Bab 3
Jati tahu kalau dirinya dibawa ke rumah teman ayahnya yang bernama Darso itu untuk dikenalin ke anak gadisnya. Sudah dari bulan lalu ibunya menunjukkan foto cewek bernama Nava Distia.
Ibunya selalu mengatakan, “Kamu pasti suka. Dia nih kembang desa.”
Jujur saja Jati menilai cewek itu sangat cantik. Tapi dia menaruh ekspektasi lebih rendah takut jika saat bertemu ternyata tidak seperti bayangannya. Misalnya, cewek itu terlalu menggunakan filter pemutih wajah pada fotonya. Atau cantik-cantik orangnya jorok. Makanya, dia mau kenalan terlebih dahulu. Salah satu bentuk usaha mencari jodoh di usianya yang mulai mencari pasangan untuk serius.
Begitu dikenalkan pada Nava, ternyata tidak begitu jauh dengan di foto. Bahkan lebih indah saat dilihat secara langsung.
Jati segera tertarik pada Nava yang memang cantik dan ramah. Soal fisik masuk kriteria sekali. Cantik, imut, dan bodygoals dengan tinggi sekitar di angka 163 cm. Makanya Jati mungkin akan mengiakan untuk perkenalan lebih jauh itu. Nava sangat aktif dan pandai membuka pembicaraan, sangat cocok untuknya yang tidak pendiam, tapi juga tidak berisik.
Menjadi tamu tentu menjadi objek wawancara. Jati menjelaskan pekerjaannya yang sedang tak ingin dia ingat itu. Sebagai Data analyst di jual beli produk sayuran di sebuah toko online terkenal. Sedangkan Nava juga sudah bercerita cukup banyak, dia bekerja di Sudirman dan ngekos di Karet. Di kantor pusat perusahaan pabrik tekstil yang lokasi pabriknya berada di Kebon Jeruk.
“Maaf ya, Mas Jati, aku tinggal-tinggal dulu, lagi nunggu temanku dateng.” Nava tertawa ringan kemudian meninggalkan ruang tamu rumahnya.
Jati diam saja berada di antara obrolan para orang dewasa di depannya. Orangtuanya dengan Pak Darso, maksudnya. Mata Jati yang memindai ruangan semenjak tadi sudah mendapati figura foto yang menampilkan sosok yang bukan Nava. Sosok perempuan itu menggunakan toga wisuda. Ada anak lainnya Pak Darso, kah? Kok tidak kelihatan.
Pak Darso mengecek ponsel terlihat gelisah. “Maaf ya Nak Jati, harus duduk sama orang tua. Anak-anakku, kok mereka belum pada muncul? Nggak ada kabarnya mereka, terutama yang satu ini,” gerutunya sendiri. “Anak tiriku si Arsyi lagi sibuk sejak pagi. Bujangnya si Sanna. Sama kayak Jati, anak cowok tunggal. Dia lagi disuruh ambil kerupuk di pasar kiosnya Bu Een, orang sini.” Pak Darso berceloteh seolah pendengarnya kenal siapa si Bu Een tersebut.
“Anakmu ada yang perempuan satu lagi, kan ya, So? Aku lihat pas kondangan waktu itu.” Pertanyaan kebingungan Jati diwakilkan oleh ayahnya.
Entah mengapa Jati mendapati wajah ibunya yang mendelik seperti memberi kecaman seolah itu pertanyaan tidak wajar. Apa ibunya cemburu dengan suaminya yang menanyakan soal perempuan lain? Tidak mungkin.
“Belum ada info lagi. Dia nggak janji untuk datang. Anak angkatku namanya Kenari.”
Jati seketika menoleh saat mendengar satu nama yang disebut itu. Mungkin itulah nama sosok perempuan yang di figura di nakas meja ruangan itu.
“Ni baru ngabarin lagi. Udah di jalan besar depan. Dateng dia akhirnya pulang.” Pak Darso tertawa kecil.
❤
Nava memiliki dua saudara yang hubungannya unik. Kakak angkat yang sejak kecil hidup bersamanya, namanya Kenari, orang-orang memanggilnya Keyna. Memiliki kakak tiri bernama Arsyi hasil pernikahan dua orangtua mereka tahun kemarin.
