Bab 34
Dua minggu setelah acara lamaran Arsyi dengan pacarnya, lewat beberapa chat yang dikirim sudah beberapa kali pria itu mengajak untuk bertemu. Telepon dari lelaki itu yang tak pernah Keyna angkat.
Keyna tidak mau. Jelaslah alasan penolakannya, ngapain pergi sama Arsyi? Apa-apaan sih Arsyi padahal sudah pada punya pasangan dan dalam rencana dekat akan menikah!
Mengapa gelagat Arsyi semakin lama semakin aneh? Jadi rutin mengirim pesan menanyakan keadaannya bahkan masih mengajak ingin bertemu. Bahkan pesan terakhir kali yang Arsyi kirimkan mengatakan kalau pria itu merindukannya. Bikin merinding.
Tidak melupakan juga saat beberapa bulan lalu pria itu senewen soal hubungannya dengan Jati. Kalau bukan karena Arsyi rewel mengomentari dan seakan agak menentang hubungannya dengan Jati, Keyna akan menganggap ajakan Arsyi sebagai ajakan untuk obrolan santai. Malas banget kalau harus berantem dengan Arsyi lagi kalau terlalu banyak interaksi.
Mungkin itulah godaan orang yang mau menikah. Tapi bukankah itu sudah menjadi keputusan penting, menikahi perempuan yang dicintainya? Mengapa melakukan hal yang mungkin tidak akan disukai oleh si pasangannya? Apa benar napsu godaan saat sebelum menikah itu sangat berat dan besar? Matanya akan terbuka lebar melihat hal lain yang jauh lebih menyenangkan?
Dudi dan Awan adalah contohnya.
Keyna jadi kepikiran, bagaimana jika nanti suatu saat Jati akan melakukan hal yang sama? Ah, sakit sekali padahal hanya baru dibayangkan saja.
Apa hal itu juga yang pernah dilalui oleh Dudi dan Awan? Tergoda saat ingin serius dengan seorang perempuan lalu kalah dengan napsu dirinya sendiri. Melihat ada peluang yang lebih bagus daripada hal yang sudah berada di depan matanya. Entahlah. Atau mungkin mereka memang bukan jodohnya saja.
Untungnya tidak berjodoh. Dua lelaki itu sekarang kelakuannya semakin menjijikan, terlebih Awan. Kata Riesa, lelaki itu ketahuan selingkuh dengan perempuan lain. Istrinya yang berasal dari keluarga kaya raya sudah menggugat untuk bercerai. Sudah susah ekonominya karena usaha bangkrut malah memperumit hidup dengan berselingkuh dan kehilangan istri tajirnya yang dipilih karena koneksi keluarganya untuk membantu pekerjaannya dulu di pialang. Demi bisa mencari investor kaya.
Pagi hari Keyna dimulai dengan demam dan panas tinggi dan harus meringkuk di kasur. Yang akan membuat dirinya akan tidur lemas seharian tepat di hari ulang tahun Jati.
Lelaki itu pernah bilang, meski tidak bisa bertemu pas hari ulang tahun, dia ingin minta ditemani lewat pesan atau dinyanyiin lagu Happy Birthday di telepon juga tidak apa-apa. Karena mereka baru bisa bertemu di hari Sabtu nanti.
Keyna seraya meringkuk dalam selimut sempat bertelepon dengan Jati dan menceritakaan keadaan sakitnya dan minta maaf kalau dirinya hari ini akan lebih banyak melakukan hibernasi alias tidur. Tubuhnya panas. Menggigil. Lemas. Napasnya berat.
Sepertinya akhir-akhir ini sedang kurang menjaga kesehatan atau tubuhnya meminta waktu untuk istirahat. Demam tingginya sejak semalam membuat isi kepalanya berpikir hal-hal liar. Mimpi aneh dan menyakitkannya sampai tadi sempat terbayangi oleh Arsyi, Dudi, dan Awan. Kelakuan Arsyi akhir-akhir ini membingungkannya.
“Sakit? Tadi jam 5 pagi kamu chat aku nggak bilang kalo lagi sakit.” Lelaki itu sepertinya panik dan nada suaranya cukup histeris.
