[8]. Membujuk Gadis Manja Hadinata
Halo, selamat malam! 🤗
Maafkan libur update. Tolong bantu vote, ya. Jangan lupa komentarnya juga.
Terima kasih. Happy reading! 🥳
====🌸🌸🌸====
Bantuin bujuk Raya, dong! Kasihan Mas Akbar tidur sendirian melulu padahal udah punya pasangan sah!
🤣🤣
====🌸🌸🌸====
Janji pergi nonton bersama dua sahabatnya dibatalkan. Cindy tak mau pergi tanpa Raya. Pun Nadia juga merasa aneh kalau hanya pergi berdua dengan Cindy. Raya pasrah, tapi ia masih mau berusaha dengan mengganti jadwal pergi nonton sampai suaminya mengizinkan.
Kan, nggak enak pergi tanpa izin suami. Takut ada apa-apa di jalan, pasti Ayah sama Mas Akbar bakalan bilang, "Makanya dibilangin nurut! Bandel, sih!"
Cara baik-baik dengan meminta izin sudah gagal. Cara keras kepala dengan mengajak berdebat panjang juga gagal. Lagi pula siapa yang bisa menang beradu argumen dengan laki-laki itu? Raya jamin tidak ada. Sebab ia sendiri sudah membuktikannya.
Jadi, malam ini Raya akan ambil jalur kaum ekstrimis. Gadis itu mandi lagi ketika mendapat kabar suaminya sedang dalam perjalanan pulang. Kata Cindy, laki-laki paling mudah dirayu lewat penampilan fisik. Lebih mudah mengiakan segala permintaan wanita cantik. Jadi, Raya sedikit mengeluarkan efort untuk berhias.
Tidak, tidak, tidak! Gadis yang tengah memulas lip tint berwarna merah cerry itu hanya dandan tipis-tipis. Tadi sore Raya sempat ikut Bi Yuyun ke minimarket dekat kompleks dan melihat lip product di etalase belakang kasir. Niatan beli jajan beralih menjadi ajang pilih-pilih lip tint. Beruntung Bi Yuyun adalah asisten terbaik sejagat raya, mau saja bersabar menunggu.
Satu jari Raya meratakan warna dengan melakukan pergerakan ringan di tengah hingga ke tepi bibir. Ia mematut lagi, tersenyum puas sebelum berlari ke arah lemari pakaian. Gadis itu sempat bingung memilih. Mau pakai gaun, sepertinya berlebihan karena ia tidak sedang mengajak kencan ke luar. Di rumah aja ini!
Mau pilih kaus, sepertinya kurang enak dipandang. Mau pakai gaun tidur--hei, ini cuma mau minta izin dibolehin pergi nonton! Bukan mau ngajak tidur bareng!
Raya buru-buru merangsekkan kembali kimono tidur yang pernah ia beli sewaktu pergi jalan-jalan ke Bali bersama Cindy tiga bulan lalu. Pakaian tidur itu tampak seksi dengan pita yang licin di pinggang. Raya takut terjebak dengan permainannya sendiri, meski dalam hati kecilnya mulai ricuh. Pasangan halal, lho, ini! Mau pakai apa aja Mas Akbar pasti tidak keberatan!
"Ini otak kenapa jadi manuver nggak jelas, sih!" gerutunya sambil menarik piama lengan panjang.
Bukan piama karakter kartun favoritnya, hanya sebatas piama polos berwarna merah marun berbahan satin. Setidaknya lebih terlihat dewasa sedikit biar tidak tampak seperti anak remaja yang doyan merajuk.
Susah emang menaklukkan Mas Akbar itu! Nggak gampang dibujuk kayak Ayah.
Ia hampir selesai mengancingkan piama ketika suara pagar depan terdengar dibuka. Akbar pulang. Raya buru-buru menyelesaikan berbenah diri. Sempat bercermin sekali lagi, menyemprotkan parfum beraroma manis vanila, lalu berlari turun ke lantai bawah.
Laki-laki itu terlihat sedang mengunci pintu kembali saat Raya sampai di anak tangga paling bawah. Gadis itu tersenyum seraya menyongsongkan dua tangan, meraih jaket di lengan kiri Akbar, dan mengambil alih tas ransel di bahu kanan.
"Sini, sini, sini, aku bawain," tawarnya. "Nggak usah sungkan, aku aja yang bawa. Silakan Mas Akbar kalau mau mandi dulu."