Jati sudah berkenalan dan ngobrol banyak dengan Arsyi yang bekerja sebagai kredit korporat bank terkenal. Pria itu baru setahunan ditempatkan di unit cabang yang masih satu kota dan tidak begitu jauh dari rumahnya, setelah beberapa tahun kerjanya di kantor pusat di kawasan SCBD yang terkenal itu.
Untuk cewek yang bernama Kenari itu susah diajak ngobrol. Bahkan seperti tidak ada kesempatan untuk bisa bicara padanya. Jangankan dengan orang asing seperti dirinya. Kenari tidak banyak bicara dengan Nava dan juga Arsyi, seolah kehadirannya di rumah itu sangat terpaksa. Kenari baru terlihat normal saat di depan Pak Darso dan Bu Sanna. Cewek itu bahkan menawarkan diri untuk pergi ke luar rumah seolah itu hal yang menyenangkan.
Begitu melihat Kenari membawa makanan keluar dari halaman rumah keluarga itu, Jati juga mendapati rokok di kotaknya kosong.
Jati berjalan di belakang Kenari dan tidak jauh dari mereka ada sebuah warung yang dipenuhi oleh ibu-ibu yang serentak menoleh berkat kehadiran cewek itu. Mereka terlihat berbisik-bisik.
Lelaki itu mampir ke warung untuk mencari barang yang menjadi alasannya sampai harus berdekatan dengan ibu-ibu yang tak peduli dengan kehadirannya sampai dia harus berkali-kali mengucap kata ‘permisi’.
Ternyata ibu-ibu itu sudah selesai berbelanja dan asyik ngobrol. Usai menyebutkan merek rokok dan sedang diambilkan oleh penjualnya, Jati bagai pencuri dengar gosipan ibu-ibu.
“Aku lihat pas ributnya. Si Nava lari-lari keluar rumah nangis-nangis. Trus si Kenari berdiri depan pintu ditahan sama Pak Darso biar nggak ngejar kayaknya. Kenari kayak orang kerasukan ngamuk begitu.”
Jati melongo dan segera membayar rokok untuk menyusul Kenari. Dia berjalan cepat seraya mengedarkan pandangan. Mana tahu Kenari pergi ke mana. Saat di pertigaan itu, di cabang sebelah kanan terlihat sosok mirip Kenari. Jati memilih jalan itu.
Lelaki itu kehilangan jejak Kenari karena di jalanan depan ada gerobak besar yang menutupi pandangan. Jati terus berjalan sampai akhirnya menemukan Kenari berdiri di teras sebuah rumah. Perempuan di depan pintu itu menerima makanan darinya lalu menutup pintu. Mana ada orang yang menutup pintu saat masih ada tamu, kan? Mengerikan.
Setelahnya, Kenari membalikkan tubuh dan mereka menjadi bertemu pandang. Ke sekian kalinya berada dalam situasi yang aneh, kali ini Jati menunjukkan sesuatu. Rokoknya. Tidak bohong. Karena dia ke luar rumah itu memang untuk mencari rokok.
Cewek aneh yang sepertinya alergi kontak langsung dengan manusia itu segera berjalan melaluinya tanpa banyak basa-basi.
Jati segera mengekori karena dia tidak tahu jalan untuk kembali pulang. Jati menyipitkan mata saat melihat Kenari yang sedang berpapasan dengan tetangganya cuma diam saja bahkan cenderung dingin.
Saat kenari berjalan pelan ketika melakui dua orang cowok yang sedang berada di atas motor hendak pergi juga tak luput dari pandangan Jati. Kali ini aneh, Kenari tidak bersikap cuek. Bahkan sedikit memberikan waktu untuk melihat dua lelaki berwajah ganteng itu.
Ada apa tuh? Jati mulai ingin tertawa.
Dilarang mengikuti orang lain karena akibatnya bisa jadi sama buruknya dengan nyasar. Tak memperhatikan jalanan membuat Jati tahu-tahu saja berjalan sudah lebih lama dan jauh jaraknya dari saat berangkat. Kenari tidak pulang ke rumahnya melainkan mendatangi sebuah danau.
❤
Kenari bermain dan bicara pada kucing. Cewek itu alergi dengan manusia, tetapi tidak pada kucing. Haha.
