bukannya marah, hanya ingin menegaskan ucapannya agar Jati mendengar jelas dan yakin dengannya.

"Maaf, dari tadi aku ngomongnya agak pedas dan sinis. Ngeselin. Aku kesal banget." Jati merangkul tubuh Keyna dan mengecup kening cewek itu dengan singkat dan lembut.

Keyna memejamkan mata dan membalas pelukan pacarnya itu. Hari ini dia sadar akan sesuatu, dia takut kehilangan Jati. Padahal dia yang digoda oleh lelaki lain. Dia takut Jati akan menyerah dan meninggalkannya karena kemunculan Arsyi dalam hubungan itu. Keyna menghirup aroma Jati kuat-kuat.

Tolong, jadikan lelaki ini jodoh dunia dan akhirat saya, ya Tuhan.

Tiba-tiba Jati melepaskan pelukannya. Keyna berhadapan kembali dengan wajah Jati. Cewek itu menganga saat melihat ada sebuah kotak beludru berwarna merah berada di telapak tangan Jati yang terbuka dengan keberadaan sebuah cincin cantik bermutiara berkilauan. Dia belum mampu berkomentar akibat tenggorokannya tercekat.

"Mari kita menikah, Kenari Indah," ucap si Jati Aji Mahira Sarja itu sambil tersenyum manis sekali.

Bisa-bisanya kebetulan macam apa ini dilamar di tempat yang sama saat mereka tidak sengaja seolah dipaksa berinteraksi oleh semesta yang berakhir pada tragedi memalukan itu.

Keyna menganggukkan kepala dengan senyum malu-malu. "Iya, Jati. Kita menikah." Suaranya keluar menjawab ucapan Jati tanpa ragu, dengan seribu keyakinan yang tidak pernah Keyna yakini akan memilikinya.

Pada hari ini dia mengambil keputusan besar pada langkah selanjutnya. Kemudian lelaki itu mengambil cincin dari kotak merah itu dan memasangkannya pada jemari manis tangan kiri Keyna.

Keyna tersenyum semringah seraya memandangi cincin pada jemarinya itu. "Aku masih speechless. Nggak tau nih harus ngomong apa." Suaranya agak sedikit bergemetar begitu cincin terpasang.

Wajah Jati merona, sudah salah tingkah si bapak itu. Bisa salah tingkah juga ya? Dia yang melamar bersikap romantis, dia pula yang salah tingkah.

"Cantik." Jati bersuara dengan suara malu-malu. Ekspresi bahagia kasmarannya juga tidak bisa ditutupi. Salah tingkah dengan kelakuannya sendiri.

Keyna tertawa karena kelakuan Jati. Tidak heran karena pacarnya itu memang sering aneh.

"Iya, bener. Cantik. Kamu pinter memilih cincinnya." Keyna masih tersenyum memandangi cincin itu dengan tatapan kagum dan sebagian dalam dirinya masih belum percaya pada semua yang baru saja terjadi ini.

"Kamu yang cantik, Kenari." Jati membenarkan hal yang Keyna tidak perkirakan.

Bukannya tadi mereka sedang terfokus pada cincin itu? Jadi tadi Jati bukan membahas soal cincin? Keyna semakin salah tingkah dengan senyum semakin merekah lebar di bibirnya. Ngengat semakin berkembang biak menggelitik di perutnya lebih menggelikan dari yang sebelumnya.

"Jaaaa! Kamu, ahhh!" Keyna meringis malu-malu. Dia menutupi wajahnya karena malu berat dipandangi terus-menerus oleh Jati. Wanita itu mengalihkan wajah karena efek panas di pipinya semakin menggila. Bisa gosong kalau terlalu lama dipandangi oleh Jati.

Dari sudut mata Keyna melirik Jati di sebelahnya yang tidak banyak bicara, tetapi wajahnya memerah sampai ke telinganya. Lelaki itu sedang tersenyum-senyum sendirian. Ternyata yang terbakar bukan hanya Keyna saja. Jati juga memanas.

Jadi, seperti ini lah rasanya jika jatuh cintanya saling.

❤❤❤



Belum tamat sih😌




21 Des 2024







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top