Bab 14

Keyna mendadak jadi penasaran. Dia suka dan tertarik melihat konten video orang semenjak disuruh oleh Jati untuk sering berselancar di Instagram dan Tiktok. Kemampuan orang yang bisa mengambil gambar dan writer konten patut diacungi jempol.

Begitu menyimak yang Jati tampilkan, ya ternyata diam-diam Jati membuat konten video pendek. Video itu berisikan perjalanan dari stasiun kereta menuju kafenya.

Buat bahan promosi kafe di medsos, katanya.

Keyna tidak bisa nolak bantuan karena gratis dan sukarela. Jati juga sudah melakukannya.

“Ini biar ngasih tau orang betapa mudahnya akses dari stasiun ke kafe kamu kalo naek ojek online.” Jati ngasih info. “Tinggal ketik nama tempat di kolom tempat tujuan.”

“Kenapa ojek online? Kenapa kontennya kita ngarahin orang? Kan kalo diketik namanya di maps bakal muncul. Kamu sendiri yang bilang masukin maps lokasi kafe ini di medsos. Kemarin aku udah buat akun Instagram dan Tiktok-nya.”

“Masih banyak orang yang naek ojol. Kedua, banyak orang nggak bisa baca maps. Tapi kalo ngetik di menu ojol jago. See? Kalo kamu merasa videonya aneh. Yuk, kita bikin lagi record perjalanan dari Jakarta ke Bogor.” Jati sempat mengedipkan sebelah matanya dengan genit.

Keyna bergidik jijik. “Agak ada gilanya kamu. Kamu aja sono kalo kita mesti naek kendaraan bersama dari Jakarta ke Bogor. Hiy.”

Jati ketawa. “Jadi, ini mau dipake nggak? Atau mau nambah pake yang rute naik motor pribadi dari stasiun ke sini? Kamu harus ikut duduk di belakang boncengan aku.”

Keyna bergidik jijik dan emosi diledekin. “Orang turun dari stasiun, kok dia naek motor lagi? Emang dia orang mana sih? Kamu cuma mau ngerjain aku ya?”

Jati tertawa ngakak. “Ngerti maksudku berarti, kan? Kita fokus ke orang yang naik transportasi umum, Na.”

Cewek itu akhirnya menyerah. Dia saja tidak bisa mikir masa mau mendebat Jati.

“Mau tau rute angkot dari stasiun ke kafe ini?”

Keyna mengembuskan napas. “Aku tahu. Jauh dan trayeknya nggak ada yang langsung turun depan jalan besar depan sana. Kamu ngajak aku naek angkot ya?” tanyanya curiga.

Jati senyum aneh. “Jangan berputus asa. Pasti ada yang berminat ke sini.” Lalu kembali memandangi ponselnya dengan amat serius.

Orang ini apa sih? Kok tahu-tahu baik banget? Ini tipu muslihat. Iblis biasa melakukan hal seperti ini.

“Kapan kamu bikin video ini?” tanya Keyna heran.

“Tadi pagi. Aku ke stasiun dan naek ojol ke sini. Lalu aku pulang ke rumah dan ngedit videonya. Aku dateng ke sini lagi, baru aja sampe.” Jati sedang menonton video di ponselnya dengan amat serius.

“Kafeku bukan tempat yang bakal dibela-belain orang luar daerah buat datang ke sini.” Keyna tidak berani mengatakan itu, karena Jati sudah melakukan sesuatu untuknya. Dia memandang sendu ke halaman depan kafe. Buntu pikirannya.

“Ini bisa jadi alat promosi kalo kafemu nggak jauh amat dari stasiun. Hei, kamu jualan di aplikasi food online juga nggak?”

Keyna menggeleng.

“Aku kira kamu juga jualan di aplikasi. Makanya aku buat video dari stasiun itu. Biar orang tahu kalo kafemu masih terjangkau dengan transum. Mulai daftarin kafemu biar bisa pesan anter online.”

Keyna menarik napas. Dia sudah memutuskan untuk selesai dengan kafe ini. Ini bukan bidangnya.

“Aku belom punya banyak foto kafe ini. Aku mau fotoin dulu.” Keyna meninggalkan Jati dan berlari menuju halaman depan kafe.

Cewek itu mengarahkan ponselnya dengan mode horizontal. Dia mencoba mengambil foto kafenya dari halaman tapi hasilnya jelek. Gelap, tidak jelas warnanya, hanya terlihat hitam dan hijau tua.

“Kok jelek?” keluh Keyna tanpa sadar.

Jati mendekatinya dan melihat hasil pekerjaannya, diketawain tapi bantuin juga. Dibantuin disadarkan.

“Mendung, Na. Hasilnya jadi kurang cerah. Malah jadi kayak foto rumah kosong dan berhantu.” Jati tertawa geli sedangkan Keyna mendesis kesal nyaris mengumpat kasar.

Gimana tidak kesal, baru saja diledekin betapa bodoh dan payahnya dirinya dalam berpikir teknik pengambilan gambar. Maklum bukan bidangnya dan minim ilmunya.