Seperti biasa, Akbar memang susah ditebak. Wajahnya terlihat tenang tanpa sedikit pun Raya lihat aura keheranan di sana. Tak apa, Raya masih bisa bersabar dengan berlarian kecil meletakkan tas dan jaket suaminya ke ruang kerja di dekat tangga.
Sementara Akbar berlalu ke pantry, menyalakan strip light di dinding. Laki-laki itu membuka pintu lemari pendingin dan sebelum ia meraih sebotol air mineral dingin, Raya buru-buru mengambil alih sampai membukakan tutup botol.
Akbar berkacak pinggang, menatap uluran sebotol air dingin di tangan kanan Raya. Mata bulat gadis itu mengerjap. Kemudian Akbar mengembuskan napas pelan.
"Nggak mempan," bisiknya sembari membungkuk lebih dekat ke telinga Raya.
Ia mengambil alih air minum dari tangan Raya, meneguknya beberapa kali setelah duduk di atas stool bar. Akbar bangkit lagi, mendekat ke arah gadis yang mendadak merengut dengan bahu terkulai lesu. "Terima kasih atas perhatiannya, Nona," ucapnya sambil menempalkan permukaan botol ke pipi istrinya yang menggembung karena jengkel.
Raya mengaduh begitu satu acakan kasar mendarat di atas puncak kepalanya. Ia menggeram sebal seraya merapikan rambut.
"Maass! Boleh dinego nggak nih?! Aku janji habis nonton langsung pulang, deh!" Ia berteriak lantang sementara Akbar berlalu menaiki anak tangga. Meninggalkan Raya sambil melambaikan tangan tanpa berbalik sedikit pun.
***
Pukul setengah sebelas malam, laki-laki itu keluar dari kamar. Tubuh jauh lebih baik karena mandi membuatnya kembali segar. Raya belum juga kembali ke kamar dan ini kali pertama Akbar pulang larut sementara gadis itu masih terjaga.
Biasanya, entah Akbar pulang larut atau tidak, Raya selalu tertidur dahulu kemudian ia baru beranjak tidur di kamar sebelah. Pun ketika pagi, Akbar pasti menjadi penghuni rumah yang bangun paling pagi.
Gadis itu masih bertahan di pantry, menghabiskan satu cup es krim sambil duduk di tepi meja dapur. Kepalanya mendadak melengos ketika tahu Akbar menyusul.
Laki-laki itu menahan senyum geli. Tangan kanan terulur ke atas kabinet di atas kepala Raya dan tangan kiri masih sempat melindungi puncak kepala gadis itu agar bergeser dan tak terbentur pintu kabinet.
"Masih niat cari kerja?" Akbar membuka pembicaraan.
"Ck, udah, deh, nggak usah ajakin adu argumen! Ujungnya Mas Akbar yang menang pasti." Raya bersungut-sungut sembari menghapus sisa es krim di bibi dengan ujung jari.
"Ya, nggak gitu. Cuma ajak komunikasi aja biar kamu nggak salah paham." Akbar meraih dua mug dalam kabinet, mencampur bubuk cokelat dan krimer, kemudian menyeduhnya dengan air panas.
Raya turun dari tepi meja, membuang cup kosong ke keranjang sampah. Ia menunggu, memperhatikan pergerakan Akbar yang tengah mengaduk dua cokelat panas sebelum disajikan satu mug untuk Raya.
Di ruangan temaram itu, keduanya menyesap minuman hangat dalam diam, dan duduk saling berhadapan.
"Aku nungguin, lho." Suara Akbar memecah keheningan.
Raya yang semula menatap uap hangat dari permukaan cokelat sembari menyangga kepala itu mendongak. "Nungguin apa?"
"Kamu ... putus."
"Hah?"
"Aku nggak tenang tiap kamu pergi sendiri selama kamu masih ada hubungan dengan kekasihmu itu. Kalau boleh jujur, aku nggak suka berbagi kamu sama laki-laki lain. Aku mau kamu," jelas Akbar secara gamblang.
Mata bulat dengan iris cokelat terang itu mengerjap. Tampak lebih menarik ketika kilau dari pancaran strip light di dinding pantri itu memantul dari sana. Ada jeda ketika mereka saling tatap. Meski ruangan itu memiliki pencahayaan yang redup, Akbar mampu melihat raut bingung di wajah gadis berpiama merah itu.
