Bab 33

Hari Sabtu ini acara lamaran Arsyi dan Tifa akan berlangsung, yang hanya dihadiri oleh keluarga inti. Acara berlangsung di daerah Pondok Indah, rumah Tifa. Dari keluarga Arsyi disertai oleh Bu Sanna, Pak Darso, Nava, Keyna, dan juga Jati yang diajak olehnya. Sudah dari pukul 6 pagi berangkat agar tidak sampai terlalu siang. 

Setibanya rombongan keluarga Arsyi tiba di rumah Tifa. Keyna menatap takjub rumah Tifa begitu juga rumah di sekitar perumahan itu. Rumahnya bagus-bagus. Di dalam rumah Tifa sudah didekor cantik dengan hiasan pada dinding berupa tulisa-tulisan dan bunga-bunga, gapura cantik dari bunga, serta pajangan-pajangan foto berisikan momen romantis Arsyi dan juga Tifa.

Apakah Arsyi juga turut serta dalam ide seperti ini? Rasanya mustahil. Keyna menahan agar tidak terkikik. Cowok simple itu mana berpikir jauh apalagi romantis.

Mereka diarahkan untuk memasuki halaman belakang rumah Tifa. Di sanalah, di dekat kolam renang itu tempat acara utamanya. Para keluarga dipersilakan duduk di kursi yang disediakan sudah berbaris rapi. Menghadap ke arah sebuah panggung kecil dengan gapura bunga dan latar dari kain berwarna pink bertuliskan Arsyi love Tifa.

Keyna duduk di sebelah Jati dan beberapa orang lainnya saudara Tifa. Karena Bu Sanna dan Pak Darso memilih duduk di depan agar bisa dengan sigap bergerak saat diminta memberikan pidato nanti.

“Kamu kelihatan bahagia banget, Yang. Seneng ya karena teman dekatmu itu bakal nikah?”  tanya Jati yang sepertinya sudah memperhatikan gerak-gerik Keyna sejak tadi.

“Kelihatan aneh ya?” Keyna malah menautkan alis, cemas.

“Enggak, mata kamu berbinar, jadi makin cantik.”

“Efek glitter di eyeshadow-ku, kaliii,” tepis Keyna cepat. Entah mengapa dia takut Jati akan menggodanya bersangkutan dengan acara lamaran Arsyi ini.

“Beda dong, kamu terpesona lihat acara ini dan jadi mupeng ya?” seloroh Jati dengan senyum menggoda.

Keyna terkesiap dan menatap mata pria di depannya itu yang sedang memandanginya hangat.

“Aku juga pengen kamu bahagia banget dan pastinya kelihatan makin cantik di hari itu nanti,” tambah Jati.

Mendadak perut Keyna rasanya melilit cekat-cekit. Suara mikrofon yang berdenging seolah tidak masuk telinga Keyna yang sejak tadi sudah budek, karena dunia bagai rasanya berhenti karena ucapan Jati.

Di saat seperti ini pasti akan ada kesempatan untuk Jati membahas masa depan hubungan mereka. Entah mengapa Keyna menjadi malu dan salah tingkah.

“Ja, acaranya udah mau mulai.” Keyna berbisik saat MC acara yang dipilih dari keluarga Tifa mulai membuka acara dengan salam.

Jati tertawa kecil dan senyum menggoda. Keyna mengalihkan pandangan menuju ke arah depan.

Rasanya seperti de javu dengan adegan seperti ini. Melihat adegan saling memasangkan cincin lalu saling menatap dan senyum bahagia. Keyna juga pernah merasakannya, tapi tukar cincin bukanlah akhir segalanya.

Isi kepala Keyna segera memenuhi hal yang aneh. Dia segera menepis bayangan itu, mengapa muncul bayangan hal yang buruk sih? Kejadian yang menimpanya bukan berarti akan terjadi pada orang lain. Mungkin hanya dia yang selalu sial, orang lain selalu melalui rencana ini dengan lancar. Pertemuan-jatuh cinta-lamaran dan terakhir menikah, alurnya mudah dan bahagia.

Apakah akhir bahagia akan juga menjadi milikku

Tubuh Keyna seketika menjadi dingin dengan perut melilit. Mulutnya kering dan perutnya sedang berusaha menyiksabya. Entah mengapa dia menjadi mual. Ingin ada yang ke luar dari rongga tenggorokannya.

