Bab 30

“Sayang, kamu kenapa? Kamu di mana? Aku siap-siap dulu.”

Keyna memilih mereka bertemu di sebuah coffee shop terkenal yang letaknya di depan jalan besar. “Kamu bisa ke sini nggak?” Ajaknya seraya masih menangis.

“Oke, kamu jangan ke mana-mana, kabarin kalo ada apa-apa. Kamu kenapa, Na?” Jati masih mempertanyakan dengan cemas.

“Kamu dateng ke sini aja.” Keyna memasuki coffee shop itu sambil menangis dan mengundang orang-orang jadi melihat padanya.

Keyna sudah memesan minuman duluan agar bisa duduk di kursi depan jendela tanpa dipelototin si penjual dituduh cuma numpang duduk. Dia mengamati jalanan yang dipenuhi kesibukan orang-orang dan masih belum bisa membendung air matanya yang terus turun. Keyna mengeluarkan tisu pun, sudah beberapa helai yang digunakan untuk menghilangkan jejak air matanya.

Tidak terlalu lama sosok lelaki tinggi berkacamata yang menggunakan jaket hitam muncul dan duduk di sebelahnya. Jati segera merangkul tubuhnya dan mengusap-usap bahunya. Keyna semakin menumpahkan air matanya.

“Sayang, ada apa?” bisik Jati masih merengkuh Keyna ke dalam dekapan pada dada lebar lelaki itu dan memberikan ketenangan dan kehangatan. 

Keyna mengendus aroma parfum Jati yang menguar, terlalu banyak dari biasanya sampai rasanya menyengat sampai menyiksa pada tenggorokan. Tapi karena ini aroma lelaki yang dia cintai, dia merasa sudah aman dan tenang berada di sisi Jati.

Tangan Keyna segera diraih oleh lelaki itu dan digenggam erat. Tangan Keyna yang dingin, basah, entah karena air atau keringat. Gemetar pada tangan serta bahunya naik turun karena tangisan hebat itu, Jati seperti membiarkan Keyna menangis terlebih dahulu.

Jati masih menggenggam erat tangannya. Tangan besar itu mampu melingkupi tangannya yang tadi bergemetar hebat karena emosi tertahan dan tertinggalnya. Yang belum tersalurkan. Bahkan bertambah akibat caci maki Tante Sari.

Manik di balik kacamata Jati itu sudah menyimpan banyak pertanyaan dan kecemasan yang tidak bisa ditutupi. Namun, bibir lelaki itu tetap terkatup rapat. 

“Aku keseeeeel,” geram Keyna akhirnya bisa bersuara. Dua kata itu membuat Jati semakin memandanginya dengan lekat dan making bingung. “Katanya Nava nggak suka amat sama kamu. Tapi kenapa cemburu dan jahat? Dia lagi-lagi bikin gosip jelek. Di kantor lamaku, dia nyebarin gosip kalo aku merebut kamu, padahal kamu dikenalin buat Nava. Aku kesal, karena dia bohong ke aku. Di depan Bapak dia sok baik udah biasa aja sama kamu. Kok dia bisa jahat banget, Ja?”

Mata Jati mengerjap.

Semoga nanti tidak marah atas tindakan gegabah Keyna yang lagi-lagi melabrak Nava. Mana ujungnya dia yang jadi nangis-nangis kesal begini.

Jati menunduk supaya pandangan mereka menjadi lebih dekat. “Dia nggak akan pernah berubah, mungkin. Aku tahu cerita semuanya. Dari sisi dia dan Arsyi.”

Itulah jawaban yang lelaki itu tekankan. Raut wajah sendunya membuat Keyna jadi penasaran dan mendongak ingin mendengar penjelasan lebih jelasnya.

Mengalirlah cerita saat Jati sering jalan date bersama Nava yang terus membicarakan cerita lama Keyna dan Nava.

❤❤❤

Keyna nangis lagi dengan mata memanas dan air mata derasnya mengalir. “Dan dia berulah lagi, seenaknya bikin cerita palsu ke orang-orang. Temanku denger cerita kalo aku rebut calon suaminya, idihhhh!” dengusnya kesal dan kalau tidak bisa ditahan sudah bersumpah serapah mengucapkan kata-kata kebun binatang bahkan alat kelamin manusia. 

Jati merangkulnya dengan mesra dan mengusap puncak kepala Keyna. Lalu pria itu merapikan helaian rambutnya.

“Bisa-bisanya waktu itu kamu nyuruh aku buat kasih dia kesempatan dan waktu lebih lama buat kenalan sama karakternya. Jadi gimana, percaya kan kalo dia nggak akan bisa berubah apalagi kapok. Tobat apalagi. Kayaknya dia orang yang nggak pernah merasa bersalah?” celetuk lelaki itu ditambah dengan tawa sinisnya.

