Part 10 ( repost)

"Natasya, kenapa kamu lama sekali didalam, kamu ngga kenapa - kenapa kan?" jelas suara Arka terdengar.

"Maaf bisa minta tolong sama Mbok Yati? " suara Caca panik

"Kamu kenapa Natasya?"

"Saya, saya kesulitan membuka kancing dan resliting gaun ini,"

Arka tersenyum kecil,

"Buka pintu nya, biar aku bantu,"

" Ngga ngga, biar Mbok Yati aja,"

"Mbok Yati sibuk, ayolah aku ngga bakal ngapa ngapain kok, dari pada kamu didalam sana terus,"

Ragu gadis itu membuka pintu kamar mandi. Sejenak mata mereka saling tatap. "Keluarlah," Arka memberi isyarat dengan alisnya.

"Sini aku bantu,"

Caca membelakangi Arka, perlahan lelaki itu melepas kancing gaun wanita di depannya. Kemudian resliting nya. Ada degub kencang di dadanya melihat punggung bersih dan mulus milik Caca. Sebagai lelaki normal hasrat untuk menjamah pasti ada, namun segera dia urungkan.

"Sudah," kata Arka.

"Terimakasih," tanpa menoleh dia kembali masuk kamar mandi untuk berganti baju.

Arka menarik nafas dalam dalam, "Huuuft," dia bergumam lalu mengacak rambutnya keluar kamar.
.
.
.
.
.
Pelan Caca keluar dari kamar mandi, dia lega karena tidak ada Arka disana. Setelah sholat dia keluar kamar menghampiri Mbok Yati yang sibuk bekerja didapur.

"Mbok, ada yang bisa Caca bantu? "

" Eh Mba Natasya, ngapain ke dapur nanti kotor, "

" Ngga apa-apa Mbok, biar kerjaan Mbok cepat kelar,"

"Mba Natasya, kenapa di sini?, "

" Ngga apa-apa Mbok, biar cepet kelar beres - beresnya,"

"Natasya, ayo sini Ibu mau ngobrol sama kamu," panggil Yani dari ruang keluarga.
Caca menghampiri mertua nya, "Sini Ibu mau cerita sedikit tentang suami kamu," ujar Yani menepuk kursi disebelah nya.

"Mungkin kamu heran kenapa Arka di sebut tadi bin Fulan, "

Caca mengangguk.

" Itu karena dia anak yang kami temukan di depan rumah, hingga kini kami tidak tau anak siapa dia,"

Caca terpaku mendengar cerita Yani.

"Arka anak yang baik, sejak kecil selalu memberikan kebahagiaan pada Ayah dan ibu, dia juga tidak merasa kecil hati meski kami buka identitas nya, "

" Kamu tau, dia punya sekolah gratis buat anak-anak terlantar? "

Caca menggeleng lagi.

"Di Semarang ada, di Jakarta sini juga ada, semua nya dia kelola di bantu beberapa temannya yang juga donatur di tempat itu,"

Kini Caca mengerti kenapa dia sering melihat Arka ada di tempat - tempat yang menurutnya bertolak belakang dengan profesi Arka. Ada rasa kagum disana untuk Arka.

"Ibu sama Ayah besok balik ke Semarang, ada banyak urusan yang harus diselesaikan, nanti kalau kami ada waktu akan berkunjung lagi kemari,"

"Kenapa cepat sekali Bu? tanya Caca.
Yani tersenyum, "Nanti kalau kami disini terus bisa mengganggu kalian,"

Caca menunduk malu.

"Coba nanti Ibu bicara sama Arka supaya membawamu berbulan madu di Semarang, di daerah Bandungan itu pemandangan nya indah sekali dan udaranya sangat dingin, cocok buat pengantin baru seperti kalian,"

"Eh iya, kemana Arka? " tanya Yani.

"Ngga tau Bu,"

"Mas Arka di halaman belakang Bu, sama Pak Santoso," kata Mbok Yati menghampiri mereka dengan membawa teh hangat dan cemilan.

"Natasya, jadilah pendamping yang baik buat Arka ya, terima dia apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihan nya. Dia lelaki yang mandiri, tidak suka terlalu di kekang, menjadi Istri yang baik itu tidak mudah, butuh proses. Ibu yakin kamu bisa," Yani mengusap punggung Caca lembut.

Terdengar adzan magrib, Pak Santoso dan Arka siap-siap ke mesjid.
Dia tampak berbeda dengan baju koko warna putih celana hitam dan peci. Caca menatap sekilas suaminya itu, ada senyum samar di bibir Caca.

