Secret Love _ Four

Gendis bangun pukul lima pagi. Setelah shalat shubuh ia menyiapkan buku-bukunya ke dalam tas, merapikan tempat tidur dan menyapu kamarnya. Gendis sangat mencintai kebersihan.

Gendis tersenyum puas melihat kamarnya yang rapi, Gendis bergegas ke bawah.

"Pagi mama cantik." sapa Gendis pada mamanya yang sudah berada di dapur.

"Pagi anak mama yang cantik." Gendis tersenyum, mencium pipi mamanya dan memeluknya sebentar.

"Menu pagi ini apa?" Gendis berdiri di samping mamanya dan memperhatikan mamanya yang sedang membuat nasi goreng.

"Mama lagi bikin nasi goreng. Kamu bantuin mama goreng telur mata sapi sama sosisnya ya."

"Siap ma." Gendis membantu mamanya menggoreng telur dan sosis. Setelah itu ia menyiapkan piring di meja, membuat kopi hitam untuk sang papa, segelas susu coklat buat dirinya dan susu vanila untuk si bungsu yang masih kelas VIII serta teh hangat untuk sang mama.

"Sarapan sudah siap, mama tinggal ke atas dulu ya, siepin pakaian kerja papamu."

"Okey ma, sisanya Gendis yang beresin."

Sebelum kembali ke kamar, Dini mengecek putra bungsunya apa sudah bangun atau belum.

"Je," Dini masuk ke kamar putranya. Benar saja, putranya itu masih bergelung di balik selimut.

Dini menggelengkan kepala, menarik selimut yang menutupi tubuh Aji, terdengar gumaman tidak jelas dan Aji menarik kembali selimutvyang sudah turun ke kakinya.

"Kamu gak sekolah?"

"Masih ngantuk banget ma."

"Nanti kalo Sasa di jemput sama temen cowoknya gimana?"

"Gak boleh dong ma." Aji biasa di panggil Je oleh keluarga dan juga sahabatnya. Dini tahu anaknya ini naksir sama Sasa, putri pak Wilman tetangga depan rumah mereka.

Lumayan, cara cepat buat bangunin putranya yang agak pemalas karena semalaman main game.

"Jangan lama-lama." seru Dini ketika Je masuk ke dalam kamar mandi.

"Anak-anak sudah bangun sayang?" tanya Damar.

"Sudah. Papa kenapa belum mandi, tumben?" tanya Dini.

"Sini," Damar memanggil Dini dan menepuk sisi ranjang di sebelahnya agar istrinya duduk di sana.

"Ada apa pa?"

"Gak tahu ne papa malas sekali rasanya bangun, lagian papa masuk jam delapan."

"Nanti kena macet gimana?" ucap Dini sembari melangkah duduk si sebelah suaminya.

Damar menggeleng pelan. "Di kantor sedang ada pengurangan karyawan. Kasihan para karyawan yang akan di rumahkan." keluh Damar.

"Semua itu di luar kuasamu mas. Mas bukan pemegang kebijakan." ucap Dini menenangkan suaminya.

Menghela napas sebentar Damar mencium kening istrinya. "Ya sudah, papa mandi terus siap-siap dulu, gak lama." ucap Damar.

"Bisa anter Gendis pa?"

"Iya Ma."

.....................

"Pagi papa ganteng," sapa Gendis begitu papanya datang dan duduk di meja makan.

"Pagi putri papa yang cantik." ucap Damar mencium puncak kepala Gendis.

"Je sudah berangkat?" tanya Damar.

"Sudah pa." sahut Gendis.

Damar mengangguk. "Gendis berangkat sama papa ya." ucap Damar.

"Papa gak telat nanti?" tanya Gendis sambil mengunyah makanannya.

Keluarga Gendis adalah keluarga yang santai, dimana orang tua dan anak bisa bertukar pendapat bahkan bercanda namun tetap pada batasannya.

Selesai sarapan Gendis berangkat bersama papanya.

"Gendis mau di belikan mobil? biar gak capek naik busway terus." ucap Damar.

"Gak usah pa. Gendis kan gak tiep hari naik busway. Keseringan di jemput Niken sama Weena. Pulang juga bareng mereka. Belum perlu lah pa." ucap Gendis.

Damar tersenyum bangga pada putrinya.

"Sampai sini aja pa, tar Gendis nyebrang dikit biar papa gak ambil jalan muter lagi." ucap Gendis. Damar menepi kemudian mematikan mesin mobil.