Jati tampaknya tidak peduli dengan topik urusan hari ultahnya hari ini yang tadi menjadi tujuan Keyna menjelaskan kondisinya tidak bisa menemani Jati bertelepon dan balas chat secepatnya. Keyna ingin rest total.
“Tadi belum parah. Aku kan tidur lagi, pas bangun semakin demam. Aku kira bakal turun panasnya setelah bangun tidur.”
“Memangnya kamu ini teh manis panas yang didiemin aja lama-lama panasnya bakal ilang dengan sendirinya?” Jati terdengar sangat cemas, masih saja masih bisa bicara hal lucu.
Keyna menjadi tersenyum dan terkekeh pelan karena omongan Jati.
“Jangan ketawa aja, omongan aku nggak bisa bikin kamu sembuh.”
“Tapi, kamu lucu, Ja.” Keyna semakin senyum lebar.
“Sayang, aku nggak bisa ke sana. Pagi ini aku harus ke kantor.”
“Jangan ke sini. Oke? Aku baik-baik aja.”
“Kamu segera konsul di dokter online dulu, biar obatnya cepet dikirim. Atau kamu ada stok simpenan obat penurun demam?”
“Ada kok paracetamol. Aku butuh surat dokter, jadi harus ke klinik. Ahh, aku juga maunya semudah itu konsul di dokter online aja lalu obatnya akan dikirim.”
“Klinik buka jam berapa? Kamu harus ke dokter ya. Minum obat.”
“Iya, nanti siang aku akan ke klinik. Pagi gini belum buka. Biasanya jam 9.”
“Terus obat buat di pagi ini?”
“Ada obat paracetamol buat sementara.”
“Aku pesenin makanan kamu bisa ngambilnya? Kamu mau apa?”
Keyna tidak menolak. Karena dia bahkan tidak kepikiran untuk sarapan. “Aku mau bubur ayam.”
“Oke. Pake sate usus, kan?”
“Iya. Makasih, Sayangku. Maaf yaa, aku nanti mungkin bakal tiduran atau tidur nyenyak. Mungkin lama bales pesan kamu. Hadiahnya nanti pas kita ketemu ya?” Keyna tertawa lalu berujung jadi batuk-batuk. Duh, tenggorokannya sakit sekali. Rasanya seperti terluka dan perih.
“Kalo hadiahnya ngaret harusnya istimewa.”
Keyna meringis. “Iya, iya, nanti hari Sabtu saat ketemu, aku cium ya?” Ledeknya.
Jati malah jadi semangat sampai suaranya berteriak keras. “Yang bener?”
“Iya. Kamu nggak mau?”
“Mau lah. Kalo gitu sekarang aja!” Ajaknya tanpa nada ragu. Tanpa mau menunggu lama-lama. Atau takut kesempatan itu bakal hilang.
Keyna menahan batuknya. “Kamu mau aku sembur pake air liur karena batukku?”
“Ga peduli aku,” tepis Jati terdengar serius.
"Sabtu aja, titik.”
“Kamu bikin aku jadi nggak tenang,” sahut Jati dengan nada kesal yang lucu. Kesal bukan karena marah. “Berapa hari lagi kita bisa ketemu sih??”
“Maaf, aku merusak hari bahagia kamu. Selamat ulang tahun, Sayang.” Keyna terkekeh pelan dengan suara seraknya.
“Kenari Sayang, kamu lebih penting. Istirahat ya, nanti aku kabarin kalo makanannya udah deket. Kamu nggak apa-apa ambil makanan didrop di depan pagar?”
“Nggak apa-apa. Aku nggak selemah itu. Kamu udah di kantor?”
“Baru mau jalan. Aku tutup ya, biar kamu istirahat. Cepet sembuh, Sayang.”
“Iyaaa, Sayang.”
❤❤❤
Selagi Keyna menunggu antrian di klinik yang terdekat dengan kosan, dia memilih birthday cake untuk dikirim ke alamat kantor Jati. Pilihannya jatuh pada kue berbentuk bulat berdiameter 10 cm dengan taburan cokelat di atasnya.