"Caca, ayo sama Ibu kota sholat bareng di rumah,"
Dia bahagia perlakuan Ibu mertuanya sangat baik, bersama Yani serasa dia mempunyai Ibu kandung yang selama ini dia impikan. Selesai sholat Caca mencium punggung tangan Yani, tanpa terasa air matanya meleleh. "Natasya, kamu kenapa nak?"

"Terimakasih Ibu sudah menerima Caca dengan baik bu,"

Yani memeluk gadis itu lembut dan mengusap kepalanya yang masih terbalut mukena.

"Sayang, sudah jangan sedih, kamu pun anak Ibu nak,"

"Sudah, hapus air matanya, nanti kalau Arka tau kamu nangis, ibu lagi yang disalahkan," Yani tersenyum seraya melepas pelukannya.
*
*
*
*
*
*
*
*
*
Selepas makan malam Caca duduk bersama di ruang keluarga sambil menonton televisi dan bertukar cerita. Ibu mertuanya itu sangat senang bercerita dan bercanda, hal itu membuat Caca nyaman. Demikian juga Pak Santoso, sesekali beliau menyelipkan nasehat buat Caca juga Arka. "Ingat ya nak, dalam berumah tangga itu paling penting adalah komunikasi, saling jujur. Ketika kamu memutuskan menerima dia menjadi Istri mu, itu artinya kamu sudah tidak bicara tentang aku, tapi tentang kita, kamu dan Istrimu,"

Arka mengangguk mengerti. "Caca, ada Mbok Yati yang akan membantu kamu, dia datang setiap pagi dan pulang sore hari,"

"Iya Bu,"

Sekarang sudah jam sembilan, besok Ibu sama Ayah berangkat pesawat jam delapan, Ibu mau istirahat dulu ya, kamu juga pasti lelah, istirahatlah,"

"Ayo Yah kita istirahat,"

Caca masih di depan televisi bersama Arka.

"Kamu ngga pingin istirahat?," Arka bersuara menatap Caca.

"Iya,"

"Istirahat lah, kamu pasti lelah,"

Caca tak menjawab, bergegas menuju kamar.
Kamar masih dipenuhi aroma bunga, saat dia hendak merebahkan diri, dering ponsel Arka mengagetkannya. Rupanya lelaki itu meninggalkan ponsel nya diatas nakas. My Eve memanggil...

Caca mengambil dan segera memberikannya ke Arka yang masih di ruang keluarga.
"Maaf sepertinya telepon penting," ujar nya memberikan ponsel ke Arka,dan langsung kembali ke kamar.

My Eve, Ivana dia Ivana ada foto profil nya tadi tampak. Ah Mba Sulis benar, Ivana cinta mati Suaminya. Bahkan kontak telepon nya di beri nama my Eve. Caca tersenyum kecut. Oh Ayo lah Ca bukankah kamu sudah siap dengan hal yang menyakitkan seperti ini, bukankah kamu tau resiko ini bahkan sebelum menikah dengannya, ini baru malam pertama, masih ada ribuan malam yang harus kamu lewati, hadapi saja Ca, batin Caca berbisik.

Gadis itu merebahkan tubuhnya ke kasur, dengan setelah piyama lengan panjang dan jilbab, Caca mencoba memejamkan mata. Batinnya mencoba untuk tidak terusik oleh kejadian barusan. Mulai malam ini mungkin aku akan belajar menghadapi luka baru, gumam hatinya.
.
.
.
.
.

Arka masih menerima telepon dari Ivana.

"Aku masih cuti, entahlah mungkin tiga atau lima hari,"

"_____ "

" Oke nanti aku kabari ya, bye, "
Arka menutup ponselnya." Ivana," bisiknya pelan kemudian merebahkan badannya di sofa.

Kilasan masa - masa bersama perempuan itu kembali hadir, betapa dia sangat mencintai Ivana. Sejak kuliah mereka berhubungan, saat Arka serius hendak mempersuntingnya, gadis itu memutuskan untuk pergi ke Singapura mengembangkan karier nya disana.

"Ini penting buat masa depan ku Arka, dan tentu saja buat kamu juga jika kelak kita berumah tangga, "ujarnya kala itu.
Keinginan dan ambisinya tak bisa dicegah. Akhirnya Arka menyerah. Dan kini dia hadir lagi.

Namun kondisinya telah berubah, ada Natasya gadis baik-baik yang tidak tau apa-apa. Tidak dia tidak mungkin mengorbankan Natasya hanya karena cinta masa lalu ya. Namun bagaimana jika cintanya pada Ivana justru muncul kembali saat ini. Arka membuang nafas kasar.
Malam semakin larut, jam dinding menunjukkan pukul 23.00. Arka melangkah menuju kamar. Perlahan membuka pintu agar tidak membangunkan Istrinya yang sedang tidur.

