Bab 14: Cindetala

Semua orang sudah tidak asing lagi dengan kisah Cinderella dan sepatu kacanya. Betapa beruntungnya gadis itu karena dipertemukan dengan seorang pangeran yang bisa menerima dia apa adanya. Nasib buruk yang selama ini dijalani olehnya sangat sepadan dengan kebahagiaan usai menjadi permaisuri dan meninggalkan rumah yang selama beberapa tahun menjadi nerakanya. Tala sangat menyukai happy ending dalam kisah Cinderella. Bahkan ia sangat berharap kebahagiaan serupa dapat ia rasakan.

"Lo cantik banget, Tala." Suara Amerta menyadarkan Tala dari angan-angannya yang jauh. Gadis itu segera membuka mata. Sudah hampir dua jam dia duduk anteng dan dirias oleh Amerta yang katanya memiliki kemampuan super untuk mempercantik orang. Susah payah hantu itu mengeluarkan energinya untuk menggerakkan alat-alat make up demi misinya mendapatkan Candra. Ia yakin usahanya takkan sia-sia.

Tala menatap pantulan dirinya di cermin. Ia kaget, tentu saja. Wajah yang kini dilihatnya sangat berbeda dari biasanya, bahkan Tala meyakini kalau wajah itu bukanlah dirinya.

"Ini nggak ketebelan make up-nya,Kak?" tanya Tala sambal menyentuh pipi sebelah kirinya.

"Ketebelan dari mananya, sih, emang lo pikir gue ini ahli rias abal-abal yang makein foundation setebel kulit gajah di wajah client? Ini udah sempurna banget, La. Lo merasa aneh karena selama ini lo nggak pernah kenal sama yang namanya bedak dan kawan-kawannya."

Jelas Tala tak pernah kenal dengan bedak dan lain-lain, karena memikirkan harganya yang mahal saja sudah membuatnya menelan liur. Ia susah payah bekerja untuk bisa hidup. Barang semacam bedak tentu bukanlah sesuatu yang akan membuatnya tetap bernapas di dunia ini.

"Lo udah siap belom?" tanya Amerta menyadarkan Tala dari lamunan. Gadis polos itu rupanya masih terpana dengan penampilan barunya.

"Udah, Kak."

"Oke, berdiri!"

Begitu Tala berdiri, gaunnya yang semula tergulung spontan menjuntai ke lantai. Sepatu kaca yang entah bernilai berapa juta itu pun tertutupi. Tala langsung mengangkat sedikit gaunnya agar ia bisa berjalan dengan benar.

"Sepatunya cantik banget kalau dipake lo."

Amerta takjub dengan perubahan Tala. Ia sangat puas dengan hasil kerjanya. Ternyata setelah meninggal pun skill tata riasnya masih patut diacungi jempol.

"Tunggu, sentuhan terakhirnya ...." Amerta memasangkan mahkota berlian yang satu tahun lalu dibelinya saat bertandang ke kampung halaman ayahnya. Ah, mengingat momen menyenangkan itu Amerta jadi sangat rindu pada ayahnya.

"Ini mahal banget pasti, Kak." Tala takut kecerobohannya akan membuat barang-barang mahal yang dipakainya rusak. Bagaimana ia akan menggantinya?

"Iya, mahkotanya emang mahal. Jadi lo harus rawat dengan baik. Karena gue bukan peri yang bisa menyulap kain jadi gaun dan labu jadi kereta kencana, maka gue meminjamkan apa yang ada di rumah gue. Lo harus menjaganya, meskipun tahu gue nggak akan memakainya lagi."

Mendengar perkataan Amerta barusan membuat mata Tala berkaca-kaca. Sesayang apapun kita pada suatu barang, tak mungkin kita membawanya ketika mati. 

"Oke, aku akan berusaha untuk nggak merusak semua yang nempel di badanku."

"Udah, sekarang kita berangkat, nanti telat."

"Kita berangkat naik apa?" tanya Tala bingung.

"Mobil, lo pikir bisa jalan pake sepatu kaca dari sini ke rumah Riana?'

"Maksudnya Taxi?"

"Mobil pribadi, Tala. Buruan, sopir lo udah nunggu di parkiran depan."