Kalau bukan karena ada udang di balik batu, Akbar mau mengakui malam ini Raya terlihat jauh lebih cantik dari biasanya. Lebih menantang dengan perona bibir berwarna merah cerry dan piama satin senada yang licin. Namun, Akbar jelas tidak ingin menukar ketegasannya dengan kesenangan sesaat. Kalaupun Raya mau disentuh lagi seperti malam kemarin, ia mau mereka sama-sama mau tanpa ada maksud lain. Tanpa syarat.
Dehaman Raya membuyarkan keheningan. Mungkin gadis itu sadar sedang ditatap intens.
"Aku ... heran, deh, sama Mas Akbar. Di luar sana pasti banyak wanita dewasa yang cantik dan mau sama Mas Akbar. Tapi kenapa mau-mau aja pas Ayah minta nikah sama aku? Maksudku tuh ... masa Mas Akbar mau nikah sama cewek yang dengan konyolnya jatuhin kon--oh, sorry, itulah maksudku." Dan dua pipinya yang memerah semakin kentara.
Akbar mengembuskan napas panjang sembari meletakkan mug ke meja dapur di belakangnya. Ia menyandarkan punggung. Satu sikunya tertopang di tepian meja. "Kamu takut aku mempertanyaan masa lalumu?" terkanya.
Raya terdiam sejenak. Namun, ia mengangguk ragu kemudian. Gadis itu menurunkan mug lebih rendah, tertunduk lagi seraya menyelipkan helai rambut ke balik telinga. "Kamu tahu, hampir semua orang bilang, aku ini putri manja Hadinata yang suka foya-foya, hedon, dan rumor terparahnya suka curi-curi pergi pacaran sama ... playboy kampus?"
Laki-laki bermanik sekelam malam itu berpikir sejenak sebelum akhirnya ia berkata, "Aku nggak akan tanya. Biar masa lalumu jadi milikmu saja. Atau ... kamu mau aku membuktikannya sendiri malam ini?"
Satu tangannya terulur, menunggu disambut. Ada keraguan yang terbaca di mata cokelat terang yang terus menatap pada tawaran uluran tangan itu. Akbar tak memaksa, pun ia tahu akan ada risiko ditolak. Namun, perlahan tangan bercat kuku bening itu menyambut.
Keduanya sama bangkit dari stool bar, meninggalkan dua mug cokelat hangat di meja pantry. Berjalan perlahan melewati ruang santai, Raya mulai berani bersandar manja padanya. Malam keempat pernikahan mereka, Akbar mulai paham bagaimana membuat gadis dalam rangkulannya membuka diri.
"Ini kenapa baju Mas Akbar wanginya sama kayak selimut di kamar yang kemarin, ya?" celetuk Raya tiba-tiba ketika mereka menaiki anak tangga perlahan.
Dan Akbar tertawa kecil mendengarnya. "Masih mau dibahas pewangi laundry yang katamu Bi Yuyun ganti?"
"Beneran beda, Mas!"
"Iya, besok aku minta Bi Yuyun pakai pewangi laundry yang biasanya." Akbar mengalah. "Enak wanginya?"
Raya mengangguk-angguk, polos sekali. "Aku boleh tanya nggak?"
"Apa?"
"Mas Akbar tuh tiap malam tidur di sebelahku apa nggak?"
Heh? Bisa-bisanya ini anak tanya! Bukannya dia sendiri yang bilang nggak mau tidur satu kamar?
"Lah, kamu pikir di mana memang?"
Raya menggeleng. "Kan, tiga malam kemarin aku tidur duluan. Bangun-bangun Mas Akbar udah nggak ada."
"Allahu ... akbar ...." Akbar bergumam gemas. Jadi selama ini gadis dalam rangkulannya ini tidak tahu ia rela menunggu dan tidur terpisah demi menghargai keinginannya mau beradaptasi?
***
(17-02-2024)
====🌸🌸🌸====
Nah, buat cerita tentang bahasan pewangi laundry ini ada di akun Instagram-ku, ya, Gais. Aku posting AU tentang cerita ini juga di Instagram. Jadi, jangan lupa follow. 🤗🥰
Mau kebut update aku, ya. Udah tanggal 17. Jadi aku harus bisa tamatin ini cerita sebelum tanggal 23 Februari. Semoga masih bisa.
Tolong bantu up promosi cerita berupa AU di Instagram-ku juga, ya. Soalnya event ini mewajibkan rutin promosi dan ada penilaian khusus lewat promosi juga.
Terima kasih banyak-banyak buat kalian. Sehat selalu dan lancar rezeki, serta dicukupkan dalam segala hal. Aamiin. Aamiin. Aamiin. 🥰🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top