Keyna sudah mengirim kue cantik dan lezat yang dibeli dari toko dekat kantor Jati dengan pengiriman instan. Sebab hari ini lelaki itu disuruh untuk masuk kantor atau from office, oleh atasannya. Entah karena mau dikerjain karena lagi ulang tahun atau ada jadwal meeting penting.
Karena lelaki itu menghilang begitu saja setelah mengucapkan terima kasih serta foto bergaya imut memamerkan kue ulang tahun dengan tulisan 'Happy Bday Bubs'. Jati pamitan katanya lagi sedikit hectic lalu tidak ada pesan masuk lagi ke ponselnya dari jam 1 siang tadi.
Di dalam kamar kosannya, Keyna terbaring lesu. Dia memandangi langit-langit kamar dengan matanya yang sayu dan berair. Pandangannya panas dan seolah dunia sedang terbakar api. Buram. Matanya lelah menatap pada lampu di atasnya. Silau. Jika dia mematikan lampu akan gelap sekali. Dibantu lampu kecil di meja yang diletakkan menjauh mungkin akan membantu penerangan sedikit.
Keyna mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu kecil di meja. Dia kembali merebahkan diri. Jam di ponselnya sudah pukul 3 sore. Dia sudah meminum obat dari klinik tadi siang, karena disuruh-suruh Jati biar cepet sembuh. Bagaimana tidak disuruh cepat sembuh, harusnya hari ini Keyna dan Jati sama-sama senang karena hari ini adalah hari ulang tahun Jati.
Pintu kamar Keyna diketuk dari luar, karena dalam keadaan masih sadar betul, cewek itu membuka matanya dan menatap pintu dengan kening berkerut. Demamnya belum turun, apa tadi hanya mengigau karena demam?
Pintu diketuk pelan disertai suara panggilan namanya dengan nada yang lembut. Suara berat lelaki itu sudah Keyna hapal di luar kepala. Segera Keyna bangun dari kasur, menyalakan sakelar lampu dan membuka pintu.
Di balik pintu itu benar saja sudah berdiri menjulang sosok yang amat dikenalnya. Lelaki berjaket tebal warna hitam dengan ransel. Tangannya menenteng helm dan satunya lagi menenteng tote bag bermerk toko kue yang Keyna hapal. Belum lagi rentetan plastik bawaan rempong lelaki jangkung ini. Si lelaki yang berkacamata itu nyengir lebar menampilkan deretan gigi rapinya.
“Sayang,” panggil Jati. “I’m home, rumahku.”
WOY??
“Kamu ngapain di sini?” tanya Keyna gelagapan. Mana dia belum mandi dari kemarin dan masih pake piyama kumal warna pink yang sudah pudar jadi warna krem. Piyama itu juga sudah bau keringat hasil pembakaran demam panas Keyna.
Memang dia pernah membawa Jati masuk untuk menunjukkan letak kamarnya, hanya dari luar pintu dan tentunya pernah menyapa penjaga kosan. Mungkin sang penjaga kos sudah tahu siapa lelaki ini. Kosan itu memang penghuni campuran. Banyak yang suka bawa pasangan keluar-masuk bebas.
Ah!
Gawatnya Keyna tidak bisa menolak Jati dengan alasan tidak boleh ada lawan jenis di dalam kamar kos, karena di depan mereka baru saja lewat ada sepasang cewek-cowok, anak kuliahan, kamar si cowok ada di pojokan lorong sana. Dua anak kuliahan itu berjalan melalui Jati yang berusaha keras tidak melirik sampai lama-lama.
“Aku nggak disuruh masuk?” Jati mendesah lesu.
“Kamu nggak sabaran banget nunggu sampe Sabtu ya, sampe pake dateng ke sini. Ya udah deh, sini masuk,” ujar Keyna melebarkan pintu sampai menempel pada dinding.
Jati melepas sepatu dan masuk ke dalam kamar kosan. “Aku cemasin kamu lagi sakit dan sendirian nggak ada yang jagain.”
“Aku orang dewasa, Ja. Bukan anak SD.” Keyna mendengus.
Lelaki itu meletakkan barang-barang di lantai lalu melepas tas ransel. Kemudian Jati melepas jaketnya. “Na, tutup pintunya.”
Mana tepat sekali Jati seraya membuka jaket itu. Astaga!
