Bab 24

Mulailah Jati bercerita kejadian yang dia alami tadi siang. Acara reuni teman sekelas Nava dulu. Setelah ruangan di kafe itu penuh oleh tamu-tamu acara reuni, terlebih Nava bertemu dengan dua orang teman dekatnya yang diperkenalkan bernama Neli dan Dian. 

Setelah bicara basa-basi sebentar ngobrol dengan Neli dan Dian yang menanyakan pekerjaannya dan menggoda status hubungannya dengan Nava. Jati lumayan senang dilibatkan Nava dalam obrolan mengenal teman dekatnya itu.

Jati membuka ponsel karena ada informasi penting di grup kantornya. Hari Minggu masih saja membahas jadwal besok Senin. Jati benci hari Minggu. Belum selesai hari Minggu, rasanya sudah seperti hari Senin seolah hari Senin ada 2 hari. Dia terpaksa membalas pesan-pesan yang masuk dengan gerakan cepat sebelum Nava mendeteksi kegiatannya, karena ada penugasan Jati besok harus datang ke kantor. No WFH!

Selagi mengetik pesan memberikan jawaban kalau dia besok pasti hadir di kantor, dia melirik Nava yang tampaknya juga asyik ngobrol bersama dua temannya.

“Pssst, si Jabs dateng. Makin alay aja gayanya!” Nava bicara serius pada dua temannya sambil menyurengkan mata. Dua temannya itu kompak tertawa lalu ditahan-tahan seolah itu tindakan kriminal.

Jati tidak diajak ikut serta dalam obrolan itu, dia melihat betul apa yang Nava bicarakan pada teman yang paham objeknya. Mata Jati tidak bisa menahan diri untuk menjadi melihat ke arah sekelompok perempuan bergaya kekinian. Tidak bisa disebut alay seperti yang Nava lontarkan. Gaya pakaian cewek-cewek itu normal, bahkan biasa digunakan dan ditemukan perempuan dewasa di mana-mana.

Apa definisi alay? batin Jati heran menggeleng samar.

Gerombolan cewek yang jadi bahan obrolan Nava memilih meja yang cukup jauh. 

“Rambutnya kayak sapu ijuk. Kagak perawatan kayaknya,” ledek Nava sambil tertawa.

“Kering, kurang vitamin,” timpal Neli.

“Mau gaya malah jadi alay.” Nava terkikik kecil.

Jati tanpa sengaja mendongakkan wajah karena lelah menunduk dan pura-pura tidak mendengar dan peduli pada obrolan itu dan kemudian tanpa sengaja bertemu pandang dengan Nava yang memberikan senyuman aneh seperti terpaksa.

“Sori, Va, bosku udah chat mulu soal kerjaan besok.” Jati tersenyum tidak enak menutupi kegugupannya, karena dia tertangkap basah dan seperti lagi dituding mendengar ocehan Nava tadi.

Tepat saat itu ada chat pribadi dari Pak Damir yang meminta izin untuk menelepon. Jati mendecak kesal. Bagaimana kalau habis ini Nava jadi kesal? Bukan kemauannya diganggu oleh si Bos.

“Va, aku mesti terima telepon. Aku izin keluar menjauh sebentar ya?” Jati memandangi Nava sembari menunjuk layar ponselnya.

“Iya, Mas. Angkat dong, pasti penting banget. Di parkiran depan aja.”

Jati mengangguk serta senyum kecil. Lantas pria itu pamitan pada dua teman Nava untuk menjauh sebentar. Pria itu mengarahkan langkah seraya membalas pesan Pak Damir agar nanti dia saja yang menelepon duluan saat sudah bisa diajak diskusi.

Jati memilih menerima telepon di ujung lorong area belakang kafe yang membawanya pada kebun belakang kafe. Selama kurang dari 5 menit dia bertelepon oleh Pak Damir yang meminta besok agar datang dan mempersiapkan data laporan penjualan tahun kemarin. Juga diminta agar siap-siap membuat slide presentasi. Jati ingin mendecih, ini bahkan belum sore, sudah dihantui tugas bejibun.

Sepuluh menit dia gunakan untuk membakar nikotin sejenak. Usai merokok sedikit, Jati berjalan untuk kembali menuju area depan kafe. Dia menahan langkah saat terlihat Dian dan Neli keluar dari pintu toilet cewek.

“Ceuuu, dia bawa cowok ganteng! Kita kalah nihh!” Suara Dian diiringi tawa geli membahana.

“Dihhh, gue dijadiin saingan sama dia juga nggak level. Kita beda level. Ogah banget dianggap setara sama dia!” sahut Neli. “Julid banget sama si Yuli. Kayak dia nggak freak aja.”

“Mana tadi dia nanya skincare gue gak terkenal kayak merek abal-abal. Dih, merk lokal dan baru. Dia kurang update. Lokal malah lebih mahal dibanding skincare Korea.”

Aku nggak banyak skincare, soalnya suka lupa. Kulit aku tetap mulus glowing meski jarang dirawat." Salah satunya mencibir mengikuti dengan gaya sok imut. "Hilih.”

