Bab 35
Beberapa hari kemudian, tepatnya di hari Sabtu, Keyna akan merayakan ulang tahun Jati di rumah pacarnya itu. Jati mengatakan, inilah waktu yang paling tepat untuk lebih dekat dan memperkenalkan Keyna lebih lama pada keluarganya.
Sejak bersiap-siap tadi pagi Keyna sudah deg-degan bukan main. Dia memang sudah beberapa kali bertemu dengan orang tua Jati. Kali pertama bertemu hanya makan singkat bersama. Yang kedua kalinya saat acara keluarga Arsyi mengundang keluarganya Tifa. Yang saat ini akan jadi pertemuan yang lama dan menjadi urusannya.
Jati berjanji akan tiba di depan kosan Keyna pada pukul 10 pagi untuk menjemputnya. Begitu lelaki itu mengirim pesan sudah masuk ke dalam jalan dekat kosan Keyna, segera cewek itu juga turun ke bawah. Dia memakai sling bag dan menenteng 1 paper bag berwarna hijau muda.
Begitu mobil Jati tiba di depannya setelah putar arah di lapangan terdekat, Keyna segera masuk dan menerima tatapan menggoda dari pacarnya.
“Jangan repot-repot, Yang. Kamu beneran pengen bikin aku gendut makan kue satu loyang lagi ya?” ledek pria itu belum menjalani kemudinya, karena membantu Keyna yang kesusahan membenarkan posisi seatbelt.
“Yeee, bukan buat kamu!”
“Buat camer ya?” Tawa Jati.
“Camerrrr, kayak kamu berani aja bawa keluargamu ke aku.”
“Kamu kok nantangin? Apa memang udah pengen banget ya? Udah nungguin keluargaku ya?”
Keyna yang ketakutan karena bercanda hal itu segera menyesal, sebab Jati tampaknya sangat serius. Saat mobil sudah keluar dan memasuki jalanan besar, mata Keyna yang melihat ke arah jalanan langsung melotot saat melihat sesuatu.
“Jaaa, mampir beli kopi dulu!”
“Iyaa, ke sini?” Jati memperlambat kecepatan mobilnya takut terlewat. Mobil mereka masuk ke dalam parkiran.
“Bukannya kamu lagi batuk pilek?”
“Nggak apa-apa. Kamu di sini aja. Cepet kok.”
Tanpa bertanya atau menawarkan pada Jati, cewek itu bergegas turun. Dia sudah tahu apa yang biasanya Jati suka dan inginkan.
“Jangan bandel deh. Aku mau yang kecil 1, Yaaaang.” Ujungnya Jati mengingatkan kalau dia benar-benar mau juga. Melarang tapi juga tidak memberikan contoh yang baik, malah ikutan mau.
“Iyaaa!!” Keyna pergi menuju kedai kopi dengan cepat-cepat.
Tidak lama antriannya karena masih cukup pagi, Keyna juga memesan menu lewat aplikasinya dan tinggal pick up pesanan. Begitu kembali ke mobil, Keyna membawa plastik kecil dengan riang gembira. Dia mengambil kopi susu miliknya yang besar, punya Jati yang kecil.
Jati melongo saat mengintip plastik yang diberikan Keyna berisi kopi susu ukuran kecil dan cookies.
“Kamu bener-bener pengen bikin aku naek level dari wayang ke power rangers, lalu sekarang mau diupgrade jadi Iron Man?”
Tawa renyah tidak bisa ditahan Keyna. Yang sekarang mana bisa disebut sebagai power rangers, lebih mirip manusia silver.
“Iron Man? Manusia gosokan maksudnya, kan? Bukan Iron Man yang di MCU,” ledeknya sambil menyeruput kopi. Manis dan dingin segera membuat segar kembali.
“Thank you, Yang.” Jati menepuk plastik dengan cengiran tercetak lebar. Entah mengapa sikapnya aneh dan menyeramkan begitu.
“Aku beli di aplikasi, minimal belanja 80 ribu dapet diskon. Aku nambah cookies aja.”
“Iya, nanti aku makan dan minum di rumah ya. Aku baru aja minum kopi tadi. Na, kamu kan habis demam kemarin. Kamu aja masih pilek tuh.”
“Sakit dikit.”
“Nanti sembuhnya lama kalo makannya nggak dijaga.”
“Nggak kok. Ini minum, Ja.”
“Kamu susah dibilangin!”
“Kopsus tuh enak, Ja.” Keyna malah nyerocos hal lain.
“Iya, bener sih enak banget.” Jati menimpali santai.
“Kamu setuju juga, 'kan?” Keyna nyengir penuh kemenangan.
“Nggak dong,” kilah Jati cepat merasa sudah salah malah mendukung ucapan Keyna. “Kopsus bikin batuk pilek makin parah. Nggak baik untuk kesehatan. Gulanya pake gula biang.”
“Gula aren!!” semprot Keyna.
