Surat Tanpa Nama

"Kalila?"

Aku memutar tubuh ketika mendengar suara yang tidak asing. "Eh, Jio?" kataku nyaris berteriak karena sangat terkejut atas kehadiran Jio.

"Ngapain di sini?" Secara spontan aku bertanya demikian. Aku sangat tidak menyangka akan bertemu dengannya di tempat ini. Karena dari yang kutahu, alamat rumah Jio jauh dari supermarket tempat bunda biasa membeli stok bahan makanan di rumah.

"Belanja?" katanya sambil mengangkat keranjang belanja yang hampir penuh. Kuperhatikan isinya bermacam-macam, mulai dari makanan ringan hingga bumbu-bumbu instan untuk memasak. Ucapan yang terdengar seperti pertanyaan itu membuatku merasa bodoh. Memangnya untuk apa ke supermarket kalau bukan belanja? Dasar Kalila.

"Oh, hehe. Iya juga, ya." Sadar atau tidak, aku tidak bisa berhenti bersikap konyol di depan Jio. "Lo sendirian aja?"

Jio menggeleng pelan sambil meneliti satu per satu produk susu di hadapannya. Setelah dirasa sesuai dengan apa yang ia cari, dua kemasan kotak dimasukkannya ke keranjang. "Ada Eja di depan, tadi dia di rak puding," balasnya.

Sepasang mataku melotot begitu saja setelah nama Reza disebutkan. Kepalaku menoleh ke sana-kemari hanya untuk mencari keberadaan laki-laki tengil itu. Bukannya aku ingin bersitatap dengannya, aku hanya tidak ingin jika Reza bertemu dengan bunda karena aku tidak bisa memastikan apakah dia akan menjadi Reza yang baik atau Reza yang usil.

Aku masih ingat jelas dulu ketika aku sedang jalan sore dengan Lily untuk mencari telur gulung dan secara tidak sengaja berpapasan dengan Reza. Laki-laki itu dengan mudahnya berjongkok di depan Lily dan berkata, "Aku calon kakak ipar kamu, loh."

Waktu itu aku ingin sekali menendang tulang keringnya. Sayang sekali ada adikku di sana. Aku tidak mungkin melakukan kekerasan kepada teman di depan anak kecil.

"Bunda lo mana?"

Aku mengibaskan tangan dan menggeleng cepat, tidak peduli dengannya yang tahu bahwa aku datang dengan bunda tanpa kuberitahu. "Itu nggak penting, sekarang gue harus cepet-cepet pergi."

Kemudian aku bergerak cepat mengambil tiga kotak susu yang semuanya ada di bagian atas. Untung saja ada Jio, jadi aku bisa lebih cepat mendapatkannya. Setelah memastikan semua yang kucari ada di dekapanku, aku berpamitan padanya. "Makasih bantuannya. Bye, Jio."

"Oh, oke. Hati-ha—"

Aku tersandung kakiku sendiri sebelum Jio selesai dengan kalimatnya. Beruntungnya tidak membuatku jatuh terduduk seperti waktu itu. Aku memperbaiki posisi kaki. Setelah posisinya benar, aku pergi tanpa menoleh ke belakang. Rasanya akan malu sekali jika harus bertatap mata dengan Jio di saat seperti ini.

"Loh, Kak. Katanya mau cari camilan yang waktu itu, kok dapat susunya aja?" Bunda keheranan ketika aku kembali hanya dengan susu yang beliau minta.

Aku terkekeh dan menggaruk kulit kepala di belakang telinga. "Iya, Bun. Nggak jadi cari di sana. Aku ada PR kimia, belum dikerjain."

Aku tidak berbohong soal PR itu, hanya tidak memberitahukan bahwa tugas itu dikumpulkan tiga hari lagi.

"Kalo gitu kita pulang aja, Bunda juga udah selesai," kata bunda sambil mendorong troli ke arah kasir. Aku mengikuti langkah beliau sambil menggandeng tangan Lily. Aku juga tidak lupa mengamati keadaan untuk berjaga-jaga jika dua laki-laki yang sedang kuhindari muncul di sekitar secara tiba-tiba.

"Kak, kamu bisa beli mie ayam yang di depan, nggak? Nanti Kakak tunggu di depan, nggak usah naik lagi. Ini antriannya kayaknya bakal lama." Sembari mengantri di antrian yang cukup panjang, bunda berujar demikian.

"Kalo kamu atau adek mau beli yang lain juga boleh, takutnya bosan nunggu bunda," sambung beliau setelah memberikan dua lembar uang berwarna biru.

Awalnya aku ingin mengembalikan selembar yang lain karena membeli mie ayam tidak akan semahal itu. Tetapi kuurungkan ketika bunda berucap, "Beli lima aja, nanti sisanya ambil kamu." Tanpa basa-basi lagi, aku mengiyakan dan segera pergi dari sana untuk keluar dari supermarket terlebih dahulu, tentunya dengan Lily di sampingku.

Udara dingin ketika di dalam supermarket langsung menghilang ketika aku menginjakkan kaki di terasnya. Kupandangi sebentar langit yang sudah menjadi lebih gelap daripada ketika aku datang tadi. Lampu-lampu jalanan juga sudah terang benderang menerangi sekitar.

