#10

Sekitar pukul satu siang, Chloe dan Emily bertemu di sebuah cafe yang berada agak jauh dari penginapan. Emily sudah makan bersama teman yang ia temui sejak pagi tadi, tapi Chloe sebaliknya. Perutnya kelaparan. Jadi, Chloe memesan wafel cokelat, seporsi spaghetti bolognese, dan segelas jus jeruk. Sementara Emily memesan caffe latte dan seporsi kentang saus keju.

"Apa kau sangat kelaparan, hah?" Emily bergidik melihat Chloe begitu lahap menyantap spaghetti bolognese miliknya. Gadis itu terus menyuap seolah mengabaikan keberadaan Emily.

"Ya, aku sangat lapar," sahut Chloe tak begitu jelas karena mulutnya sembari sibuk mengunyah. "Tadi pagi aku hanya makan mi instan, kau ingat?"

Emily mengangguk. Ia yang memesan mi instan itu untuk Chloe.

"Apa kau jadi bertemu dengan cowok itu?" Emily beralih topik saat isi piring Chloe telah berkurang setengah. Cara makannya pun mulai melambat, tak selahap tadi.

"Uhm." Chloe hanya mengiyakan dengan gumaman.

"Lalu?"

"Kami akan bertemu lagi nanti malam," ucap Chloe setelah meneguk jus jeruknya. Gadis itu mengelap bibirnya dengan menggunakan selembar tisu. "Kau tidak akan percaya apa yang akan kuceritakan, Em."

"Cerita tentang apa?" Emily tampak tertarik dengan perkataan Chloe. Sembari mengobrol, sesekali Emily memasukkan potongan kentang goreng ke dalam mulutnya.

"Oliver mengaku kalau dia adalah sahabat Casey."

"Benarkah?" Seperti yang diperkirakan Chloe, ekspresi Emily berubah kaget.

"Ternyata selama ini Casey banyak bercerita tentangku pada Oliver. Casey bahkan menunjukkan fotoku pada Oliver," ungkap Chloe bersungguh-sungguh. Ia telah meletakkan garpunya beberapa menit lalu.

"Apa mereka sedekat itu?"

"Sepertinya begitu."

"Tapi, sedekat apapun mereka, apa Casey harus menceritakan tentangmu pada sahabatnya?"

"Itulah yang sejak tadi kupikirkan, Em. Bisa-bisanya Casey menceritakan masalah pribadinya pada Oliver. Dan kau tahu apa yang Oliver katakan tadi padaku?" Chloe menunggu Emily bereaksi.

"Memangnya apa yang Oliver katakan, Chloe?"

"Oliver mengaku kalau dia menyukaiku hanya dengan mendengar cerita tentangku dan hanya melihat fotoku. Bukankah itu tidak masuk akal?"

"Berarti Oliver memata-matai kita sejak awal?" duga Emily mulai membuat kesimpulan.

"Kurasa dia kebetulan melihat kita di sini." Chloe tidak berpikir sejauh itu. Mustahil Casey juga memberi tahu alamatnya pada Oliver, pikir Chloe. Rencana liburan mereka juga tidak diketahui Casey.

"Tapi kalau kebetulan seperti itu sangat tidak wajar, Chloe. Seperti sebuah kebetulan yang direncanakan."

"Tapi aku tidak melihat ada yang mencurigakan saat kita turun dari bus kemarin. Kalau dia membuntuti kita sejak awal, harusnya Oliver menginap di penginapan yang sama dengan kita, bukan menciptakan pertemuan yang kebetulan di tempat lain. Bertemu di penginapan akan menjadi sebuah skenario kebetulan yang lebih tampak alami."

Emily mengangguk usai mencerna perkataan Chloe.

"Kau benar."

"Sepertinya dia tiba lebih dulu di sini ketimbang kita."

"Tapi, kalau dia setampan itu, terima saja Chloe," goda Emily sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Tapi dia sahabat Casey, Em. Aku juga belum berpikir ke arah sana."

"Kenapa dengan Casey? Toh, kalian sudah putus. Kau berkencan dengan siapa saja bukan urusan Casey lagi, Chloe. Atau jangan-jangan kau masih berharap akan kembali pada Casey?" Emily mencurigai sesuatu dari Chloe.

"Tidak mungkin," sangkal Chloe. Kembali bersama dengan Casey merupakan sesuatu yang mustahil. Mereka sudah putus komunikasi setelah mengakhiri hubungan. Tetap berteman hanyalah sebuah kata-kata untuk menenangkan hati masing-masing agar tidak terlalu terluka. "Aku sudah berhenti menyukainya. Kalaupun aku dan Casey bersama, itu sama saja dengan mengulangi apa yang telah kami lalui. Tidak akan ada gunanya, Em."

"Baiklah. Kalau begitu kau fokus saja pada Oliver. Tapi, dia benar-benar tampan, kan?"

"Apa kau meragukanku?"

"Ya, barangkali matamu sudah rabun, Chloe. Cowok seperti Casey saja bisa membuatmu jatuh cinta." Emily terbahak cukup keras. Ia sengaja menertawakan Chloe tanpa memedulikan perasaan sahabatnya.

"Jangan bawa-bawa nama Casey lagi," timpal Chloe kesal. Kedua matanya sampai melotot.

"Ya, ya."

Setelah menghabiskan makanan dan minuman di atas meja, kedua sahabat itu pergi jalan-jalan ke pantai. Seraya menikmati embusan angin dan bermain dengan pasir, sesekali Emily mengambil foto Chloe diam-diam. Ia sudah berencana untuk mengunggah salah satu foto terbaik milik Chloe di akun media sosialnya.

"Apa kita akan menunggu matahari tenggelam? Sepertinya menyenangkan kalau kita bisa melihat matahari tenggelam." Emily berjalan beberapa jengkal di depan tubuh Chloe sambil sesekali mengedarkan tatapan ke sekeliling. Mencari sesuatu yang menarik untuk diabadikan.

"Boleh." Chloe tak menolak. Lagipula mereka akan pulang besok, jadi mereka harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin. "Apa orang yang terseret ombak kemarin sudah diketemukan?"

Tiba-tiba saja Chloe bertanya. Pasalnya di sekitar mereka sudah tidak tampak mobil polisi ataupun mobil milik tim SAR. Kemarin Chloe jelas-jelas melihat mobil-mobil itu berada di sekitar tempat Chloe dan Emily berdiri sekarang.

"Yang kudengar seperti itu. Mereka sudah menemukan korbannya."

"Apa dia selamat?"

"Tidak." Emily menggeleng. "Mustahil bisa selamat setelah terseret ombak di pantai seperti ini, Chloe."

Chloe terdiam sejenak.

"Sayang di tempat seindah ini mesti ada yang meregang nyawa," gumam gadis itu seolah bisa merasakan kesedihan yang dirasakan keluarga korban.

"Ya. Tidak pernah ada yang tahu takdir seseorang, Chloe." Emily berusaha bijak. "Bagaimana kalau kita mengambil beberapa foto? Aku ingin punya kenangan liburan kali ini, Chloe."

Chloe setuju.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #misteri