Secret Love_One
"Kalian tahu cerita terbaru nggak?" ucap Niken saat mereka sedang berjalan di lorong kampus menuju kelas.
"Miss kepo bawa berita apaan?" Kali ini Weena yang berbicara. Gendis hanya diam, menyimak percakapan kedua sahabatnya.
"Ada mahasiswi baru. Pindahan dari London." ucap Niken.
"Ngapain dari London pindah ke Jakarta? Yang ada dari Jakarta ke London. Baru keren." celoteh Weena.
"Kenapa lo diam aja." Weena menyikut bahu Gendis.
"Apaan?" ucap Gendis kesal.
"Ngomong apa gitu?" seru Niken.
"No coment. Nggak penting." ucap Gendis.
Percakapan mereka terhenti ketika mereka masuk ke dalam kelas. Setelah duduk di tempat masing-masing, Niken kembali berbisik. "Dan mahasiswi pindahan itu ada di kelas kita."
"Selamat pagi semuanya." Ibu Karina masuk ke dalam kelas dan diikuti oleh seorang gadis cantik. Tubuh tinggi dan rambut berwarna kecoklatan. Khas anak blesteran.
"Pagi Buuuuu."
"Cuit cuit."
Siulan demi siulan meramaikan kelas. Semua mahasiswa laki-laki bersorak begitu melihat mahasiswi baru yang kebule-bulean.
"Harap tenang." ucap Bu Karina memukul-mukul mejanya. Sedangkan si mahasiswi baru hanya tersenyum simpul.
"Kita kedatangan teman baru. Perkenalkan dirimu." ucap Ibu Karina.
Gadis itu mengangguk kemudian mulai memperkenalkan dirinya. "Hai teman-teman semuanya." sapanya lembut.
"Haiiiii." Suara kebanyakan di dominasi oleh mahasiswa laki-laki.
"Tebar pesona gitu." bisik Niken.
"Ngiri jangan terlalu kentara." ucap Weena. Niken memberengut kesal pada Weena.
Gadis itu mulai memperkenalkan dirinya. Gendis tidak terlalu memperhatikan karena ia sibuk dengan bukunya. Yang Gendis dengar gadis itu bernama Iliona. Nama khas blesteran batinnya.
Sepuluh menit kemudian kelaspun di mulai. Gadis blesteran itupun segera menjadi idola baru di kelasnya. Dan Gendis yakin 2 jam kemudian setelah kelas ini usai, gadis itu akan menjadi idola seluruh kampus.
Gendis menggelengkan kepalanya melihat teman-temannya yang sedang sibuk mengelilingi gadis blesteran itu. Ia melangkah menuju perpustakaan. Siang ini, ia akan membantu Ibu Mala untuk menjaga perpustakaan.
"Selamat siang Bu Mala." sapa Gendis.
"Siang Gendis. Terima kasih sudah mau membantuku. Aku harus ke rumah sakit, anakku sedang di rawat di sana." ucap Bu Mala.
"Sama-sama Bu. Semoga anaknya lekas sembuh." ucap Gendis.
"Terima kasih. Kalau begitu aku bisa pergi. Selamat siang Gendis."
"Siang Bu." ucap Gendis. Gendis duduk di belakang meja petugas dan mulai melihat catatan administrasi Ibu Mala di komputer.
Beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang mengenal Gendis menyapanya. Mereka sudah tahu kalau Gendis sering sekali menggantikan Ibu Mala.
"Gue mulai dari mana nih." seorang pria masuk ke dalam perpustakaan dan mengedarkan pandangannya pada rak-rak buku.
"Ada yang bisa saya bantu?" ucap Gendis menghampiri pria yang nampak kebingungan itu.
Pria itu menatap Gendis untuk waktu yang sangat lama. Gendis merasa canggung dan risih di perhatikan seintens itu.
"Gue mau nyari buku etika politik. Lo tahu tempatnya nggak?" ucap pria itu.