Caca nampak sudah pulas dengan posisi miring membelakanginya, gadis itu masih memakai jilbab nya. Pelan Arka membaringkan badannya, perasaannya kacau. Dia tidak ingin menyakiti Natasya, jika ternyata hatinya untuk Ivana. "Maafkan aku Natasya, aku hanya perlu waktu untuk tau perasaanku dan menerima mu," gumamnya.

Sementara Caca yang memang belum tidur mendengar ucapan Arka, airmata nya luruh terjatuh. Sekuat tenaga dia menahan isakan tangisnya dengan menggigit ujung bantal. Malam itu Arka telah menyempurnakan luka di hatinya.

*******

Selepas sholat subuh Caca menyibukkan diri di dapur, semalamam dia tak bisa tidur.

"Caca, suami kamu sudah bangun? " tanya Santoso.

" Belum Yah,"

"Anak itu agak susah bangun pagi, coba bangun kan, nanti waktu Subuh kelewat, "

" Iya Yah,"

Dikamar Caca melihat suaminya masih bergelung dengan selimut. Ada senyum tercetak di bibirnya, ah lelaki ini bahkan meski sedang tidur pun dia tampan, pikirnya.

"Mas Arka bangun, waktunya sholat subuh," ragu Caca mendekat. Dia menahan diri untuk tidak menyentuh lelaki itu. Sepertinya dia masih pulas, sama sekali tak bergerak. Benar kata Ayah mertuanya.

"Mas Arka, bangun," Caca mengeraskan suaranya.

Arka bergerak dan membuka mata.

"Bangun Mas, sholat subuh," setelah memastikan Suaminya bangun, Caca kembali ke dapur.

Pagi itu mereka berdua mengantar Santoso dan yang pulang ke Semarang. Arka dan Caca berdua di mobil, gadis itu merasa canggung. Apalagi setelah semalam dia mendengar ucapan Suaminya.

"Kamu mau jalan-jalan?" tanya Arka tanpa menoleh.Caca hanya membalas dengan menggelengkan kepala.

"Lalu kamu mau kemana?,"

"Maaf Mas, saya tidak bias pergi ke tempat yang saya tidak tau mau ngapain, jadi kalau Mas Arka mau jalan-jalan atau ke suatu tempat silahkan, saya ikut saja. Tapi kalau merasa terganggu dengan saya, Mas bisa turunkan saya di sini," Caca berkata sambil menahan matanya yang tampak berkaca-kaca. Merasa kalimat Caca aneh, Arka meminggirkan mobil nya.

"Kamu kenapa Nat?, maaf aku lebih suka memanggil mu dengan Nat, atau Natasya boleh kan?" suara Arka lembut terdengar.
Caca mengangguk. "Boleh, silahkan saja,"

Lelaki itu tersenyum.

"Oke, jawab aku, kamu kenapa, kamu nangis? "

" Saya baik-baik aja, ngga kenapa-kenapa," gadis itu masih menunduk.

"Oke, gimana mulai sekarang kita ber aku kamu, biar lebih enak ngga formal gitu,"

Caca mengangguk lagi.

"Maafkan aku, semalam aku___ "

" Ngga perlu minta maaf, kalau ada yang mesti disalahkan itu adalah aku,"

"Natasya, kamu bicara apa?"

"Sudahlah Mas, aku masih lelah kalau ngga menyusahkanmu, aku ingin pulang,"

Arka menghela nafasnya, " Baiklah, kita pulang,"

"Satu lagi, boleh aku minta sesuatu? "

" Apa, katakanlah,"

"Besok aku mau mulai kerja lagi,"

Arka menoleh terkejut menatap wajah sendu Istrinya. Dia tak menyangka Natasya memutuskan untuk mempercepat cuti nya.

"Tapi,___"

"Kalau Mas ngga keberatan, dan mengizinkan, jika tidak ya sudah ngga mengapa,"

"Baiklah kalau itu yang kamu mau,"

"Terimakasih,"

Mobil kembali berjalan. Caca menatap lurus ke depan. Jauh di dasar hatinya tercabik-cabik. Teringat ucapan Frida tempo hari. Selamat datan pernikahan kelam,bisik hatinya.