Jati menahan langkah karena takut kepergok berada di dekat oleh dua cewek itu selama lagi asyik bergunjing. Entah mengapa dia ingin membakar satu atau dua batang rokok lagi. Jadilah dia kembali berdiri di belakang tembok yang ternyata adalah toilet perempuan. Dia juga mengirimkan pesan pada Nava mengenai keberadaan dirinya dan sedang nyebat sebentar.

Saat batang rokok kedua sudah nyaris habis, dia mendengar ada suara-suara yang memenuhi area toilet perempuan.

“Pinjem sisir, dong!”

“Niii adaaa!”

“Ada yang bawa parfum? Bagiiii.”

“Bagi jarum pentul dong, pentul gue hilang. Ehh, coba di bawah ada pentul gue nggak?”

“Itu di depan westafel!”

“Beb, gue baru beli lip gloss. Jadi kayak abis makan gorengan nggak sii??”

Jati refleks menoleh seakan dia takut keberadaannya yang sedang di balik dinding bakal ketahuan oleh cewek-cewek di toilet itu. Padahal lubang udara jauh di tembok atas sana.

Dia semakin lama mendengar sepertinya suara tawa dan obrolan itu dari sekumpulan cewek yang sedang ngobrol sambil tertawa yang ternyata adalah para teman se-angkatannya Nava yang hadir ke acara reuni itu. Mereka bergerombol di dalam toilet kafe yang bagian cewek. Mereka sedang memenuhi area westafel dengan depannya ada cermin besar karena sempat membahas soal bedak, sisir, dan lainnya.

“Reuni kurang asyik! Enakan kita ngamar di villa.”

“Nyewa villa di Anyer sekalian!”

Sekarang mereka lagi menggosipi acara reuni. Sungguhan gerombolan temannya Nava karena memang kafe sudah di-booking untuk acara sampe jam 5 sore.

“Eh, itu si cewek permen blaster cerita sana-sini kerja di SCBD. Uhh, sombongnya, kan dia dibantu orang dalem.”

“Bawaan aja sombong! Parah banget dia belom berubah ya? Kata sepupuku, yang tetangganya dia, masa dia ribut sampe dijambak dan ditampar sama Kenari. Sama sodaranya sendiri aja jadi berantem. Nggak tau diri banget udah diajak Kenari kerja di kantornya."

"Ehhh, dibikin stress sampe Kenari keluar. Kenari pasti keluar gara-gara dia deh. Tau kan kelakuannya dulu??”

Loh, ngomongin Nava? Jati baru peka karena ada nama Kenari disebut-sebut.

“Beneran?? Gimana ceritanya, El?”

“Kata si Kalia, dia temen ngobrol si teman mainnya Kenari, namanya Risa apa siapa gitu. Si permen gibahin si Kenari itu. Yah, kelakuannya sama aja kek pas dulu sekolah. Trus infonya bohong. Ya, sama persis lah kayak kejadian dulu. Idih, emang tabiat. Si Risa juga cerita pacarnya pernah digodain sama Nava. Najong! Centil. Gatelan.”

Mata Jati seketika melotot ingin menggelinding jikalau bisa. Dia mendengarkan dengan dada mencelus. Tidak percaya.

“Dulu kejadian gara-gara dia yang mulai nuduh si Dhila pernah hamil dan aborsi sampe infonya rame dan dipanggil kepsek. Pas blaster dipanggil kepsek dia nangis-nangis katanya salah menduga. Makanya jangan suka bohong, ihh.”

“Memang tukang bohong, mana pernah bawa-bawa kita sekelas. Kalian inget kan si dia yang bikin anak-anak kelas kita mesti ulangan ulang. Dia yang ketangkep nyontek, dia bilang ke guru kalo anak-anak sekelas nyontek ke dia dan nunggu jawaban dia. Ngapain nyontek ke dia. Pinteran juga kita-kita. Dia tukang nyontek dan bego gitu berasa paling pinter dan baik. Siapa yang mau nyontek ke dia? Dia kayak berasa orang penting.”

“Si Neli sama Dian masih aja mau temenan sama dia. Padahal anak-anak kelas kita udah nggak ada yang respek lagi sama si blaster itu.”

“Nggak tau aja, dua temannya itu suka gosipin dan ngomongin Nava di belakang tau. Diketawain karena nyebelin dan sok imutnya itu. Idih, orang-orang pada muka dua. Kita yang nggak suka sama dia dengan menunjukkan langsung dituduh jadi tukang bully. Dia aja yang merasa dibully, padahal dia yang resek dan layak dimusuhin.”

Jati tersentak kaget saat ingat Nava sempat mengeluh bercerita soal acara reuni itu.
Loh, bukannya Nava bilang teman dekatnya yang datang reuni cuma dikit karena gengnya pada sibuk? Mantan teman sekolahnya ini mengatakan jika temannya Nava memang hanya dua orang.