Tiba-tiba hujan berhamburan menyerbu dari langit tanpa aba-aba. Tanpa ampun. Kehujanan. Keyna lari ke teras sedangkan Jati menuju parkiran motor untuk menyelamatkan helmnya. Mereka masuk ke dalam kafe, karena hujan yang deras banget yang disertai angin cukup besar dan kencang itu juga sampai masuk membasahi teras kafe.

Keyna segera mencari tisu, karena tubuhnya dan ponselnya yang basah. Jati sudah kembali seperti habis menerjang badai dengan rambut berantakannya. Kacamata basah. Dan menenteng helm.

Saat melihat wajah Jati sudah basah sebab terkena serbuan air hujan dan pria itu sedang mengusap baju bagian lengannya yang basah. Jati sepertinya tidak peduli kalau wajahnya basah, khususnya kacamatanya.

Keyna segera yang membantu mengusap air di wajah lelaki itu dengan tisu. Seketika tubuhnya membeku. Dia sadar. Heiii, lo ngapain, Na??

Keyna melupakan fakta bahwa dia memang bisa berbuat selembut itu. Mentang-mentang lelaki itu ada di dekatmu, bukan berarti dia itu pacarmu, Na. Jomblo dan sendirian sudah beberapa tahun ya, sampai lupa??

“Wajah kamu juga basah.” Jati juga membantu mengusap wajah Keyna dengan helaian tisu yang diambil dari bungkus yang masih berada di tangan wanita itu.

Sepertinya Jati bohong, mana mungkin bisa melihat wajah Keyna dengan kacamata basah seperti itu. Sejak kapan juga Jati mengambil tisu itu untuk mengeringkan wajah Keyna dari sisa air hujan.

Baru disentuh sekali itu juga dengan tisu, Keyna segera mundur untuk menghindar. Jati memandanginya dengan sorot lesu.

“Mau diposting nggak hasil video tadi? Kalo mau, bayar dulu.” Pria itu kembali ke mode jahatnya. Atau hanya ingin memecahkan situasi asing yang tadi sedang tercipta. Jati sekarang sibuk untuk mengeringkan kacamatanya.

Keyna inginnya tak menggubris dan meremehkan Jati. Namun, nyatanya lelaki itu bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa dia lakukan. Keyna menurut anjuran Jati dan menonton lagi video yang tadi ditunjukan.

Hujan deras di luar membuat Keyna tidak bisa mengusir paksa Jati. Keyna berdiri di depan pintu melihat hujan turun yang deras sampai mengaburkan pandangan di seberang jalan. Jati sedang duduk di kursi favoritnya, di sebelah pintu masuk.

“Gimana soal branding? Aku udah banyak nonton video materi doang,” keluh Keyna menoleh pada Jati.

“Kalau tempat kafenya kurang menarik dan fancy, ya minimal bikin branding makanannya enak-enak.”

Keyna mendengus, dia seperti makin minta dikatain, tapi saat mendengar penilaian jujur dari orang malah jadi marah.

“Kenari, ada banyak tempat kafe yang sebenarnya nggak menarik di mata. Bukan selera anak muda. Nggak warna-warni. Tapi bisa bikin nyaman. Dan pasti makanannya jadi favorit pelanggan. Aku udah pernah lihat tempat-tempat kayak gitu. Di kota ini maupun di Blok M, ada kok. Jadi, bukan maksud aku ngomong soal kafe yang jelek dan nggak menarik.”

Keyna duduk di hadapan Jati dengan lebih bersahabat. “Makanan di sini enak. Danil itu pernah kerja di resto yang bangkrut pas covid waktu itu. Dia minat kerja di sini karena irit ongkos. Rumahnya deket sini. Katanya, kerja di FnB memang penuh risiko. Dia terpaksa banget ambil kerjaan di sini, kayaknya.”

“Karyawan kamu banyak, Na. Kamu gaji mereka, kan? Aku bingung dan penasaran.” Nada suara Jati memelan nyaris berbisik.

“Aku gaji kok, sesuai kesepakatan awal.” Keyna juga takut ada yang mendengar.

Jati menatap ngeri. “Are you, okay?” tanyanya hati-hati.

Keyna menjadi lesu. “Nggak juga.”
Dan, itu masalahnya!! Dia tidak akan lama bisa menggaji karyawannya. Bisa habis tabungannya.

“Kamu cuma butuh 2 pegawai. Itu cukup.” Lagi-lagi Jati berbicara pelan.

Keyna jadi bimbang. “Masa ada yang bakal aku cut?” Dia mana tega. Mending dibubarin saja daripada 1 orang doang yang dihentikan paksa.

“Kasir, pelayan, bisa satu orang. Tukang masak dan urusan dapur juga bisa dihandle 1 orang.”

Keyna yang diam saja karena memang kesal dengan kenyataan itu. Lalu mendadak dia mendesah menghela napas berat. Isi kepalanya mau meledak. Hatinya menjadi sakit.

“Itu pilihan. Tapi mau ngga mau kamu harus bisa ambil keputusannya. Karna nggak akan selamanya kamu mau begini, kan? Kenari, ini agak kejam, tapi kamu kan bos bisnis bukan panti sosial.”