"Nat, aku tau kamu tidak bahagia dengan pernikahan ini, aku tak akan melarang mu, lakukan apa yang kau inginkan,"

"Terimakasih sudah menampung aku tinggal di rumah Mas Arka, beri aku waktu sebentar saja, nanti ada saatnya aku pergi,"

"Kamu ngomong apa Nat?"

Natasya tersenyum, kali ini dia mencoba berani menatap Suaminya.

"Mas, aku tau siapa Ivana, dan aku ngga akan menghalangi cinta kalian, karena kita tidak bisa memaksa kepada siapa hati akan berlabuh, maka biarkan hati sendiri yang mencarinya,"

Arka tak menyangka gadis disebelah nya tau tentang dia.

"Natasya aku__"

"Sudah lah Mas, lebih baik kita pikirkan bagaimana caranya supaya Mas bisa bersama dengan Ivana," sejenak Caca diam, "Mas ngga perlu memikirkan hidup ku, ngga penting, pikirkan saja bagaimana kita bisa meyakinkan orang tua Mas bahwa Pakde akan membayar semua hutang nya,"

Arka diam, dia seolah tak mendengar ucapan gadis itu. Tak lama mereka sampai di rumah.
Sudah ada Pak Bono dan Istrinya.

"Ikut aku ke kamar, kita bicarakan didalam,"

Arka menggandeng tangan Istrinya, meski Caca mencoba menghindar namun Arka menggenggam erat tangannya.

Mereka berdua masuk ke kamar, Mbok Yati senyum - senyum menatap mereka berdua.

"Katakan apa maksud ucapan mu," Arka menduduk kan Caca di samping petiduran.

Natasya berdiri mendekati Arka, "Aku serius Mas, aku tidak mengharapkan apapun dari pernikahan ini, hubungan Mas dengan Ivana itu penting,"

"Nat, baru kemarin kita menikah, lalu hari ini kau berbicara ngawur seperti ini, aku mau menikahimu karena___"

"Karena Mas menyayangi dan menghormati orang tua Mas, dan karena Mas kasian dengan hidup aku, benar kan? "

Arka mendengus kesal, meski ucapan Istrinya itu tidak salah.

" Aku hanya tidak ingin melukai perasaan orang banyak lebih lama Mas,"

"Aku tau bagaimana perasaan Mas demikian juga perasaan Ivana, kalian masih saling mencintai. Jika kepura-puraan ini diteruskan bukan hanya Ivana yang terluka tapi juga perasaan Mas, perasaan orang tua Mas juga,"

"Lalu perasaan mu?, " tanya Arka menatap tajam pada Caca.

Natasya tersenyum lembut, kali ini dia merasa lebih bebas dari sebelumnya, perlahan rasa canggung itu lenyap.

"Perasaan ku?, siapa yang peduli dengan perasaan ku, ngga perlu Mas fikirkan, ngga penting," Natasya melangkah menuju sofa dan meletakkan badannya disana.

Arka mendekat, duduk di sampingnya, dekat sangat dekat.

"Tatap aku, jawab dengan jujur apa aku sejahat itu?"

Perempuan itu menggeleng pelan, semakin Arka mendekat hatinya semakin merasa ngilu.

"Mas tidak jahat, aku merasa terlindungi, tapi tidak dengan cara ini," Natasya beranjak dari duduk namun tangan Arka menahannya sehingga Natasya jatuh tepat dipangkuan lelaki itu. Sehingga wajah mereka berdua tak berjarak. Pasangan itu saling menatap. Natasya mencoba berdiri namun tangannya terkunci oleh genggaman Arka. Lembut Arka mengulum bibir pink alami milik Istrinya, Caca tak bisa lagi berontak dia pasrah memejamkan mata dalam pagutan lelakinya. Nafas keduanya terasa memburu. Perlahan mereka saling melepaskan, Caca menunduk menyembunyikan wajah nya yang memerah. Arka merengkuh nya kemudian mengecup puncak kepala Istrinya.

"Nat, mungkin ini kedengarannya aku egois, aku mohon beri aku waktu untuk menyelesaikan semua ini,"

Natasya diam menatap karpet lembut, tiba-tiba airmata nya menetes tak bisa di tahan, hatinya terasa teriris.

"Lakukan sesukamu mas Arka," Caca pergi meninggalkan kamar. Arka mengusap wajahnya kasar.

*******

Bersambung.

Terimakasih sudah mampir dan membaca.
Stop dulu ya, kita nafas dulu, kesian si Caca😁.
Masih pinisirin? Stay tune.
Maafkan typo bertebaran....
Suka dengan ceritanya, klik bintang yaa, tinggalkan komentar saya akan merasa tidak sendiri, eaaa😁😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #ceritacinta