Cewek ini kenapa sih?

Setelah gerombolan cewek itu berhenti bergosip, Jati masih nongkrong jongkok di belakang area toilet yang menghadap ke arah belakang kafe, tidak ada keinginan beranjak ke mana-mana. Bukan tanpa alasan dia memilih menjauh dari ruang acara. Acara reuni teman kelas Nava banyak dihadiri tamu bawaan juga, ada yang bawa pacarnya, suami dan anak. Ada yang membawa anak doang. Kehadirannya di ruangan itu tidak asing. Hanya saja sekarang kepalanya mau meledak.

Jati menimbang-nimbang seraya menggenggam erat ponselnya. Inilah pilihannya. Dia segera mengirim pesan chat ke nomor Arsyi untuk mengajak bertemu. Tidak ada balasan Arsyi. Arghhh!

❤❤❤

Di jalan pulang habis acara reuni kelar pun Jati masih diberikan ujian kala Nava menggerutu tanpa ampun.

“Kamu lihat cewek yang rambutnya, cokelat kan? Yang paling mencolok karena berasa queen di situ? Ihh. Dia tuh jablay pas di sekolah. Idih, cewek najis deh. Kelakuannya juga kek anjir banget. Dia yang bikin aku dikeroyok kalah suara pas lagi membela diri. Aku kan nyontek biar bisa ngasih jawaban ke mereka. Masa pas aku ketangkep guru, mereka pada cuci tangan. Nggak mau kena masalah. Pas butuh aja nanya ke aku. Ih!!”

Jati memutar bola mata. Bahkan teman-temanmu itu menganggap kamu bodoh, mereka mending ngerjain sendiri daripada nyontek sama kamu!

Jati mengantar Nava pulang dan cewek itu ingin mampir dulu ke minimarket jalan besar dekat rumahnya. Saat melihat Nava papasan dengan seorang perempuan berwajah imut yang juga melengos sebal, Jati menarik napas lelah. Siapa cewek itu? Bahkan di tempat umum minimarket begini akan bertemu dengan musuh Nava juga??

Selagi Nava pergi ke rak bumbu cepat saji dan memilih-milih. Cewek itu ngoceh. “Tadi lihat cewek baju hijau itu nggak? Namanya Riesa. Dia temen mainku pas kecil. Tapi dia jadi benci sama aku karena awalnya salah paham doang.”

Jati yang sedang melihat kecap segera menoleh. Semakin banyak cewek ini bercerita akan semakin banyak memberikan umpan. Pria itu pura-pura tertarik padahal rasanya sudah ingin misuh-misuh.

“Kejadiannya pas kuliah. Kita papasan di depan rumahku. Dia nyapa aku. Cowoknya juga menyapa aku, ya aku sapa balik. Cowoknya ngajak aku kenalan pas kita nggak sengaja ketemu di minimarket ini. Cowoknya follow IG aku nemu di IG Riesa. Cowoknya ngirim-ngirim chat karena jurusan kita sama, trus pas aku ladenin chatnya, ketahuan sama Riesa. Padahal cowoknya yang gatel, aku yang kena.”

Jati kali ini tidak tahan malah jadi tertawa sebal. “Udah tau cowok orang kenapa diladenin?” dengusnya.

“Aku cuma mau temenan. Aku emang suka temenan sama cowok, Mas. Aku nggak suka temenan sama cewek, banyak drama. Banyak masalah.”

Heiii, kamu lah si trouble maker-nya itu!

“Riesa itu lumayan akrab sama Keyna. Dua-duanya sama. Tukang marah dan pendendam. Suka ngomongin aku. Terlebih suka pergi bareng, nonton bola. Nontonin si suaminya Riesa dan Mas Awan. Keyna yang ganjen banget caper ngintilin cowok seneng aja diajakin Riesa. Riesa yang dendam sama aku itu makin ngajakin Keyna, nyari temen buat benci aku.”

Jati diam saja. Bingung. Bagaimana menghadapi cewek yang sedang menggerutu?

Usai mengantar Nava pulang, di sepanjang jalan Jati menjadi merenung dan gelisah. Entahlah, mengapa bayangan hasil kenangan indah di kepalanya seketika menjadi buyar. Atau selama ini dia sudah masuk dalam kehidupan seseorang yang hidup dalam imajinasinya sendiri.

Dia memang memiliki banyak momen bahagia bersama dengan orang itu. Hanya saja dia harus memilah dan memilih sendiri yang mana informasi kebenarannya. Dia jadi menebak segalanya dan bingung, jadi trust issue dengan segala kelakuan cewek itu.

Tadi dia sudah menghubungi Arsyi untuk meminta bantuan padanya. Itu orang artis atau pejabat ya, pesannya tidak direspon!Tapi tahu-tahu saja Arsyi membalas pesannya dan mengiyakan ajakan bertemu itu.

Malamnya dia bertemu dengan Arsyi dan menceritakan segala kebingungannya.

❤❤❤

Jati sakit kepala....

15 Agustus 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top