“Kenapa kamu ke sini? Kok bisa di sini? Nggak ngobrol sama Nava?” tanya Kenari dengan nada datar.
Jati semakin mendekat agar bisa bicara lebih mudah. “Dia tadi lagi asyik ngobrol sama Arsyi.”
“Udah balik sana, tar dicariin Nava!” Keyna berseru galak.
Jati menatap sebal. Orang itu tidak ada sopan santunnya. “Ngusir nih?”
Jati baru balik badan karena sudah diusir. Langsung ada suara sesuatu yang menggebuk tanah disertai pekikan, lalu ringisan merintih. Seketika dia menoleh. Keadaan cewek itu membuatnya terkejut setengah mati dan segera berjalan cepat menghampiri Kenari. Untungnya Kenari tidak tercebur, tubuhnya masih menempel di pinggir danau.
“Kenari?”
Kenari melotot. “Ngapain ke sini lagi? Pergi sana!” serunya galak.
Kucing yang tadi sudah menyingkir dan matanya menatap dalam diam. Saat kucing tadi melirik pada Jati dan kemudian bersuara. “Meow.”
Karena Kenari ngomel dan mengusirnya, Jati berdiri menurut saat Kenari mengibarkan bendera tanda ‘tidak mau dibantu’. Jati melihat bagaimana cewek itu susah payah berusaha bangun sambil meringis nyeri. Dia cuma nurut aja sampai akhirnya Kenari tidak bisa bangun karena tanah pinggiran danau licin dan sebenarnya Kenari butuh pegangan yang kuat agar bisa bangun dari posisi duduk penuh pesakitannya itu.
Jati mendecak. “Sini aku tolong. Akhirnya nggak bisa bangun sendiri, kan?” ledeknya. Seharusnya tidak mengeluarkan kalimat yang akan membuat cewek itu mengamuk karena malu.
Kenari berdiri lalu menggerakkan kakinya.
“Terkilir nggak? Sakit? Kamu bisa jalan?” Jati ikut menatap kaki Kenari di mana betisnya yang ditutupi jeans tercetak noda cokelat tipis dan panjang.
“Kenapa cuma liatin doang tadi?”
Jati melongo bego. Ingin dia emosi juga tapi ditahan. “Kamu ngusir aku. Kamu yang ngelarang aku buat deket-deket apalagi kalo buat nolongin. Kamu bakal jorokin aku ke danau.” Suaranya yang dibuat jengkel dan ngeledek berhasil membuat Kenari diam saja.
Cewek itu berjalan sambil menepuk bagian belakang celananya. Diamnya Kenari bukan pertanda Jati menang berdebat membungkam cewek itu, tingkahnya malah semakin menyebalkan karena cewek itu berjalan melaluinya tanpa mengucapan terima kasih apalagi menatapnya.
“Untung ada aku, gimana kalo kamu jatoh saat nggak ada orang?” Jati bermaksud bercanda tetapi cewek di sebelahnya itu tidak tertawa.
Kenari menoleh dan mendongak. Ekspresinya malah seakan tersinggung. “Kamu bayangin aku meninggal kecebur?”
Tuhkan ucapannya serius banget dan marah. Ini cewek kenapa sih? Sensian banget? Beda sama Nava yang hobinya melontarkan guyonan lucu. Bagaimana mereka bisa berkomunikasi? Apa itu sebabnya keduanya tidak akrab? Nava pasti pusing kalau menerima respon jutek dan serius cewek ini. Hiy.
Jati mendadak kikuk. “Ya enggak. Ah, udahlah.” Kepalanya menggeleng, batas kesabarannya ditahan.
Di depannya ini kan orang baru yang tidak mungkin ditunjukkan betapa menyebalkannya dia kalau sudah sebal atau emosi ke orang. Meski nyaris putus asa bicara dengan seseorang hari ini. Baru kali ini ada orang semenyebalkan si Kenariii.
“Kakinya sakit nggak buat jalan?” Jati berusaha tetap sabar. Dia melirik pada Kenari yang berjalannya saja masih normal tanpa pincang-pincang karena keram atau keseleo.
