#18
Chloe dan Casey duduk saling berhadapan. Masing-masing di depan mereka terdapat segelas es kopi. Dan momen seperti sekarang membuat Chloe merasa kembali ke masa-masa saat ia dan Casey masih berpacaran. Suasana cafe yang tenang dan beraroma kopi membuat Chloe semakin terkenang dengan kisah cintanya dengan Casey.
Casey juga merasakan hal yang sama. Namun, cowok itu tak ingin terlalu larut dengan keadaan. Ia sadar jika Chloe bukanlah lagi kekasihnya.
"Aku memang bercerita banyak tentangmu pada Oliver." Di awal perbincangan mereka berdua, Casey membuat sebuah pengakuan di depan Chloe. Es kopi di depan mereka sama-sama belum tersentuh. Minuman itu tak lebih hanya sebatas penghias meja.
Chloe tak terkejut mendengar hal itu, karena Oliver pernah mengatakannya pada Chloe.
"Kenapa kau begitu mudahnya bercerita pada orang lain tentangku?" desak Chloe seolah tak terima dengan pengakuan Casey.
"Oliver bukanlah orang lain. Dia sudah seperti saudara untukku."
"Sekalipun kau menganggapnya saudara, tapi kau tidak harus melakukan itu, Casey."
"Aku tahu." Casey tertunduk. Casey termasuk salah satu mahasiswa yang cerdas, tapi ia tampak bodoh detik ini.
"Kalau kau tahu, kenapa masih melakukan itu?" Chloe semakin mendesak Casey.
Cowok itu terdiam sejenak. Jika ia jujur tentang semuanya, mungkin tidak apa-apa. Hubungannya dengan Chloe sudah kandas. Oliver juga telah tiada.
"Sebelumnya Oliver pernah melihatmu saat kita pergi ke bioskop."
Ya, Chloe dan Casey memang pernah pergi ke bioskop berdua. Tapi, itu sudah lama.
"Lalu?"
"Oliver terus bertanya tentangmu dan dari situlah aku bisa menebak kalau dia menyukaimu. Oliver bahkan memintaku agar putus darimu."
"Apa?!" Chloe menjerit tanpa sadar. Suaranya berhasil mengundang perhatian beberapa orang di sekitar meja mereka.
Casey menarik napas. Sesungguhnya Casey ingin menyimpan rahasia itu sepanjang umurnya, tapi keadaan berkata lain. Ia terpaksa membongkar rahasia itu dengan mulutnya sendiri.
"Keluargaku pernah mengalami masa-masa terberat dalam hidup. Kondisi keuangan keluarga kami kacau setelah perusahaan milik ayah mengalami kebakaran. Dan satu-satunya orang yang bersedia membantu keluarga kami hanyalah ayah Oliver. Sebab itulah kami merasa berhutang budi pada mereka."
"Termasuk saat Oliver memintaku darimu? Kau juga menganggapku sebagai utang yang harus dibayarkan pada Oliver?"
"Bukan seperti itu, Chloe," tukas Casey tak ingin Chloe menyimpulkan sendiri.
"Aku tahu, Casey. Aku sudah bisa menebak jalan cerita kalian berdua." Chloe memberi jeda pada dirinya sendiri untuk mengambil napas panjang. "Kau bersikap seolah-olah kita memiliki begitu banyak perbedaan prinsip dan kau berlagak tidak bisa menerima semua itu. Kau bersikap begitu egois hanya untuk mengakhiri hubungan kita. Semua karena Oliver. Aku benar, bukan?"
Casey tidak bisa mengelak. Situasinya telah terbaca oleh Chloe.
"Aku tidak bisa menolak permintaan Oliver."
"Karena kau merasa berhutang banyak pada keluarganya, begitu kan?"
Casey membenarkan lewat gerakan kepala.
"Aku tahu kau tidak ada sangkut pautnya dengan utang keluarga kami, tapi aku tetap tidak bisa mengatakan tidak pada Oliver."
"Jika Oliver masih ada, seumur hidup kau tidak akan pernah memberitahuku rahasia ini, kan?"
Sudah tentu jawabannya 'iya'. Sorot mata Casey mengisyaratkan seperti itu.
"Maaf," ucap Casey lirih.
Chloe tidak menggubris permintaan maaf Casey. Gadis itu merasa kesal luar biasa.
"Aku tahu Oliver menyukaimu," sambung Casey kembali. "tapi aku tidak pernah tahu kalau dia diam-diam mengambil fotomu. Entah dia menyuruh seseorang atau mengambil foto itu sendiri, aku juga tidak tahu."
"Lalu bagaimana perasaanmu setelah mengetahui perasaan Oliver padaku? Apa kau merasa sakit hati?"
"Ya." Meski berat untuk mengatakannya, Casey tetap menjawab pertanyaan Chloe.
"Aku juga sama sepertimu, Casey. Aku juga terluka. Kau sudah mengorbankan aku dan kebahagiaanmu demi membalas budi pada keluarga Oliver. Aku sungguh merasa kecewa dengan sikapmu." Chloe mengangkat tubuh dari atas kursi. Gadis itu hendak mengakhiri percakapan mereka, lalu pergi. "Kurasa sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Aku akan pergi."
"Chloe!"
Tangan Casey menyambar lengan milik Chloe secepat kilat untuk mencegah gadis itu pergi.
Chloe tersentak. Ia tidak mengira Casey akan menghentikan langkahnya seperti ini.
"Aku akan mengantarmu pulang."
"Tidak perlu. Aku bisa naik taksi." Chloe menolak mentah-mentah penawaran Casey.
"Sekali lagi aku meminta maaf atas semuanya, Chloe."
"Ya. Aku menerima permintaan maafmu. Tapi, sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi. Di antara kita sudah berakhir. Dan masalah Oliver juga sudah kuanggap selesai," tandas Chloe untuk yang terakhir kali.
Chloe berusaha menepis tangan Casey.
Cowok itu tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah kepergian Chloe. Ia pasrah ketika Chloe menepis tangannya, lalu melenggang pergi dari hadapan Casey.
Casey bahkan tidak sanggup untuk mengatakan pada gadis itu bahwa ia ingin kembali bersama dengan Chloe. Casey ingin mengulang kebersamaannya dengan Chloe.
Casey kembali ke tempat duduknya dan terpekur.
Ia sadar semuanya telah berakhir. Chloe tidak mungkin bisa diraihnya kembali.
Sementara itu, Chloe dengan hatinya yang hancur, berjalan keluar cafe. Gadis itu berhenti di tepi jalan, menunggu kalau-kalau ada taksi yang lewat. Dan benar saja, selang lima menit kemudian ada sebuah taksi yang melaju ke arahnya. Chloe menghentikan taksi itu dan bergegas meluncur pulang.
Chloe memang masih menyimpan perasaan untuk Casey, tapi gadis itu tidak pernah berpikir akan kembali padanya. Hati Chloe telah tertutup untuk nama Casey.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top