“Aku takut suatu saat kamu juga akan kecewa sama aku.”

“Selama nggak berhubungan sama dia. Nggak akan ada masalah kan? Kita menjauhinya.”

Keyna mendongak menatap Jati ragu-ragu. “Kamu akan percaya sama aku?”

Jati senyum manis. “Seperti yang udah pernah aku bilang, aku nggak kayak orang lain. Aku akan selalu berpihak sama kamu.”

Keyna senyum juga karena tertular senyuman lembut Jati. 

“Kamu lagi di sini? Nanti malam ketemu ortuku yuk? Ke rumahku, Sayang?” Ajak Jati memohon sambil mengerucutkan bibir. 

Keyna melirik sekilas. Panik. Takut. “Hari ini banget? Aku lagi jelek dan bete.” Mana habis nangis jelek.

“Atau kita yang tau-tau ke rumah kamu bawa seserahan? Pak Darso udah kasih lampu ijo,” kata Jati nyengir lebar.

Keyna menyikut perut Jati dengan lengannya. “Jangan aneh-aneh deh. Aku masih bad mood dan sedih banget.” Dia menyimpan cerita tentang ucapan makian Tante Sari padanya tadi.

“Aku panik dan takut banget tadi. Kamu bikin aku kepikiran selama di jalanan.” Tawa Jati.

“Kamu nggak mandi ya? Belum mandi sore. Parfumnya nyengat banget.” Cuping hidung Keyna bergerak.

“Mana mungkin aku ke sini dengan keadaan bau, karena belum mandi sore.” Alasannya begitu.

“Terus sekarang gimana? Kamu mau pulang dan mandi?”

“Kamu maunya gimana? Kamu mau ikut pulang ke rumahku? Nanti malam makan bareng sama ortuku. Mereka udah tau tentang kamu, tapi aku pengen kalian ketemu jadi akrab secepatnya.”

Keyna memanyunkan bibir. “Aku takut, sekarang jadi laper. Aku mau bakso, Yang.” Tangannya menarik-narik jaket Jati. “Yaaaa?”

“Laper ya abis nangis?” ledek Jati ketawa.

Keyna mendecak sebal diingatkan kembali. Jati menyuruhnya untuk menghabiskan sisa minuman dan mengajak untuk makan bakso. Keyna tidak menuruti, malah membawa minuman itu. Bisa dihabiskan saat makan bakso nanti.

Jati menganga dan juga tertawa. “Abis emosi kelakuannya aneh dan lucu banget.”

“Energiku abis-abisan. Jangan diketawain dong.”

❤❤❤

Di tukang bakso langgangan Keyna sejak masih sekolah itu, Jati memuji baksonya memang enak.

Ponsel Keyna berdering di tengah acara makan mereka. Ada telepon dari Bapak, yang meminta untuk datang ke rumah. Rumahnya. Rumah tempat kejadian perkara tadi. Ini pertanda acara makan malam keluarga mereka akan terganggu, kan? Karena sudah jam 18.00 sebentar lagi magrib.

Keyna tidak bisa kabur. Dia datang ke rumah Bapak dan ditemenin Jati. Inginnya dianterin saja. Lelaki itu memaksa mau nemenin masuk ke rumah. 

Keyna menyuruh Jati cuma nemenin, bukan bantu belain. Dengan cowok itu ikut masuk ke rumah Pak Darso, mungkin bakalan ikut serta turun tangan jika ada kejadian yang di luar perkiraan.

Di ruang keluarga, ada Pak Darso yang menemani Keyna dan Jati dari dijemput di pintu depan. Ada Nava yang lesu dalam pelukan Tante Sari, seperti habis menangis lama. 

Gue udah minum caramel macchiato, makan bakso, dan minum teh botol. Ni orang masih nangis aja!!! Halah, ratu drama!

“Dia sengaja dateng tanpa izin memang punya rencana mau menyakiti Nava.” Tante Sari memaki marah menghadap pada Keyna.

“Ngapain izin? Ini rumah Keyna, barangnya dia masih ada di kamarnya tu.” Bapak menyela dengan santai.

Cewek itu melirik Jati yang tadi juga sempat terkejut dan berjengit ngeri karena suara si Tante nyinyir. Keyna jadi tidak enak Jati juga mendengar dan melihat bagaimana karakter menyebalkan si Tante Sari. 

“Apaan? Menyakiti?” balas Keyna keki dengan nada suara dibuat mencibir dan pengucapannya lambat-lambat.

“Kamu kan bisanya pake cara kekerasan!” semprot Tante Sari.

Ya, karena memang Nava layak dijambak. Lihat saja tuh cewek masih terlihat duduk dengan lesu seperti habis diapain saja! Idih!

Nava tidak peduli ada Jati yang memandanginya dengan raut wajah datar tidak bisa menaruh rasa simpati.

