#12
Oliver kembali ke dekat Chloe setelah pergi beberapa saat lalu. Cowok itu mengulurkan sebuah gelas kertas ke tangan Chloe yang berisi kopi panas. Tapi, angin pantai membuat cairan di dalam gelas kertas itu berangsur dingin lebih cepat dari yang seharusnya.
Chloe menerima kopi itu seraya mengucapkan terimakasih.
"Apa kau sering pergi ke pantai?" Oliver membuka obrolan setelah Chloe menyesap kopinya.
"Tidak. Ini adalah liburan pertamaku setelah beberapa tahun."
"Oh, benarkah?"
"Apa Casey tidak pernah cerita kalau aku lebih sering tinggal di rumah saat liburan?" Chloe balik bertanya.
Dan dijawab dengan gelengan oleh Oliver.
"Casey tidak cerita sedetail itu."
"Kau sendiri? Apa kau suka ke pantai?" Chloe berniat mengorek kehidupan Oliver lebih dalam.
"Ya. Aku sering ke pantai karena aku suka berenang."
"Lalu kau datang kemari bersama siapa?"
"Sendiri."
"Sendiri?" Kening Chloe mengerut tajam. Berlibur ke tempat asing seperti ini sendirian terdengar sangat aneh untuknya. "Apa tidak ada seseorang yang ingin kau ajak berlibur? Teman misalnya?"
"Aku tidak punya teman. Casey adalah satu-satunya temanku beberapa tahun belakangan."
Chloe mengangguk kecil. Ia paham dengan kondisi di mana seseorang tak memiliki banyak teman. Chloe juga seperti itu. Ia hanya memiliki Emily dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
"Kenapa tidak mengajak Casey?"
"Dia sibuk. Lagipula kalau aku mengajak Casey, kalian akan bertemu di sini, kan? Kau mungkin akan merasa tidak nyaman saat bertemu dengannya."
Chloe mengembuskan napas panjang.
"Ya, kau benar. Kami sudah tidak saling komunikasi sejak putus. Pasti akan sangat canggung kalau kami bertemu nanti."
"Apa kau masih menyukainya?"
Chloe terdiam sejenak.
"Aku sudah memutuskan untuk berhenti menyukainya. Mungkin akan sulit pada awalnya, tapi aku yakin aku bisa melakukannya."
"Tidak usah terlalu memaksakan diri," cetus Oliver sembari menepuk pundak Chloe.
"Aku hanya sedang berusaha."
"Casey pasti juga sedang melakukan hal yang sama denganmu."
"Dia pasti baik-baik saja sekarang," tukas Chloe dengan mengulum senyum pahit.
Casey bukan tipe orang lemah yang akan terus menerus menyesali perpisahan mereka. Cowok itu punya banyak kesibukan untuk mengalihkan rasa sedihnya. Berbeda dengan Chloe yang butuh lebih banyak waktu untuk mengatasi perasaannya.
"Untuk sementara waktu dia tidak akan baik-baik saja, sama denganmu. Hanya saja dia menyembunyikan luka itu jauh di dalam hatinya. Tapi, mungkin dia lebih cepat mengobati luka hatinya ketimbang dirimu," ujar Oliver.
Chloe setengah mengangguk.
"Apa kau kedinginan?" tanya Oliver. Tanpa menunggu jawaban dari gadis di sebelahnya, Oliver segera melepaskan jaket hijau tua dari tubuhnya dan memakaikan benda itu di punggung Chloe.
"Tapi kau yang lebih membutuhkannya, Oliver."
"Tak apa, Chloe. Lelaki sejati selalu melakukan ini dalam film, kan?"
Ucapan Oliver membuat Chloe seketika melepaskan senyum.
"Apa kau ingin disebut sebagai lelaki romantis?" sindir Chloe.
"Kalau kau tidak keberatan, boleh-boleh saja."
Keduanya tertawa bersama.
"Oh, ya. Besok aku akan pulang. Apa kau juga akan pulang?" beritahu Chloe setelah menyesap habis sisa kopinya yang telah menjadi dingin.
"Aku masih betah di sini."
"Apa kita akan bertemu lagi suatu saat nanti? Maksudku, siapa tahu aku ingat hari ulang tahunmu dan ingin mengucapkan selamat padamu?"
"Kau bisa mengucapkannya sekarang. Sedikit lebih cepat, tidak apa-apa, kan?"
"Hei, itu tidak menyenangkan."
Oliver hanya memasang senyum tawar.