Dia berusaha ikutan bertepuk tangan meski gerakannya sangat lemah karena napasnya mendadak tercekat. Sial, mengapa tubuhnya mendadak jadi aneh. Mungkin kecapekan karena dipaksa bangun dan mandi yang terlalu pagi, terlebih dia menggunakan air dingin karena keran air panas di rumah Arsyi sudah rusak.

“Na, kok kamu pucat begitu?” Jati bertanya memandanginya dari samping.

“Entah kenapa aku mual, Ja.” Keyna menoleh dan mata cowok di depannya segera melebar cemas.

Tangan Jati segera terulur untuk memeluk pundak Keyna seolah dengan gerakan itu bisa memberikan kehangatan. “Aku cariin minyak angin dulu ya? Atau mau ke toilet? Aku anterin.”

“Aku pengen ke toilet. Acaranya udah kelar?” Pandangannya yang mulai berbayang tertuju ke sekitar yang sudah bubar karena menghambur ke arah Arsyi dan Tifa untuk foto bersama. Dua orang tua mereka juga sudah berdiri tidak jauh di dekat photographer.

“Ayo, kita ke toilet dulu. Aku cariin minyak, kamu sakit jangan dipaksa bergerak banyak nanti makin lemes.” Jati membantunya berdiri.

Keyna memeluk pinggang Jati selagi pria itu merangkul pinggangnya erat untuk memapahnya berjalan.

“Keyna kenapa, Mas?” Nava bertanya, cewek itu duduk di belakang mereka ternyata.

“Mual, toilet di mana, Va?” Jati menoleh pada cewek itu.

“Di dalam rumahnya Tifa lah. Tadi aku pake yang di sana sih. Tanya aja ke keluarganya Tifa.” 

“Oke, thank you. Eh, lo punya minyak angin nggak?”

“Nggak bawa.”

“Oke.”

“Pinjem aja sama keluarganya Tifa.” 

“Iya, gue akan tanyain.” 

“Mungkin Bu Sanna punya, dia suka pake minyak angin buat ngilangin mual dan kalo ngendus aroma bau aneh. Apalagi tadi beliau perjalanan naik mobil lama.”

Lalu Jati membimbing Keyna berjalan melalui pintu kaca yang mengantar ke area dalam rumah Tifa.

“Tante Sanna lagi sibuk,”

“Keyna kenapa?” Suara keras Bu Sanna membuat Keyna dan juga Jati menoleh.

Bahkan Arsyi dan juga Tifa menoleh dengan raut wajah bingung. Bu Sanna yang memakai kebaya cokelat muda itu berjalan menuju mereka.

“Mual, Tante. Ada minyak angin?” Jati menjawab dengan cemas.

Pak Darso yang memegang tas Bu Sanna segera memberikan benda itu padanya. Dari dalam tas kecil itu ada minyak angin yang segera diberikan pada Jati.

“Ada toilet di dekat tangga bawah.”

“Kami permisi, Tante. Terima kasih ya.” Jati mewakili Keyna yang sudah lemas bukan main.

Di dalam toilet, Keyna berdiri sendirian di depan kaca westafel. Dia juga sudah mengoleskan minyak angin pada kepala, leher dan tengkuk. Dia juga mengoleskan dikit pada cuping hidung. Tidak ada yang keluar dari mulutnya. Tentu dia tidak jadi muntah. Mungkin butuh waktu untuk memulihkan tubuhnya lagi.

Kenapa sih harus mual dan sakit di acara ini? Bahkan di depan Arsyi. Bagai dia sengaja atau sakit begini karena sakit hati saja. Dia tidak patah hati berat sampai mual-mual sakit pucat pasi begitu. Entah kenapa dia sakit saja.

Apa mungkin mendadak jadi teringat kenangan buruk masa lalunya? Ngapain sih masih terbayang oleh kenangan diperlakukan oleh pria-pria jelek dan jahat tidak seberapa itu. Meski Keyna selalu menepis dengan mengingat betapa jelek dan rendahnya pria-pria itu, nyatanya tetap saja tubuhnya sangat jujur mengingat kenangan-kenangan itu.