Keyna jadi mencerna. Dia baru sadar selama ini mikirin sendirian. Ternyata Jati ada gunanya juga buat ngasih saran.

“Aku akan bikin pamflet promosi. Besok kita cetak dan fotokopi banyak buat disebarin ke area dekat kampus. Atau jalan-jalan mana kek yang banyak orang lewat.”

❤❤

Esokannya omongan Jati bukan bualan khas cowok tukang tebar pesona dan harapan kosong belaka. Di jam 11 siang lelaki itu sungguhan membawa setumpuk pamflet dengan warna hitam-putih, hasil fotokopian.

Keyna heran dengan rencana cowok itu yang ada-ada saja. Seperti hidupnya tidak ada beban sampai repot mengurus orang lain. Jati sebenarnya pengangguran tidak sih?

Saat Keyna bertanya, “Kamu nggak kerja?”

Jati menjawab, “udah absen. Aku izin sampe jam 12. Jadi, sekarang kita mesti secepatnya keliling buat nyebarin kertas ini.”

OH! Lelaki itu sungguhan pekerja atau bohong ya?

Keyna sempat protes tidak mau naik motor bersama Jati. Mending jalan kaki karena lokasi tujuannya tidak jauh. Tapi, lelaki itu menyuruh naik motor agar agendanya cepat kelar.

“Udah deh, Na. Cepetan, naek motor aja!” Ajaknya dengan nada tidak mau dibantah saat sudah duduk di atas motor sedangkan Keyna berjalan di jalanan depan sudah berjarak beberapa rumah.

Iya, juga sih.

Setelah parkir motor di minimarket dekat situ, keduanya berjalan menuju area yang dekat kampus. Saat membagikan selebaran banyak cewek-cewek remaja muda yang sengaja mendekat pada posisi mereka agar disodorkan kertas dan menerima pemberian yang diangsurkan dari Jati. Cowok itu juga senyum manis seraya memberikannya. Beneran tukang tebar pesona orang ini!

Keyna juga berusaha memberikan selebaran tanpa melirik pada Jati. Tidak mau merasa terintimidasi karena tidak menarik. Setelah stok kertas habis, pertanda mereka harus pindah lokasi. Keduanya berjalan menuju parkiran motor. Jati mengajak Keyna untuk mampir ke dalam minimarket dan membelikan minuman.

Keduanya duduk di kursi besi depan minimarket untuk melemaskan otot kaki.

“Ramah dan senyum yang manis, Na. Di sini nggak ada yang kenal kamu apalagi tahu apa masalahmu.” Jati berbicara seperti itu entah maksudnya apa.

Keyna tiba-tiba tertawa karena ada hal yang menurutnya lebih lucu dibanding ucapan misterius Jati. Lelaki di sebelahnya itu menoleh dan tampak tersinggung kayak habis diremehkan.

“Kenapa?” tanya Jati masam. Matanya menatap seperti ngajak berantem kalau Keyna sampai menyinggung perasaan.

“Itu, aku tadi hampir salah baca pas tulisannya ketutupan sama orang yang berhenti di depan spanduk warungnya.” Keyna menunjuk rumah makan yang menjual ayam bakar di seberang minimarket.

Jati juga jadi ikutan menoleh dan memandangi seberang depan sana dengan kedua alis bertautan.

“Tadi aku bacanya ayam kampus, bukan ayam kampung.”

Pria itu ikutan tertawa geli. Selera humornya ternyata sama. Sama jeleknya.

Jati menunjuk gerobak yang tidak jauh dari warung ayam bakar tadi. “Dia jualan apa menurutmu?”

Keyna mengamati gerobak dengan tulisan di kaca berupa pecahan kata, kaca pertama bertuliskan Warung Nasi dan sebelahnya adalah Kuning Uduk. Orang normal berpikir sejelas itu sudah pasti memiliki makna Warung Nasi Kuning dan Nasi Uduk.

“Warung Nasi,” Jati membacanya pelan-pelan.

“Kucing duduk,” timpal Keyna lalu tertawa cekikikan. Karena memang di bawah gerobak ada banyak kucing seliweran ada yang duduk bersantai ria.

“Kucing duduk. Warung Nasi Kucing. Warung Nasi Kucing Uduk.” Jati juga bersuara membeberkan imajinasi liarnya.

Kok bisa Keyna mengatakan hal yang sama dengan Jati? Kini mereka berdua tertawa terbayang dengan anehnya ucapan sendiri.

Isi kepalanya seolah memiliki imajinasi masing-masing dengan tema yang sama. Hal yang lucu karena keduanya tertawa geli bukan main. Keyna tertawa ngakak sampai matanya berair. Dia sampai menghapus sudut matanya. Dia memiliki selera humor aneh, tapi selera humornya Jati lebih kacau.

Keyna baru berhenti dari tertawa kerasnya karena sedang dipandangi lekat oleh Jati. Bukannya tadi cowok itu sedang tertawa juga??

Cewek itu menjadi salah tingkah, kembali memasang topeng wajah dinginnya dan memalingkan wajah agar tidak mengetahui lagi bagaimana Jati sedang memandanginya.

😌😌😌

22 Juni 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top