Begitu sampai di depan rumah Jati setelah dalam perjalanan hampir 1 jam. Kali ini di situasi tengah hari yang cerah, Keyna bisa melihat rumah lelaki itu dengan jelas. Rumahnya tidak besar, cukup bagus dari cat dan materialnya yang terawat. Di taman depan banyak koleksi pot-pot tanaman bunga yang sangat cantik menggoda untuk dipetik. Harum semerbak bunga mawar menggoda hidung Keyna saat melewati kumpulan pot bunga mawar. Jati membimbingnya untuk masuk ke dalam rumah. Karena tidak ada yang menyambut di teras, Jati juga terlihat bingung.
“Ibu memang sibuk masak sama Bu Karsih sejak tadi pagi.”
Keyna menahan senyum, tidak tahu saja kalau selama di jalan tadi Tante Widi, ibunya Jati, sudah berkomplot dengannya lewat chat agar ada drama Jati sibuk sendiri masuk ke dalam rumah untuk mencari keluarganya. Sedangkan Tante Widi dan Om Kamil akan keluar dari pintu samping dibantu oleh Keyna, yang ditinggal Jati, untuk menunggu di ruang tamu.
Benar saja, begitu masuk rumah Jati segera pamitan lalu masuk ke dalam rumah untuk mencari orang tuanya. Keyna diminta menunggu dengan manis.
Tidak lama, Keyna dikejutkan oleh Tante Widi yang muncul di depan pintu meminta Keyna keluar rumah dan ikut pergi ke kursi halaman samping di mana sudah ada Om Kamil menyalakan lilin.
“Nak Keyna nanti yang bawa kuenya. Kami takut bikin kue jatuh,” ucap Om Kamil dengan bisik-bisik.
Degub jantung Keyna berpacu cepat. Bagaimana kalau Jati akan segera muncul dan malah memergoki mereka?
Setelah lilin menyala pada kue cokelat bertuliskan Happy Birthday itu, Keyna menarik napas lega.
“Naaaa! Kenari!! Kamu di mana?”
Suara Jati dari dalam rumah membuat Keyna menahan tawa seraya susah payah membawa kue ulang tahun itu.
Orang tuanya Jati juga sedang menutup mulut takut tertawa dan keberadaan mereka ketahuan. Mereka bertiga masuk ke dalam teras lalu di depan pintunya Jati muncul dan melongo. Sudah dipergoki lebih cepat, mereka langsung menyanyikan lagu Happy Birthday.
Jati yang mendadak jadi kaku hanya menatap bingung. Keyna menyuruh Jati agar tiup lilin diiringi lagunya. Mata Jati mengerjap memandangi keluarganya, seolah tidak percaya dengan kejutan itu. Usai berdoa Jati mematikan lilin dengan kibasan tangan. Biar kuenya tetap steril, katanya.
Jati ingin memeluk Keyna, tapi cewek itu tidak mau kuenya jadi terjatuh dan segera menghindar sambil tertawa. Jati memanyunkan bibir.
“Kami dulu yang dipeluk dong, Brodi. Mentang-mentang ada pacar,” goda Om Kamil terkekeh lalu melebarkan tangan memeluk anaknya dengan hangat. “Selamat ulang tahun, udah makin dewasa, udah kayak bapak-bapak kamu.”
“Ayah, aku tetap bocilnya Ayah.” Gantian Jati memeluk sang ibunya. “Bocilnya Ibu juga.”
“Halah, bocil apaan kok punya kumis tipis! Selamat ulang tahun, Nak. Bahagia selalu.”
Keyna berdiri memandangi dengan hati menghangat. Seperti apa rasanya jika dipeluk orang tua ya? Hatinya bagai diremat pelan, dia iri melihat keluarga Jati. Dia tidak tahu bagaimana wujud orang tuanya, tidak ada yang tersisa apa-apa karena kejadian itu. Bapak hanya pernah bilang kalau ibu Keyna mirip cantik dan imutnya kayak Keyna.
Om Kamil pamitan karena tatapannya terlihat sengaja ingin meninggalkan dua anak muda kasmaran itu. Ayahnya Jati itu memberikan senyum usil pada anaknya.
Keyna memberikan brownies bawaannya pada Tante Widi.
“Makasih, Nak. Anggap rumah sendiri ya, Ibu ke dalam dulu ambil pisau. Ibu potongin kuenya.” Tante Widi bilangnya ingin pergi ke dapur buat ambil pisau agar Keyna dan Jati bisa segera makan nyobain kue ultah dari toko Tante Mira, adiknya.
“Jangan, Tante. Itu kue Jati.”
“Bu, bawa dan potong di dapur aja, ya, oke?” Jati cengengesan seraya membawa kue ultahnya membimbing ibunya berjalan masuk rumah.
“Kalian nggak mau Ibu ganggu ya rupanya. Maaf, Ibu kurang peka.”
Jati semakin tertawa aneh dan itu masih terdengar oleh Keyna.
Jatiiii! Bisa-bisanya kamu bersikap begitu ke ibumu? Keyna gemas sekaligus ingin tertawa geli. Mau heran, tapi kelakuan Jati memang kadang suka aneh.
Setelah itu Jati kembali membawa piring berisi potongan kue. “Yang, dimakan ya.”
Keyna yang sudah mempersiapkan kado kecil bawaannya dan tadi disembunyikan ke belakang tubuhnya, dia segera menunjukannya pada Jati.