Keyna menjadi gugup. Mengapa jantungnya jadi berdegup keras??
“Ihhh! Nggak perlu setan lagi buat jadi pihak yang ketiga. Kamu udah sekalian jadi setannya,” dengus Keyna, tapi kemudian menuruti ucapan Jati dengan menutup pintu.
Percayakan saja jika Jati tidak akan melakukan hal yang bukan-bukan.
Lelaki itu terkekeh pelan. “Kayak mau diapain aja. Aku ke sini bukan karena mau cepet-cepet dicium, tapi aku kepikiran kamu terus.”
Jati segera menghampirinya dan mengecek kondisi suhu tubuh Keyna dengan menempelkan punggung tangannya pada kening Keyna.
“Masih panas. Obatnya pasti dipeluk sama Jati ini,” ucapnya tanpa basa-basi lagi langsung memeluk erat tubuh Keyna.
Keyna segera menghindar. Dia mendongak menatap Jati. “Aku bau keringet demam. Kayak bau banget dari segala aroma bau deh. Nanti kamu mual.”
“Namanya juga orang sakit. Ya udah, kalo nggak mau dipeluk,” decak Jati dengan lesunya.
Lalu Jati duduk di lantai untuk membuka kardus kue tart yang Keyna kirimkan tadi siang.
“Aku bawa sate dan lontong di plastik itu, kalo kamu pengen makan, Na.” Jati menunjuk yang plastik putih.
Keyna segera mengecek isinya yang berisikan ada plastik hitam dan dua bungkus kecil styrofoam parcel apel. Buset, kayak mau menjenguk pasien rawat inap.
Keyna mengangkat plastik hitam yang memang terasa itu bungkusan sate karena tusukan bambunya mencuat ke atas.
“Kamu udah mau makan? Mau aku buka?” Tawarnya pada Jati.
“Buat kamu aja. Buka kalo kamu yang pengen. Aku nggak pengen.” Jati masih berkutat dengan kardus kue tart.
Keyna melongo memandangi aktivitas pria itu. Dia meninggalkan plastik bungkusan sate di meja. “Jauh-jauh bawa kuenya, rusak deh pasti.” Lalu ikut duduk di depan Jati.
“Udah aku foto tadi di kantor. Udah aku kirim ke kamu juga.” Jati buka kardusnya lalu senyumnya merekah. “Eh, masih bagus ni kuenya, Sayang.”
Melihat Jati sedang celingukan, Keyna langsung sok tahu.
“Mau tiup lilin? Adanya lilin aromaterapi sama lilin buat babi ngepet.” Keyna membuat Jati menoleh dengan lirikan mata sebal. Keyna nyengir malu sementara Jati mengambil tas ransel dan mengeluarkan korek api. “Ada lilin?” Keyna melongo. Dia tidak menghadiahi lilin pada kue tart kirimannya.
Masa biar si orang yang ulang tahun menyalakan lilin sendiri dan meniupnya sendirian?
“Dapet lilin, udah ada di dalam paket kue.” Jelas Jati sang penerima paket.
Setidaknya lilin bonusan dengan wujud panjang-panjang tipis itu bisa menemani acara ini.
“Sini aku yang nyalain,” usul Keyna mengulurkan tangan.
“Biar aku aja, Sayang.” Jati melanjutkan aktivitasnya memasang lilin-lilin kecil dan menyalakan api.
Dengan api dari lilin-lilin kecil berpendar itu membuat tubuh Keyna menjadi semakin panas. Tapi dia senyum bahagia melihat binar mata Jati yang tercetak bayangan api lilin dan juga sorot berseri-seri bahagianya.
Saat Keyna mulai pelan-pelan menyanyikan lagu Happy Birthday, Jati juga jadi ikut bernyanyi seraya mengangkat tatakan kue itu. Saat menyanyikan lagu tiup lilin, tiba-tiba saja Jati meniup hanya pada beberapa lilin dan menyisakan beberapa yang tetap menyala dan matanya memandang lekat pada Keyna.
“Kenapa berhenti dan jadinya ngeliatin aku?” tanya Keyna bingung sudah berhenti tepuk tangan dan seraya menunjuk dirinya.
“Aku lagi doa panjang. Buat kamu.”