“Keyna minta maaf ke Nava sekarang. Hei, Mas Darso. Kamu jangan biarin Keyna dateng ke sini lagi!” pinta Tante Sari bicara ke arah Bapak.

“Kalian omongin baik-baik. Dan saling minta maaf ya. Va, kamu juga pasti bikin salah.” Bapak memandangi Keyna dan Nava bergiliran.

Nava membela diri. “Aku kan ngomongin fakta. Buktinya ni dia lagi sama cowok ini.” Pandangannya menunjuk pada Jati dengan gerakan dagunya juga.

Jati menoleh dengan wajah kesal. “Tapi ceritanya nggak begitu. Pak Darso tahu itu, kan?”

“Va, minta maaf ke Keyna.” Bapak menatap Nava dengan serius dan penuh tuntutan.

“Nggak mau. Kalian nggak ngerti perasaan aku! Itu kan memang bener! Emang aku bohong? Emang aku nggak bisa sedih dan sakit hati?”

Jati terlihat heran dengan mulut sedikit terbuka dan matanya melebar.

“Makanya nggak usah banyak bohong deh.” Keyna emosi dan mau mengamit tangan Jati untuk pergi saja. “Lo ngomong ke gue beda, ke orang lain beda!” serunya sebelum membawa Jati keluar dari ruangan itu.

Jati menghentikan langkah, saat Keyna membalikkan tubuh ada Bapak menyusul mereka. Bapak memanggil nama Keyna dan juga Jati.

“Biar aku yang bicara ke Pak Darso. Kamu tunggu di depan dulu,” ucap Jati bernada pelan dan lembut ke Keyna sambil menunjuk pintu depan.

Jati menemui Pak Darso sedangkan Keyna nunggu di teras depan rumah. Keyna bisa mendengar obrolan mereka di ruang tamu.

Terdengar suara Jati bilang sesuatu. “Mereka nggak akan bisa berbaikan. Jadi jangan dipaksa untuk maaf-maafan, Pak.”

Bapak terdengar setuju dengan diamnya dan helaan napas beratnya itu.

Bapak meminta Keyna agar masuk ke ruang tamu. “Maaf, Na. Maaf ya?” ucapnya seraya memandang teduh dengan raut wajah tidak enak hati penuh penyesalan.

Nava muncul dengan wajah bengap dan rambut berantakannya. “Bapak kenapa minta maaf sama dia? Aku ini anak Bapak bukan sih?” serunya marah bukan main. Matanya melotot penuh kebencian pada Keyna.

“Kamu yang selalu memulai masalahnya!” Bapak balas berseru marah.

Nava sampai marah dan nangis kejar masuk ke dalam rumah. Mungkin juga malu karena aksinya malah mendapat pengkhianatan.

Keyna senang merasa dibela. Dia menutupi rasa senangnya saat Bapak berdiri di depannya.

“Na, aturan kamu bilang Bapak dulu tadi. Biar kita bisa ngobrol dengan kepala dingin. Kalo cuma kalian berdua yang ngobrol, pasti ujungnya ribut.” Kata-katanya benar tapi juga Keyna tidak setuju akan tindakan itu.

Keyna membela diri. “Kita bukan anak kecil lagi, Pak. Aku nggak mau melibatkan Bapak terus. Tapi, aku lupa kalo Nava ya masih anak Bapak.”

“Enggak gitu. Kalo kamu bisa ngobrol diskusi dengan cara baik-baik, kamu bisa dapet jawaban dia atas kemarahan kamu. Sekarang kamu merasa gimana?”

Telak. Bapak lebih benar.

Keyna tidak mau mendapat jawaban apa-apa. Dia cuma mau marah ke Nava karena berbicara lagi ke orang lain tentang hal yang tidak benar dan buruk. Memangnya harus diam saja saat tahu diri kita dijahatin begitu?

Keyna pamitan pada Bapak dengan dalih ingin pulang ke kosan. Bapak sempat mengajak Keyna untuk ikut ke rumah Bu Sanna. Mana mungkin makan bersama Nava yang habis drama nangis-nangis begitu. Bisa jadi di tengah acara makan Nava masih menangis sambil makan ayam goreng. 

“Keyna mau pulang aja, Pak.”

Bapak paham dengan pilihan Keyna tanpa memaksa lagi.

Jati diminta untuk nganterin Keyna pulang. Karena jaraknya jauh, cewek itu ingin dianter sampai di jalanan besar rute bus lewat.

“Nggak gitulah. Aku anterin sampe kosan.” Jati tidak mau Keyna kenapa-napa apalagi habis nangis marah-marah. 

Jati mengajak Keyna untuk mengambil helm di rumahnya dulu. Bisa sakit-sakitan kena angin ber-jam-jam, apalagi kalau ada polisi patroli. 