“Kenapa kamu bisa ada di danau? Ngikutin aku ya?” Kenari sepertinya tidak perlu ditanya soal kakinya. Karena masih mampu untuk memancing keributan.
“Udah tau tadi aku nunjukin rokok.” Jati mulai kehilangan kesabaran.
“Tujuanmu selanjutnya ya harusnya ke rumah Pak Darso lagi lah,” ketus si Kenari.
Jati berdeham. “Jujur aja, aku ngikutin kamu karena aku kira kamu mau pulang. Cuma kok alurnya nggak lewat depan rumah kamu. Di tengah jalan aku sadar, kok jalannya jauh? Kalo aku berhenti ikutin dan balik badan buat pulang sendiri bakal makin nyasar. Jalanan tadi banyak belokannya. Sori, nggak bermaksud iseng.”
Mungkin kegalakan Kenari untuk menjaga diri dari cowok yang baru dikenal sepertinya. Mari berpikir positif.
Mereka berjalan menuju rumah Pak Darso dalam diam. Setelah masuk ke halaman rumah itu. Kenari langsung kabur secepat kilat melalui pintu samping dengan oleh-oleh si celana kotornya.
❤
“Gimana Nava?” Ibu bertanya pada Jati yang sedang menyetir mobil. “Apa Ibu bilang, aslinya juga cantik.”
Jati tidak mau munafik. “Tipeku secara penampilan. Tapi, dia bakal langkahin si kakaknya, Kenari itu ya? Nggak apa-apa? Cewek diam-diam akan mendem perasaannya.”
“Darso sudah menyerah soal Kenari. Mau gimana lagi?” Ibu berbicara sesuatu yang Jati tidak paham.
Ayahnya menimpali. “Ya, yang penting hidupnya seneng-seneng aja lah. Jangan dipaksa memang kalo belom waktunya ketemu jodoh.”
Jati teringat pada reaksi ibu saat ayahnya menanyakan tentang Kenari tadi siang. “Memang Kenari kenapa?”
“Keyna itu kasihan deh. Berapa tahun lalu, udah lamaran sama laki-laki, teman kantornya, dibatalin sepihak oleh si lelaki. Yang ini kejadiannya tahun lalu, dia dikenalin ke anak tetangganya, tau-tau aja si cowoknya batalin nggak jadi mau dijodohin. Untung belom sampe sesi lamaran lagi.”
Jati mendelik heran. “Ibu tau info itu dari mana?” Tidak menyangka saja cewek yang tadi sudah dia katain jelek-jelek ternyata memiliki masa lalu sepahit itu.
“Wong pas lamaran yang pertama udah banyak yang tau. Ternyata nggak jadi nikah. Temannya Ibu kan orang sini, pernah cerita tentang Pak Darso.”
Entah mengapa jadi merasa tidak enak hati atau bersalah. Tentu tidak mudah untuk melalui kejadian itu sampai bisa bertahan hingga sekarang. Dan, Jati si orang yang baru kenal ini dengan sok bagusnya ngata-ngatain Kenari. Atau mungkin kepribadian Kenari memang buruk sejak awal, sampai para lelaki itu tidak jadi menikahinya? Menurut cerita ibu-ibu gosip saja, Kenari pernah mengamuk marah pada Nava. Kasihan sekali Nava memiliki saudara yang tempramen seperti itu.
Ponsel Jati berbunyi, ada pesan masuk dari nomor Nava. Tadi dia yang meminta nomor ponsel cewek itu dan mengirimkan pesan tes kontak. Mereka sudah bertukar nomor ponsel. Pesan terakhir dari Jati untuk Nava mengajak nonton film super hero Amerika yang sebentar lagi tayang. Tadi saat ngobrol di acara makan bersama mereka membahas film itu.
Dari cara Nava yang masih membalas pesan bahkan menyetujui ajakan Jati untuk nonton film itu bersama pertanda cewek itu masih ingin menghubunginya, Nava juga tertarik padanya. Semoga ini bisa lebih mempermudah. Nava mengirimkan pesan memberikan kemungkinan hari bebas-nya untuk bisa pergi bersama dan menonton film yang sudah ditunggu oleh orang se-Indonesia yang akan tayang di bioskop.
❤❤❤
21 Apr 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top