Keyna melongo. “Kenapa begitu?”
“Karena kamu juga harus panjang umur. Kamu adalah alasan agar aku ingin terus berumur panjang.” Jati senyum kecil lalu segera meniup api lilin sisanya.
Dengan jantung tadi sempat jumpalitan dan pipi memanas malu karena gombalan Jati. Keyna tersenyum cerah setelahnya. Jati juga tersenyum semringah. Kalau bisa Keyna ingin segera menghamburkan pelukan pada pria itu.
“Mau dipotong nggak, kamu mau cobain? Kayaknya kamu nggak mood makan.” Jati memperhatikannya cemas. Matanya menjadi kuyu.
“Aku nggak pengen. Kamu potong aja kalo ingin.”
“Aku ingin makan buah. Ada apel.” Lelaki itu meletakkan kuenya di meja.
Keyna memandangi Jati dengan hati mencelus sakit. Lelaki sebaik, ganteng, dan tulus seperti ini, masa iya tidak memiliki pilihan perempuan lain? Masa iya cuma ada perempuan yang biasa saja seperti Keyna di dalam hidupnya?
Sebelumnya, Keyna tidak pernah penasaran bagaimana kisah cinta Jati sebelumnya.
Keyna terpekur memandangi Jati yang kini sedang membuka plastik yang berisikan buah. Lelaki itu tengah mengambil apel dari styrofoam dan hendak dikupas dengan pisau.
Keyna mengambil mug yang pernah Jati beli di mal. Lalu mengisinya dengan air mineral. “Kamu belum minum. Capek banget tadi keliatannya. Akhirnya gelasnya kamu pake.”
Dan, cowok itu tadi lebih fokus mengurus hal-hal lain sampai lupa untuk meminta minum.
Jati menoleh dan menerima pemberiannya seraya tertawa. “Makanya aku nitip mug di sini. Aku pasti bakal ke sini.” Kemudian meneguk air di mug cantik itu.
“Aku sering pake mug itu, hehe.”
“Pilihan aku bagus, kan?”
“Ja?” Keyna diam sesaat setelah memanggil nama, bukan karena Jati mengabaikannya, sebab lelaki itu bahkan segera menoleh dan menunggu alasannya dipanggil begitu.
Kini mereka sedang duduk bersebelahan bersandar pada dinding di bawah jendela kamar.
“Kenapa, Sayang?”
“Ada perempuan lain yang suka sama kamu nggak?” Keyna terlalu frontal. Persetan. Dia penasaran. “Kamu ganteng, baik, dan romantis. Pasti banyak perempuan yang suka. Bahkan mantanmu pasti nyesel putus hubungan kalian.”
Jati menoleh dengan tatapan bingung. Lalu tertawa kecil. “Apaan. Kamu sok tau, deh, Sayang!”
“Beneran, iya kan?” Keyna menatap Jati. Memang perempuan tuh suka cari penyakit pakai bahas-bahas masa lalu pacarnya.
“Kenapa? Ada yang ganggu kamu ya? Sini coba ceritain ke aku.”
Keyna menggeleng. Dia tidak diganggu siapa-siapa. Tapi ucapan Jati kok seolah-olah memang akan ada orang yang bisa saja mengganggu pacarnya.
Jati meneruskan memotong apel dan menyuapkannya pada Keyna. “Terus kenapa kamu ngomong begitu?”
Keyna mengunyah apel pelan-pelan karena tenggorokannya sakit. Kata dokter, dia juga sakit radang tenggorokan. Lidahnya yang pahit menciptakan efek rasa apel yang kecut itu menjadi semakin hambar.
“Kamu cakep. Baik. Kerjanya juga bagus. Kok waktu itu sampe dicariin buat jodohnya?” Keyna tidak merasa itu pertanyaan bodoh.
Karena Jati tertawa. Keyna jadi takut itu pertanyaan yang bodoh. Lalu dia tersentak. Oh, ya mungkin karena ceweknya memang se-cantik Nava. Makanya Jati mau saja dikenalin.
Hati Keyna mencelus nyeri. Memang jangan pernah penasaran, kalau dicari tahu malah jadi sakit.