“Wah, apa itu??” tanya Jati nyengir pura-pura terkejut.
“Muka kamu lucu banget. Ini kado yang aku janjikan.” Keyna mengangsurkannya pada Jati yang kemudian pindah duduk jadi sebelahnya.
“Bukan yang ini kali?? Kado yang itu nggak sih?” Mata Jati mengedip sebelah.
Keyna menabok dengan hawa panas menyergap pipi. “Enggak ya. Aku takut kalo begituan lagi.”
“Kenapa emang?”
“Soalnya enak. Nanti kecanduan. Kalo jadi pengen mulu gimana?” Keyna berbisik-bisik.
“Ya gapapa, aku nggak keberatan kok.” Jati balas berbisik-bisik dengan wajah serius. Persis kayak dua ibu-ibu sedang gibah.
“Aku nggak mau kalo bukan sebagai suami-istri.”
“Makanya hayuk nikah!”
Keyna malah menabok lengan Jati. “Jangan dijadiin bercandaan deh!”
Tante Widi muncul kembali seraya menenteng teko minuman dengan asap tipis mengepul di lubangnya dan gelas mengiterupsi obrolan mereka dengan senyuman cerah mengukir wajahnya.
“Diminum, Nak. Ibu masuk dulu ya. Kita bonding lagi nanti.”
Keyna terkekeh. “Beres, Tante.”
“Bahasa kalian. Ibu tahu dari mana kata bonding? Kurang bonding apa sampe aku terkejut dikasih surprise? Kok bisaaa?”
Sepeninggal ibunya pergi ke dalam, Jati mencecarnya dengan pertanyaan itu.
“Ibumu yang ngatur rencana. Kalo aku kan udah ngasih kamu kejutan.”
“Yaaa, kejutan dengan ngasih kabar demam tinggi di pagi hari.”
Keyna terkekeh malu. “Nih aku janji, aku sembuh, aku bisa rayain sama kamu di Sabtu ini.” Mata Keyna terfokus tiba-tiba pada teko plastik yang mengepulkan asap. “Ja, serius itu teh panas???” pekiknya heboh tak percaya. “Cuaca panas begini aku disuruh minum panas? Ngebul begitu? Ini pasti kerjaan kamu!”
Jati melotot serius. “No ice! Kamu udah minum es dan gula, tenggorokan kamu itu ntar jadi gatel. Radang lagi. Itu teh hangat ya, bukan teh panas.”
Keyna memanyunkan bibirnya.
“Memang kamu mau minum apa? Bajigur?” Penawarannya malah lebih parah.
“Jatiiii!!” Keyna melempar cowok itu dengan bantal kecil.
Sebenarnya diam-diam Keyna merasa Jati sudah perhatian dan mengingat keadaan dirinya sampai meminta ibunya menghidangkan teh hangat.
“Buka kadonya dong, kamu suka nggak.”
Jati segera terfokus kembali pada kotak berbungkus kertas kado yang masih dia pegang erat seolah menunggu waktu yang tepat ingin buka cepat-cepat. Setelah dibuka Jati senyum cerah saat melihat kotak bergambar jam tangan. Lalu mengeluarkan isinya berupa jam cowok berwarna hitam.
“Makasih, Sayang. Aku suka. Biar pas aku sibuk kerja, saat lihat jam nggak cuma inget waktu, tapi juga inget kamu.”
Duileeehhhh. Keyna menjadi tertawa.
Keyna ikut bahagia sembari senyum panjang tanpa henti.
“Hari ini aku seneng deh, melihat kamu dekat dan hangat banget bareng bersama keluarga. Aku jadi iri karena nggak punya kenangan apa-apa.”
“Kenari, kamu mau punya keluarga baru nggak?”
Kenapa sih lelaki ini masih punya sedikit celah untuk bercanda menggodanya dengan hal-hal semacam itu. Keyna menjadi mendecih.
Jangan bahas itu ya!!!
“Beneran, Na, walau aku nggak punya adik dan kakak, nggak ada keponakan. Sepupuku udah pada nikah dan punya anak kecil. Keluargaku banyak.”
Woiii, gelap amat kamu, Jati!!
Bukannya sedih, Keyna malah jadi tertawa. Semakin dewasa, kematian sudah tak lagi jadi hal yang menyedihkan. Karena semua makhluk juga akan berpulang. Kehilangan adalah hal pasti.
“Ja, kamu udah promosi dengan kalimat itu sebanyak 3 kali,” cetus Keyna karena ucapan Jati tadi memang dimulai oleh dia duluan waktu itu. Dia pernah bilang ingin nambah keluarga angkat lagi, karena Nava semakin kurang ajar dan tidak layak dijadikan sebagai saudara.
“Kamu ingin ke makam keluargamu? Kalo kamu mau ambil cuti untuk pergi ke sana, aku temenin.” Jati mengambil tangannya dan mengelus menenangkannya.
“Jauh, Ja. Tapi, beneran kamu mau nemenin kalo aku ingin datang ke sana? Biar aku kenalin kamu ke mereka juga.”
❤❤❤
9 Nov 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top