Apa yang bisa dia ingat lagi? Ah ya, dia ingat bagaimana saat menemukan Dudi pacaran dengan Sofia, dia menangis sendirian di toilet dengan sekujur tubuhnya yang dingin dan lesu. Di bilik toilet itu dia terbayang-bayang oleh hari lamarannya. Ah, adegan lamaran tadi membawanya pada sakit yang dia rasakan kala itu.

Dia pasti bisa melewati ini. Bisa.

Begitu keluar dari toilet Jati menunggunya dan memberikannya air putih dari botol yang sudah dibukakan.

“Udah aku bacain doa, biar cepet sembuh,” ucap pria itu dengan bercanda agar mengurangi ketegangan saat membantu Keyna untuk minum airnya.

“Memangnya kamu ini udah kayak kakekku?”

Entah mengapa Jati terkikik geli. Keyna tidak membahas lebih jauh.

“Gimana? Udah enakan?” Jati memeriksa wajah Keyna dengan punggung tangannya. “Masih mual nggak, udah waktunya isi perut dikit sebelum jam makan siang yang masih 1 jam lagi. Kamu pengen makan apa?”

“Aku pengen buah-buahan.”

“Apaan? Pisang?” 

“Kok pisang sih? Kamu ngatain aku monyet?” Keyna melotot.

“Nggak bermaksud.” Jati tertawa kecil. “Tadi aku lihat ada semangka dan melon. Yuk, ke area tempat makanan.” Lengan Jati sudah merangkul pinggangnya lagi dan membawanya pergi ke area halaman samping.

Di sana ada banyak kursi dan meja yang disediakan. Banyak stan makanan. Jati menyuruh Keyna agar duduk manis dan tenang di salah satu kursi yang mejanya baru saja ditinggal oleh seseorang asing, keluarganya Tifa. Wanita itu pamitan pergi karena anaknya yang tidak bisa diam segera lari kencang ingin bermain dengan bocil lainnya.

“Hei, kamu kenapa? Mabok?” Arsyi yang memakai baju batik lengan panjang itu tahu-tahu muncul mengagetkannya. Raut wajahnya ada cemas yang tidak bisa ditutupi.

“Entah lah. Mual.”

“Enek ngelihat aku melamar Tifa?” goda Arsyi senyum dan memainkan alisnya.

“Apaan sih!” Keyna menepis dengan jutek.

Sungguh, bercandaan Arsyi tidak lucu di situasi ini. Keyna sudah biasa saja dengannya. Tapi, cowok ini menuduhnya seolah dia masih suka atau cinta dan sedih banget melihat adegan ini. Harga diri Keyna seolah rendah banget.

“Soriiii. Nggak ada Jati, kan?” Pria itu celingukan. “Oh, dia lagi antre kebab. Bucin banget kayaknya dia. Kamu dijadiin ratu. Kamu bahagia sama dia, Na?”

“Maksudnya?”

“Apa menurutmu dia bisa ngasih bayangan buat ke arah masa depan? Bukan cuma cowok yang maunya pacaran doang? Dia masih terlalu muda. Kalo aku jadi dia, aku akan menikah mungkin dalam waktu 3 tahun lagi.”

“Kalo dia memang cuma maunya pacaran doang, udah pasti dia bakal pacarannya sama Nava sejak awal.”

Dan, selama ini Jati selalu menggoda dan bahas soal pernikahan, Keyna tidak mungkin mengungkapkan kemesraan mereka di depan orang lain. Pamerrr.

“Aku nyaman dan merasa cocok banget sama dia. Aku bahagia. Aku juga melihat Jati sebagai pria yang layak jadi suami dan ayah.”

Keyna melihat saat tadi Jati sempat menyapa hangat pada anak kecil yang duduk di meja ini sebelumnya. Dia saja bodo amat sama anak kecil, sedangkan Jati berkenalan ramah padanya

“Semoga lancar hubungan kalian sampai hari H, Na.” Arsyi tersenyum lemah. Matanya tampak sendu.

Keyna menganggukkan kepala. “Semoga lancar sampai hari penikahan kalian, Ar. Selamat berbahagia.”

❤❤❤❤





Jangan godain orang dong, Ar..........

Nanti ........


12 Okt 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top