Tala keluar dari apartemen Amerta dan segera menaiki lift yang akan membawanya ke lantai satu. Betapa terkejutnya dia saat melihat sosok manusia yang begitu cantik sedang bersandar pada mobil Alphard berwarna hitam, tampak sangat mewah. Gaun yang dikenakannya adalah gaun kuning yang menjadi ciri khas karakter Belle.

"Kak Frisca?"

"Hm, demi lo gue rela berkeliaran dalam wujud asli gue dan nyolong mobil bokap di garasi rumah. Pasti abis ini gue babak belur karena berani keluar rumah tanpa izin darinya."

"Lebay lo," celetuk Amerta. "Lo ngapain sih make baju ginian juga? Tugas lo itu cuma nyetir mobil."

"Aduh, kalau ada pesta dengan jamuan makan malem yang menarik mata dan memanjakan lidah, kenapa gue harus bersembunyi di mobil? Sikat aja langsung."

"Dasar gembul."

"Udah, Kak, ayo berangkat."

Sebelum gendang telinga Tala pecah karena harus mendengarkan perdebatan duo keras kepala ini, ia segera menaiki mobil. Frisca mengikuti, sedangkan Amerta malah menghilang. Hantu itu ingin lebih dulu sampai di acara untuk memastikan apakah perisai dari dukun Kiani masih berfungsi atau tidak.

Jalanan cukup lengang membuat Frisca sedikit menaikkan laju mobilnya. Ia melirik Tala, wajahnya terlihat sangat tegang. Gadis itu juga sedari tadi berkomat-kamit, entah sedang membaca mantra apa. Padahal mereka akan menghadiri sebuah pesta, di mana kebahagiaan sudah ada di depan mata. Mereka akan menari diiringi oleh musik, lalu akan makan makanan enak, berjumpa dengan teman sekelas dan membahas hal-hal menyenangkan, dan jangan lupakan sesi cari jodoh. Tetapi mengapa sekarang Tala malah terlihat sangat gelisah?

"Lo kenapa?" tanya Frisca.

"Aku takut melakukan kesalahan selama acara berlangsung."

"Lo santai aja, kan begitu masuk di tempat acara, si kuntilanak sinting itu yang akan menggunakan tubuh lo."

Kuntilanak sinting yang dimaksud oleh Frisca adalah Amerta. Ia sangat suka mengata-ngatai hantu itu, karena wajah Amerta sangat lucu ketika diejek. Walaupun mereka akan adu jambak setelahnya, Frisca tak masalah. 

"Itu dia masalahnya, gimana kalau Kak Amerta melakukan hal-hal yang kontradiksi dengan karakterku? Dia pernah memakai tubuhku untuk menjambak Riana dan memukulinya. Gimana kalau sekarang dia melakukan hal yang lebih parah? Apalagi sekarang semua anak kelas dua belas hadir di acara Riana, aku nggak mau jadi sorotan."

Frisca menghela napas. "Tenang, La. Bukannya kita udah tahu rencana Amerta? Pertama dia mau mencari Kiani dan kedua dia mau menarik perhatian Candra. So, dia nggak mungkin deket-deket sama Riana. Lagipula ada gue yang akan mengendalikan si Amerta."

Tala hanya mengangguk, meski dalam hatinya ia merasa was-was. Jantungnya berdetak sangat cepat. Tangannya pun sudah kebas oleh keringat. Sekarang bahkan tenggorokannya terasa kering.

"Boleh mampir ke minimarket gak? Aku haus banget."

"Lo gila? Ini kita lagi pakai gaun yang super duper ribet,lo mau jadi sorotan mas-mas kasir?"

Tala langsung mengusap dada, tak menyangka Frisca akan bereaksi seperti itu. Memang Frisca itu tak pernah konsisten, kadang baik banget, kadang sarkas banget. Alhasil, Tala mencoba menahan haus sampai tiba di rumah Riana.

***

Rumah Riana berhasil disulap menjadi sebuah kastil yang megah. Pagar yang semula hanya berwarna hitam kini sudah dimodifikasi menjadi warna emas yang menakjubkan. Di sisi kanan dan kiri terdapat prajurit yang mengenakan kostum perang. Pagar akan terbuka secara otomatis ketika para tamu menempelkan kartu undangan pada sebuah mesin pendeteksi.