“Nggak ada cewek yang aku suka di kantor,” jawabnya. “Aku nggak suka main dating apps. Intinya aku nggak bertemu someone yang aku suka. Sampe ortuku ngasih foto Nava. Aku tertarik buat kenalan.”
Keyna manggut-manggut. Jati menyuapkan potongan apel lagi.
“Aku kira dijodohin akan lebih mudah. Ternyata itu juga bukan jalanku. Tapi jalanku ternyata menemukan seseorang dengan cara lain yang nggak pernah aku sangka. Ke kamu. Jalanku menemukannya sendiri.”
“Aku udah melalui banyak jalan, Ja. Kalo akhir semuanya jadi berakhir ke kamu, aku nggak akan pernah menyesal pernah jatuh berkali-kali. Bikin aku jadi kuat. Karena tiap aku liat kamu yang istimewa banget, kamu lebih dari cukup. Kamu bikin aku bersyukur selalu bisa habisin waktu sama kamu. Aku nggak pernah ketemu yang baik dan usahanya sama kerasnya kayak aku. Aku yang selalu ngejar duluan. Aku yang selalu paling cinta. Aku juga yang paling sakit dan kecewa akhirnya.”
“Kenari Sayang, aku malah berharapnya kamu nggak pernah disakitin sampai jatuh berkali-kali oleh orang-orang sialan itu,” sahut Jati penuh emosi dan kadar kesinisan yang tinggi.
Keyna menjadi menahan senyuman.
“Aku juga merasa yang sama, kamu lebih dari cukup buat aku, Na.” Jati merengkuh tubuh Keyna dan mendekap. Seolah tidak peduli betapa lepek dekilnya Keyna karena tidak mandi.
“Memang kamu pernah sakit hati juga, Ja?” Keyna menoleh dan mendongak.
“Mereka bilang aku terlalu baik. Membosankan. Flat. Hubungannya flat. Aku punya wajah menarik, tapi nggak seru.”
Keyna terbelalak tidak percaya. “Seru itu yang gimana maksudnya, Ja?” Dia heran karena selama ini dia menilai Jati sangat menarik dan cerdas. Selalu ada cara dan omongan yang membuatnya tertawa. Selalu memberikan informasi dan cerita-cerita terkini di media sosial. Ngirim-ngirim link video pendek yang menarik. Jati tahu caranya membuat hubungan tidak membosankan.
Jati mengangkat bahu. “Kalo kamu nggak paham, mungkin itu alasannya kita cocok. Aku ini selera cewek kayak kamu. Kita nggak memiliki arti kata seru yang sama dengan mereka. Tapi, seru yang kita berdua rasakan ini yang sama.”
Keyna tidak bisa tahan malah nyengir geli dan menyikut lengan Jati. Pria itu ikut tersenyum lebar.
“Aku kurang asyik. Nggak rame. Kurang lucu. Aku tau aku jayus.” Jati menarik napas lesu.
“Itu nyari pasangan atau buka loker badut dan MC untuk acara ulang tahun anak-anak?” Kekeh Keyna mengundang Jati juga jadi tertawa geli sampai membahana mengisi seluruh ruangan. Keyna memberikan tanda dengan telunjuk di depan bibir agar Jati tidak terlalu tertawa keras-keras.
Mendengar penjelasan Jati dan mengingat apa yang pernah terjadi pada keduanya. Mungkin wajar jika ada perempuan yang tidak cocok dengan sikap Jati, yang kadang cool banget. Kadang error banget. Saat baik seperti too good to be true. Cewek ada yang butuh lelaki sedikit sadis dan jahat. Biarkan saja. Yang penting biarkan Jati menjadi miliknya.
Ponsel Jati berdering dan segera diangkat.
“Ya, Pak Bos. Tadi saya udah izin sama Bu Ani. Oh, ini lagi di Cibinong. Nggak perlu saya dateng kalo gitu. Tar saya pesenin.”
“....”
Keyna tidak tahu ucapan apa di orang seberang sana tapi nadanya cukup keras.
“Harus banget saya ke kantor? Sampe di HQ bakalan lama nggak apa-apa? Emang mau ngapain si? Mau ngasih kejutan ya?”