"Selamat bekerja dan ya hati-hati pa." ucap Gendis menyalami tangan papanya.

"Belajar yang bener." ujar papanya.

"Siap big bos." seru Gendis sebelum keluar dari dalam mobil.

Gendis menyebrang dengan setengah berlari, ia berhenti di depan gerbang, memasang headset di telinganya kemudian menghubungi seseorang.

"Selamat pagi sayang." sapa Gendis.

"Pagi sayangku, morning kiss."

Gendis tersenyum bahagia. "Mmmuuuuaaaaahhhh."

"Muah muah muah muah muah muah."

"Baim, muahnya kebanyakan," seru Gendis tertawa kecil.

"Oohh gosh, aku merindukanmu sayang." ucap Baim.

"Kemarin siang kita bertemu." ucap Gendis.

"Kemarin kau datang terlambat dan itu mengurangi jatah pertemuan kita. Aku bisa mati kalo harus menunggu sampe kamis depan." ucap Baim kesal.

"Kau sendiri yang minta kita bertemu sekali seminggu." ucap Gendis mengingatkan.

"Iya maafkan aku, bagaimana kalau nanti kita bertemu?"

"Bertemu? Gak ah, kamu pasti bohong." ucap Gendis.

"Pagi Gendis." sapa Mita.

"Pagi Mitha, gue ke kelas dulu ya." ucap Gendis.

"Kenapa cepat sekali ke kelas. Belum jam delapan. Kerajinan banget sih." ucap Mita sinis.

Gendis hanya tersenyum tipis, ia melanjutkan langkahnya menuju kelasnya pagi ini.

"Siapa sayang?"

"Teman." ucap Gendis ragu, sejak kapan mereka berteman?

"Sayang, kenapa susah sekali sih dasiku terpasang. Kamu harus belajar memasang dasi. Aaahh pasti menyenangkan, saat kau memasangkan dasiku aku bisa menciummu."

"Ba.im," seru Gendis.

"Hahaha jangan merona sayang, aku gak bisa liat."

"Kau sudah mau berangkat kerja belum?" tanya Gendis.

"Siap sayang, cium lagi,"

"Muah."

"Jangan lupa nanti siang, tunggu aku di apartemen oke."

"Kamu serius?" tanya Gendis, tadi ia berpikir Baim hanya mencandainya saja.

"Tentu sayang, aku serius, tunggu aku nanti dan jangan terlambat."

"Tentu saja." ucap Gendis senang luar biasa. Senyum lebar di wajahnya tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya.

"Pagi cantik."

"Aaahhh," teriak Gendis terkejut, Reno tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Lo kenapa sih? bikin gue kaget aja." seru Gendis sembari memegang jantungnya yang berdebar kencang karena terkejut.

"Serius banget nelponnya ampe gak liat gue." ucap Reno.

"Minggir."

"Jutek banget sama gue, sama yang lain gak, kenapa sih?" tanya Reno penasaran.

Reno mendengar dari teman-temannya kalo Gendis orang yang ramah, tapi Reno merasa Gendis sedikit jutek padanya.

"Apa sih? Gue biasa aja kok." ucap Gendis melewati Reno.

"Berarti lo mau makan siang bareng gue kan?" tanya Reno mengambil langkah sejajar dengan Gendis.

Gendis menatap Reno dengan tatapan heran, "Gak bisa."

"Kenapa?" desak Reno.

"Kenapa gue harus makan siang sama lo?" tanya Gendis.

Reno menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Iya, kenapa juga Gendis harus mau menerima ajakan makan siangnya?

"Karena gue mau makan siang sama lo." jawab Reno akhirnya.

Memang kenyataannya seperti itu.

"Gue gak mau."

"Harus mau lah." Reno memaksa.

"Please ya, gue gak ngerti sama lo. Gue banyak urusan." ucap Gendis duduk di kursinya kemudian mengeluarkan bukunya.

"Jadi, lo mau ngertiin gue? Baik banget si lo walopun jutek."

Gendis menggeram marah. Pria ini gak bisa di kasitahu. Gendis akhirnya menyalakan musik di ponselnya dengan volume maksimal.

Reno menarik headset Gendis sebelah membuat Gendis melotot tajam padanya.

"Lain kali lo harus mau kalo gue ajak." bisik Reno di telinga Gendis sebelum meninggalkan kelas Gendis.

"Dasar, gak ada kerjaan."

🍂🍂🍂

Maafkan typo and thanks vommentnya
Luph u phul 😘

Folow IG : Dewie Sofia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top