#19

"Apa kau sakit, Chloe?"

Emily menatap curiga ke arah Chloe yang masih terdiam di tempat duduknya. Padahal di depan mereka sudah tersaji dua burger dan dua gelas soda dingin. Emily telah menggigit burgernya, sementara Chloe sama sekali belum menyentuh makanannya.

"Tidak." Chloe menggeleng samar.

"Tapi, kenapa kau tidak menyentuh makananmu? Kau tidak berpikir untuk diet, kan?"

Kalau dilihat-lihat tubuh Chloe cenderung kurus. Apa mungkin ia masih ingin mengurangi jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuhnya?

"Aku masih kenyang." Chloe menjawab dengan asal. Padahal ia sama sekali tak berselera makan. Semalam pun ia mengalami kesulitan tidur. Saat di dalam kelas tadi, pikirannya tak bisa fokus pada materi yang diberikan dosen.

"Kenyang apa? Memangnya apa yang kau makan tadi pagi?" desak Emily penasaran. Gadis bertubuh padat berisi itu terus mengunyah makanannya. Ia berencana untuk merampas burger milik Chloe seandainya gadis itu enggan untuk memakannya. Sudah beberapa minggu terakhir Emily tidak menjalankan dietnya.

"Aku sedang tidak berselera, Em." Akhirnya Chloe menjawab dengan jujur.

"Ada masalah? Apa soal Casey lagi?" Emily memicing penuh kecurigaan. Terkadang Chloe mudah ditebak.

"Aku tidak akan pernah kembali pada Casey."

"Kenapa? Apa kau berpikir untuk mendekati Oliver?" tebak Emily. "Apa kau sudah bertemu dengan Oliver kemarin?"

Kepala Chloe menggeleng.

"Tidak."

"Apa Casey tidak memberi alamat Oliver?"

"Bukan seperti itu."

"Maksudnya?" Emily kebingungan dengan jawaban yang diberikan sahabatnya.

"Kemarin aku pergi ke rumah Oliver dan dia tidak ada di rumah. Oliver sedang pergi berlibur." Chloe menemukan sebuah jawaban yang bagus untuk menutupi kematian Oliver.

"Berlibur ke mana? Apa dia belum kembali dari pantai itu?" Emily terus bertanya.

"Entahlah." Pundak Chloe mengedik.

"Oh, sayang sekali. Padahal aku sangat ingin bertemu dengannya." Raut wajah Emily menggambarkan penyesalan.

Chloe hanya mengulum senyum. Ia mulai menggigit burgernya perlahan demi menyamarkan kesedihan yang masih Chloe rasakan hingga detik ini.

"Apa kau tahu, Chloe?" Emily berbicara kembali karena mendadak teringat dengan sesuatu. "Kemarin aku membaca sebuah artikel di media sosial tentang kejadian saat kita berlibur di pantai. Kau masih ingat dengan orang yang terseret ombak di pantai, kan?" Mendadak Emily membahas peristiwa kecelakaan yang terjadi di pantai kala mereka berdua berlibur.

"Ya, kenapa?" tanya Chloe hati-hati. Ia sudah merahasiakan soal Oliver dari Emily beberapa menit lalu. Namun, tiba-tiba saja Emily membahas masalah itu.

Emily mengambil ponselnya dari dalam tas. Ia tak menggunakan benda itu semenjak mereka tiba di restoran cepat saji demi menghemat baterainya yang nyaris kosong. Tapi, ia terpaksa menggunakan ponselnya karena ingin menunjukkan sesuatu pada Chloe.

"Ternyata orang yang terseret ombak saat itu masih muda dan tampan, Chloe. Dia masih berumur 20 tahun. Dan dia juga bernama Oliver," tutur Emily seraya menggeser layar ponselnya. Ia sibuk mencari artikel yang dibacanya kemarin untuk ditunjukkan pada Chloe.

Chloe hanya bisa diam, tak berkomentar apa-apa.

"Lihat, Chloe." Emily menyodorkan ponselnya ke depan mata Chloe setelah ia berhasil menemukan artikel itu. "Ternyata mobil polisi yang kita lihat saat itu karena ada insiden di pantai."

Chloe terkesiap. Di layar ponsel Emily terpampang dengan jelas sebuah foto dengan sederet tulisan yang mengabarkan tentang kejadian nahas seseorang yang meninggal karena terseret ombak di pantai. Dan seraut wajah yang terpasang di antara artikel itu memang milik Oliver. Itu merupakan foto terakhir yang Oliver ambil sesaat sebelum kecelakaan itu terjadi. Oliver mengenakan sebuah kaus putih dengan bawahan celana pendek berwarna hitam. Saat itu Oliver yang ditemui Chloe juga menggunakan pakaian yang sama.

"Kasihan, ya. Cowok setampan itu harus mengalami kejadian mengerikan yang membuatnya harus kehilangan nyawa." Emily bergumam mengasihani nasib nahas yang menimpa Oliver.

"Tidak ada yang tahu takdir, kan?" Chloe memberi komentar agar tidak terlalu membuat Emily curiga.

"Kau benar. Lalu bagaimana dengan Oliver yang kau temui waktu itu? Dia bukan Oliver yang meninggal itu, kan, Chloe?"

Chloe tersentak kaget. Ia pikir pembahasan tentang Oliver telah selesai, tapi Emily kembali membicarakan Oliver.

"Bukan, bukan." Chloe menjawab dengan gugup. Gadis itu berusaha menyembunyikan fakta yang sesungguhnya tentang Oliver dari Emily. "Kau tahu sendiri kalau aku bertemu dengannya malam sebelum kita pulang." Chloe menambahi untuk menguatkan pernyataannya.

Chloe meneguk sodanya.

"Apa kau tidak tertarik pada Oliver?" tanya Emily masih saja membahas tentang Oliver. Pertanyaannya hampir membuat Chloe tersedak sodanya.

"Aku tidak ingin menjalin hubungan dengan cowok manapun, Em. Aku ingin konsentrasi pada kuliah. Itu saja," ucap Chloe.

"Lalu bagaimana dengan jaket itu?"

"Aku sudah mengembalikannya. Aku bertemu dengan ibu Oliver kemarin."

"Oh, benarkah? Apa ibunya tidak mengatakan kapan Oliver akan kembali?"

Dia tidak akan kembali, jawab Chloe dalam hati.

"Tidak."

"Padahal aku juga ingin berkenalan dengannya," gumam Emily terkesan ingin merebut perhatian Oliver dari Chloe. Pasalnya Chloe sudah menyatakan tidak ingin menjalin hubungan dengan cowok manapun. Itu artinya Emily bisa mendekati Oliver, begitu pikir Emily.

"Jangan terlalu berharap."

"Kenapa aku tidak boleh berharap?" tanya Emily setengah protes. Siapapun berhak untuk menggantungkan harapan, bukan? Termasuk Emily.

"Karena kau bisa kecewa kalau berharap pada sesuatu yang tidak pasti," sahut Chloe tegas. "Cepat habiskan makananmu."

"Memangnya kita akan pergi ke mana?"

"Pulang."

"Kupikir kita akan pergi jalan-jalan," celetuk Emily tampak kecewa. Namun, tak ditanggapi oleh Chloe.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #misteri