Keyna menahan tawanya. Pacarnya ini pasti menyebalkan banget orangnya kepada para temannya.
“....”
"Hahhaha iya, ampun. Ya udah, Bos, tar saya ke kantor."
Usai telepon Jati dengan bosnya selesai, Keyna menjadi tersenyum karena penasaran. Inilah saatnya mengomel juga.
“Kamu sih dateng jauh-jauh ke sini segala!” omel Keyna. “Harus balik secepatnya ke sana lagi, kan? Itu kuenya dibungkus lagi. Bener-bener kamu ribetin diri sendiri.”
“Biarin ribet asal ketemu sama kamu.” Jati sekarang sibuk mendekati kue ulangtahunnya. “Aku potongin ya, mau setengah?” Jati selagi berdiri dan menoleh padanya.
“Jangan! Itu kue buat kamu. Jangan dipotong. Bawa pulang ke rumah aja. Buat Ibu dan Ayah.”
Keyna sudah berdiri ikut memperhatikan Jati beranjak pindah tempat mulai merapikan kue ke kotaknya lagi di atas meja Keyna.
Melihat keseriusan Jati saat asyik mengunci sisi-sisi kardus kue tart mengundang keusialan Keyna yang segera mendekat dan mengangkat sedikit tubuhnya untuk mengecup pipi Jati dengan sekilas. Lalu dia tertawa pelan sebab perasaan malu dan kupu-kupu di perutnya itu segera melingkupi dirinya.
Jati menoleh dengan tatapan mata terbelalak. “Yang ini dong?” Unjuknya pada bibirnya.
“Jangan, tar kamu muntah. Aku hari ini nggak mandi!” seru Keyna menakuti agar Jati tidak memaksa-maksa.
Tawa meledak tak bisa ditahan oleh Jati. “Kamu pakai sikat gigi beraroma mints pun bisa aku rasain itu kayak aroma stroberi.”
Keyna menggeplak lengan Jati. “Kamu ah!!”
Mendadak dia takut kalau Jati akan menciumnya secara paksa karena lelaki itu sudah menoleh dan memandangi lekat pada wajahnya dengan sorot wajah yang serius.
Keyna salah tingkah dan bergeser mundur. Tidak ada pihak ketiga itu setan. Setannya sudah sepaket dengan si Jati.
“Udah nggak sabar mau nikah ya?” Jati tertawa buas.
Keyna semakin malu dan menghindari tatapan Jati. Bahas-bahas soal menikah segala.
Salah tingkah Keyna berdiri membelakangi Jati dengan menatap pada jendela depan. Dia masih salah tingkah dan malu karena kelakuan konyolnya dan ucapan-ucapan Jati yang menggoda. Perutnya juga masih geli karena butterfly berterbangan.
Selagi menatap kosong pada jendela, Keyna tersentak saat tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Tangan Jati melingkar pada perutnya sementara wajah cowok itu sudah berada pada sebelah wajahnya. Secepatnya Jati membubuhkan kecupan bibirnya bertubi-tubi pada pipi tomat Keyna. Cewek itu tidak menolak dan merasakan hawa panas semakin membakar dirinya.
Jati membalikkan posisi Keyna agar menghadap padanya. Lelaki itu mendorong Keyna dengan pelan menuju pada dinding sebelah jendela. Pojokan. Dan di sanalah Jati sudah membawanya pada sudut tergila. Memenjarakan dirinya dengan sesuatu yang lembut dan basah.
Keyna tidak mampu membuka mata, tapi masih bisa merasakan hidung mancung lelaki itu menyentuh setiap inci wajahnya. Pada akhirnya bibir lelaki itu berakhir lagi pada bibir Keyna dan melumat cukup lama. Jemari Jati mengelus lembut pada rambut-rambut Keyna yang tidak sempat disisir rapi.
Heiii, sejak kapan Jati melepas kacamatanya?
Uhmmm…. Dan, lelaki ganteng dan seksi itu menciumnya saat keadaan Keyna sedang jelek-jeleknya dan bau kayak kambing. Beginilah kejadiannya kalau lelaki itu sudah tidak bisa sabaran menunggu sampai beberapa hari ke depan.
❤❤❤
😌😌😌
19 Okt 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top