"Mari saya antar." ucap Gendis ramah.
Pria itu mengikuti Gendis di belakang. "Lo, mahasiswi di sini kan?" ucap pria itu.
"Iya." jawab Gendis.
"Kok gue baru liat lo?"
"Lo baru pertama kali ke perpustakaan kan?" ucap Gendis.
"Yaaa, begitulah."
"Sudah semester 7 tapi baru pertama kali menginjakkan kaki di perpustakaan. Itu luar biasa."
"Darimana lo tahu kalo gue semester 7?" kata pria itu.
"Etika politik." ucap Gendis.
"Lo mahasiswi filsafat juga?"
"Iya. Di sini raknya." ucap Gendis menunjukkan deretan buku filsafat di sana. Gendis hendak meninggalkan pria itu namun terhenti saat tangannya di tahan oleh pria itu.
"Bantu gue sekali lagi, bisa?" ucapnya.
"Apa?"
"Bantu gue cari bukunya. Gue nggak punya waktu banyak. Please, lo bisa minta apa aja yang lo mau?" ucap pria itu.
Gendis mengernyitkan alisnya kemudian melangkah juga di lorong itu. Tangannya menyusuri buku-buku itu. Sedangkan pria itu masih berdiri di tempatnya. Ia memegang dadanya yang berdebar seraya menatap Gendis.
"Lo nggak ikut nyari?" ucap Gendis membuyarkan lamunannya.
"Tentu saja ikut." Ia mulai mencari di antara rak-rak buku itu. Tangannya menyusuri deretan buku itu, tapi matanya tak lepas dari Gendis.
Pria itu bertanya-tanya dalam hati. Kemana saja ia selama ini? sampai tidak tahu ada gadis secantik dan semenarik ini.
Atau pertanyaan sebaliknya. Kemana saja gadis ini selama ini? Kenapa ia bersembunyi dari dunia?
"Ini bukunya." Gendis menyerahkan buku itu pada pria itu.
"Terima kasih. Siapa nama lo?" ucap pria itu secepat mungkin sebelum Gendis berlalu.
"Gendis."
"Gue Reno."
Mereka berjabat tangan dan saling memandang cukup lama. Getaran aneh saat tangan mereka bersentuhan membuat mereka terpaku cukup lama.
Gendis menarik tangannya kemudian berlalu dari sana. Reno tersenyum, berbalik ke arah meja tempat Gendis.
"Gue pinjem buku ini?" ucap Reno.
"Kartu anggota lo?" ucap Gendis.
"Gue belum punya."
Gendis menggelengkan kepalanya. "Pinjem kartu mahasiswa lo." Reno menyerahkan KTMnya dan Gendis mulai mengisi biodata Reno.
Reno Sandya Pragata. Ketik Gendis. Entah kenapa mengucapkan nama itu dalam hatinya membuat ia bergetar dan merasa aneh.
"Ini kartu lo." ucap Gendis dan Reno meraih KTM dan juga kartu perpustakaannya yang baru.
Bukannya pergi Reno malah kembali ke dalam dan duduk di meja yang tidak terlalu jauh dengan Gendis. Ia pura-pura membuka buku yang di pinjamnya sambil sesekali melirik ke arah Gendis.
"Hmmm,"
Reno mendongak, mendapati Gendis tengah menatapnya tajam.
"Ada apa?" ucapnya santai.
"Tadi lo bilang buru-buru." ucap Gendis.
"Sory, tadi gue emang buru-buru tapi temen gue ngebatalin acaranya." ucapnya.
Gendis memberengut kesal kemudian kembali ke mejanya. Reno menyeringai kemudian kembali menatap Gendis. Kali ini ia tidak sembunyi-sembunyi, meskipun Gendis melotot tajam padanya.
🐄🐄🐄
Jangan lupa vote and comentnya biar authornya yang gaje ini semangat
Luph u pull
😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top