Malah Jati nawarin Keyna buat nginep di rumahnya aja. Keyna langsung meninju lengan Jati. “Genit!!”

Karena Jati belum mandi, izinnya mau mandi dulu.

“Kamu izinnya ke Depok buat ketemu temen-teman, tau-tau udah pulang ke rumah. Gimana aku nggak buru-buru dikabarin kamu udah di sini sambil nangis-nangis gitu??”

Oke, Keyna akan menunggu Jati mandi dulu. Sabarrr.

Sesampai di rumah Jati dan diperkenalkan pada orangtuanya, Keyna diminta untuk tidak buru-buru pulang oleh mereka. Keyna mengiyakan ajakan ortunya Jati untuk makan malam bersama di warung makan pecel dekat perumahan itu.  Maka dalam waktu kurang dari 10 menit Jati sudah selesai mandi. 

Keyna yang menunggu keluarga itu sedang bersiap-siap di kamar masing-masing langsung melongo saat Jati kembali sangat cepat, sedangkan Jati tertawa seperti pahlawan bertopeng.

“Kamu mandinya diguyur, disabunin, dan dibilas lagi, kan? Bukan masuk ke bak mandi yang udah ada sabun cairnya terus udah selesai?” decak Keyna heran bukan main.

“Kalo aku mandinya berendam di bak bakal lama dong, aku akan mandi air bunga dan sekalian luluran.” Jati tertawa geli.

Bahkan Keyna tidak pernah kepikiran mandi air bunga dan luluran. Selera humor Jati memang kacau semakin lama.

“Aku nggak bisa bayangin, Ja.”

Jati tertawa keras. “Kenapa? Menyeramkan ya? Hahaha. Aku mandi cepet-cepet karena nggak mau  princess nunggu lama.”

Halah, kamu tuh ya!!

❤❤❤

Keyna sudah mengabulkan rencana dadakan Jati. Mereka makan bareng di warung pecel lele dekat rumah Jati. Tidak lama mereka bertemu diisi dengan dinner kaki lima itu.

Jati harus nganterin Keyna ke kosannya yang berjarak beberapa puluh kilometer. Pria itu melihat hari ini Keyna sangat lelah dan masih emosi tapi ditutupin dengan sangat baik di depan orangtuanya.

Jati mengantarkan Keyna pulang dengan mobil agar cewek itu bisa tidur selagi dalam perjalanan.

“Kamu capek sendiri kalo bersikap begitu, bener nggak? Tapi sodaramu itu nggak akan kapok buat terus ganggu. Percaya sama aku.”

Keyna menarik napas berat karena lelaki itu juga mencoba untuk menasehatinya. Dia diam saja. Mungkin Jati juga tidak mau kalau dirinya akan selalu menggunakan cara mengamuk untuk pilihan terakhirnya.

“Kamu mulai coba cuekin dia, kalo denger dia ngelakuin sesuatu. Selama ini kamu bisa cuek menganggap dia nggak ada. Dia nggak akan bisa berubah, Na. Mungkin bakal akan terus ada aja ulahnya. Yang penting, kita bener-bener menjauhi dia.”

Keyna mendengus. “Kamu emang mau diem aja kalo dijahatin? Kamu diem aja padahal aku yang lagi dijahatin?” tanyanya.

Jati sempat diam saja dengan kening mengkerut, mungkin berpikir keras.

“Biarin aja dia selalu menunjukkan sisi buruknya ke orang lain. Kalo kamu ngamuk, kamu juga nunjukin sisi emosi brutal kamu. Bikin kamu yang jadi dinilai jelek. Cuekin aja. Anggap aja dia nggak ada. Kayak sikap kamu waktu itu.”

“Aku emosi lagi kan karena dia yang mulai duluan.”

“Jangan diulang ya, inget kata-kata aku. Biarin aja dia bertingkah selama nggak akan mengganggu kehidupan kamu. Dengan sendirinya dia lagi menunjukkan sifat hati busuknya.”

Keyna tidak berjanji. Mana bisa diam saja kalau dijahatin oleh orang.

Di tengah perjalanan Keyna menerima telepon dari Bapak yang menanyakan keadaannya. Keyna menjelaskan sedang di jalan pulang. Bapak menyesali kejadian sore tadi padahal berharap Keyna ikutan makan malam di acara keluarga itu. Karena ada pengumuman penting.

“Arsyi mau menikah sama Tifa. Nanti akan ada acara lamaran, beberapa bulan lagi. Dia udah cerita ke kamu, Na?”

Dengan tenggorokan tercekat, Keyna menjawab pelan. “Belum, Pak.”

Entah kenapa dia menjadi seperti kehilangan ototnya. Atau apalah. Rasanya seperti ada yang hilang.

❤❤❤


Kok ada yang rasanya deg di dada gitu ya, Naaa???


15 Sept 2024


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top