"Ck, sial. Kartu undangannya hanya berlaku untuk satu orang, ya?" tanya Frisca.

"Iya, Kak."

Demi apapun kali ini Frisca amat jengkel. Padahal ia sudah membayangkan hidangan super lezat ala kerajaan di dalam sana. Namun, nasib buruk selalu menimpanya. Ia tak bisa masuk karena tak memiliki undangan.

"Gimana, Kak?" tanya Tala. Gadis itu kembali panik. Pasalnya ia tak berani masuk kalau sendirian.

"Terpaksa gue harus melakukan astral projection di dalam mobil." Frisca menyuruh Tala untuk masuk lebih dulu dan mencari Amerta. Sedangkan ia bergegas untuk memarkir mobil agak jauh dari area rumah Riana.

"Hati-hati, Kak," teriak Tala. Frisca hanya mengacungkan ibu jarinya di udara.

Tala menempelkan kartu undangannya di mesin canggih itu, lalu melangkah masuk. Terdapat karpet merah di sepanjang jalan menuju ruang tengah rumah Riana. Tala tak habis pikir, mengapa orang kaya rela melakukan ini hanya demi merayakan pertambahan usia? Padahal bukankah seharusnya manusia bersedih ketika usianya bertambah, karena itu artinya jatahnya menghirup udara di bumi ini semakin berkurang? Banyak hal yang menurut Tala lebih penting daripada menghamburkan uang demi merayakan hari kelahiran. Contohnya berbagi pada orang-orang yang kurang mampu, kepada anak yatim piatu seperti dirinya, atau kepada anak-anak yang putus sekolah. Uang yang dibelanjakan demi kesejahteraan rakyat miskin tentu akan lebih berguna dan tidak mubazir.

Mengesampingkan pendapatnya dulu, kini Tala fokus untuk mengikuti rangkaian acara yang sudah di susun oleh sang tuan rumah. Tala melihat sekeliling rumah, ada sebuah lingkaran di tengah-tengah ruangan yang dikhususkan untuk berdansa. Di sisi kanan ada sebuah piano, sedangkan di sisi kirinya ada beberapa peralatan yang akan digunakan DJ untuk memainkan musiknya. 

Beberapa teman sekelasnya heboh mengelilingi sang bintang malam ini. Riana tampak anggun dengan gaun Rapunzel. Rambutnya sengaja ia cat menjadi warna keemasan. Bahkan agar terlihat totalitas, Riana sengaja menyambung rambutnya sampai menyentuh paha. Ia mengepang rambut itu dan memakaikan mahkota berlian di atas kepalanya. Riana tampak sangat cantik.

Beberapa siswa juga tampak gagah dengan kostum pangeran yang hampir mirip-mirip modelnya, hanya berbeda warna saja. Yang benar-benar tampak beda hanya Zayn dengan kostum Aladdin dan Markus dengan kostum pangeran vampir. Untungnya tidak ada yang salah memakai kostum malam ini.

Tatapan Tala bertemu dengan sepasang iris cokelat milik Candra. Cowok itu memakai kostum pangeran Hans di film Frozen. Gaya rambutnya yang sengaja di belah membuatnya tampak dewasa dan maskulin. Candra menatap Tala. Ada rasa kagum ketika melihat cewek itu berbeda dari kesehariannya. Tala yang sadar sedang diperhatikan malah membuang muka karena malu.

"Itu yang berdiri pake kostum Cinderella si Tala, kan?" tanya Fiki, teman sekelas Candra. "Gila, cantik banget kalau dia didandani gitu."

Candra mencari kehadiran Ardi, tetapi tak menemukannya. "Si Tala ke sini nggak bareng Ardi?" tanya Candra.

"Kayaknya nggak. Kenapa? Lo mau menusuk musuh dari belakang lewat si Tala?" Seolah memiliki kemampuan membaca pikiran, Fiki langsung tahu maksud Candra.

"Gue duluan, ya." Candra melambaikan tangan pada Fiki, kemudian melangkah untuk mendekati Tala yang masih mematung di sebelah pintu masuk.

"Yeh, si brengsek beneran mau nyari mangsa!"

***

Note: Maaf, ya, baru update. Lepy-ku ngadat dan minta jajan dulu soalnya. Hehe. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top