"Apa itu artinya kau ingin bertemu lagi denganku suatu saat nanti?"
Chloe terdiam sesaat.
"Kalau aku menjawab iya, apa itu artinya aku sedang memberi harapan padamu?"
"Mungkin." Oliver mengedik tak yakin.
Chloe menelan ludah.
"Sejujurnya aku tidak ingin memberi harapan untuk seseorang, maksudku tidak secepat ini." Chloe segera meralat kalimatnya.
"Karena kau takut akan terluka lagi?" Oliver mencoba untuk menebak.
"Seharusnya aku tidak seterluka ini karena perpisahan kami adalah sebuah kesepakatan bersama. Mungkin aku hanya berjaga-jaga saja."
"Kau tahu, secara tidak langsung kau sudah menolakku, Chloe." Oliver menatap lamat-lamat wajah gadis di sebelahnya. Pencahayaan di sana cukup buruk. Keseluruhan detail wajah Chloe tidak tampak dengan jelas. "Tapi tidak apa. Aku baik-baik saja," tandas Oliver dengan menyunggingkan senyum tipis.
"Aku tidak bermaksud seperti itu." Chloe tidak tahu dengan kalimat apa harus menjelaskan isi pikirannya pada Oliver.
"Aku tahu," timpal Oliver membuat Chloe tidak mengerti. Oliver tampak hanya berputar-putar pada pemikirannya sendiri.
Sepi. Chloe tak berusaha menyambung percakapan karena ia kehabisan kata. Sedang Oliver juga memilih untuk bungkam dan membuang pandangannya jauh ke arah lautan yang terbentang di hadapan mereka. Meski sesungguhnya di kejauhan sana yang terlihat hanya kegelapan.
"Apa kau ingin pulang sekarang? Udara di sini semakin dingin. Aku takut kau sakit." Setelah beberapa lama akhirnya Oliver kembali berucap. Tapi, kalimatnya terasa seperti sebuah permintaan halus agar Chloe cepat pergi dari tempat itu. Padahal ia masih ingin berada di sana sedikit lebih lama bersama Oliver.
Chloe bangkit dari tempat duduknya. Ia tak ingin menahan diri lebih lama di sana.
"Pakai saja jaketnya," ucap Oliver cepat di saat Chloe hendak melepas jaket milik Oliver, lalu mengembalikan benda itu pada pemiliknya.
"Tapi kau bisa kedinginan ... "
"Kau yang lebih penting, Chloe."
"Tapi ... "
"Ayolah," paksa Oliver. Cowok itu merangkul pundak Chloe dan menggiring gadis itu untuk berjalan ke arah penginapan. "Sudah malam. Temanmu pasti sudah menunggu."
Chloe menuruti keinginan Oliver dan berjalan di sisi cowok itu menuju ke penginapan. Selama perjalanan, mereka hanya mengobrol hal-hal ringan hingga akhirnya mereka tiba di depan pintu penginapan.
"Jam berapa kau akan pulang besok?" Sebelum berpamitan, Oliver bertanya pada Chloe tentang rencana keberangkatannya.
"Aku dan Emily belum memastikannya, tapi mungkin pagi. Sekitar jam sembilan atau sepuluh."
"Kalau begitu hati-hati di jalan."
"Apa kita akan bertemu lagi suatu saat nanti?"
"Apa kau benar-benar ingin memberi harapan padaku?"
Chloe terdiam. Gadis itu akan menjawab tepat di saat Oliver mendadak melepaskan tawa kecil.
"Sudahlah, jangan dipikirkan. Masuklah. Di luar hawanya dingin."
"Sampai jumpa."
Chloe membalik tubuh, lalu mulai mengambil langkah menuju ke arah pintu penginapan. Namun, baru tiga langkah, gadis itu tiba-tiba teringat pada jaket milik Oliver yang masih lekat di punggungnya. Ia belum mengembalikan jaket milik Oliver!
Chloe kembali memutar tubuh dan bermaksud memanggil nama Oliver, tapi gadis itu hanya bisa tertegun di tempatnya berdiri karena tak menemukan siapa-siapa di tempat itu. Sosok Oliver tidak ada lagi.
Chloe berlari ke arah jalan yang tadi mereka lalui, tapi tak menemukan keberadaan Oliver.
"Dia cepat sekali perginya." Chloe menyerah. Gadis itu memutuskan untuk kembali ke kamar dengan membawa serta jaket milik Oliver.
Besok ia akan mengembalikan jaket itu pada pemiliknya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top