"Kalo kamu pengen sesuatu bilang aja, ya. Nanti mampir beli," kataku sambil mengeratkan genggamanku di tangannya.

"Boleh?"

"Iya, dong. Kan aku yang nawarin. Aku juga bawa uang lebih selain yang dikasih bunda tadi. Jadi, aman banget." Aku tersenyum ke arah Lily sambil mengacungkan ibu jari.

Kami berjalan menuju gerobak es degan terlebih dulu. Aku haus, kupikir Lily juga demikian tapi seperti biasa, dia tidak mengutarakannya. Setelah selesai, aku membawa Lily berjalan sedikit lebih jauh dari supermarket. Lumayan, aku bisa cuci mata sebentar. Barulah ketika sudah sedikit puas berjalan dan Lily mendapatkan gula kapas karakter sesuai dengan keinginannya, kaki kami melangkah pergi ke tujuan utama, yaitu mie ayam pesanan bunda.

"Ketemu lagi."

"Eh?" Baru saja duduk setelah mengatakan pesananku kepada abang penjual mie ayam, seseorang menyapaku. Seorang laki-laki yang duduk di belakangku, bernama Kezio yang di depannya ada mangkok kotor bekas mie ayam.

Aku sampai kembali berdiri karena terkejut. Ini adalah kebetulan yang sangat aneh. Memangnya, kalau baru berteman dengan seseorang, akan selalu ada kebetulan seperti ini, ya? Maksudku, bertemu di mana-mana.

"Adik lo?" katanya sambil menunjuk Lily dengan tatapannya. Sebagai jawabannya, kepalaku mengangguk kaku.

"Tenang aja, Eja udah pulang duluan, dia diminta pulang cepet sama mamanya."

Aku bernapas lega ketika Jio yang peka berujar seperti itu. Setelah sedikit tenang, aku duduk membelakangi Jio, seperti awal ketika aku di sini. Tidak ada yang ingin kubicarakan dengannya. Aku yakin dia pun sama.

"Permisi, Kak." Seorang anak perempuan dengan pakaian yang cukup lusuh mendekatiku. Jio tiba-tiba saja menarik tanganku dan Lily supaya agak jauh dari anak itu dan bertanya siapa dia. Sebenarnya, aku tidak masalah jika didekati oleh anak perempuan itu, bagaimanapun keadaannya. Akan tetapi, karena Jio yang bertindak lebih dulu, aku membiarkannya.

"Maaf, saya cuma disuruh kasih ini ke kakak yang itu." Dia menunjukku dengan sebuah amplop putih bersih tanpa tulisan apa pun di luarnya.

Ketika hendak mengambil surat itu, Jio menepisku dan tangannyalah yang menerima surat dari si anak perempuan. Aku menyikut lengannya, kemudian melemparkan tatapan kesal ketika dia menoleh. Kurebut surat tadi sambil mengatakan, "Lo nggak denger apa katanya tadi? Ini surat buat gue."

"Kalo itu surat ancaman, lo mau gimana?"

Aku memikirkan pertanyaan Jio berkali-kali, juga berupaya menepis pikiran buruk itu dari otakku. "Kayak di film-film aja ada surat ancaman."

Sudah kuputuskan bahwa sekarang aku akan membiarkan isi surat yang belum kuketahui ini. Entah benar berisi ancaman atau tidak, aku akan mengurusnya nanti saja.

"Kamu udah makan? Malem ini kamu udah ada rencana makan?" tanyaku pada si anak perempuan. Ketika anak itu menggeleng, aku memesan satu porsi mie ayam lagi.

Jio tiba-tiba menarik lenganku, memaksaku agar menghadapnya. "Lo nggak ada takut-takutnya, ya? Dia orang asing, Lil. Lihat, adik lo takut."

Aku menoleh ke belakang, di mana adikku bersembunyi. Sejak dulu ia selalu bersembunyi ketika ada orang asing yang pakaiannya berantakan dan kotor. "Nggak apa-apa, Lily. Nggak usah takut. Nggak bakal ada apa-apa, kok."

"Kakak," kata Lily lagi.

Aku mendesis pelan. "Sebentar, ya. Mie ayamnya belum jadi. Kan bunda yang tadi nyuruh beli mie ayam."

"Nggak, bukan itu. Aku nggak mau takut lagi." Lily menggeleng kuat. "Aku mau tanya, gula kapasnya boleh dimakan?"

Aku bernapas lega ketika Lily berusaha untuk lebih tenang. Mungkin, dia menjadi lebih tenang ketika makan sesuatu. Tapi Jio tetap menatapku kesal. Entah kenapa dia tidak pergi, padahal mie ayam miliknya sudah habis tak bersisa.

"Buka."

Tidak mau kalah ketus, aku menyilangkan kedua tangan di depan dada dan meliriknya tajam. "Konteks, tolong?"

"Surat."

"Nggak."

"Buka."

"Nggak."

"Ya udah."

"Gue buka aja, deh. Agak takut." Perdebatan tidak berguna kami ditutup dengan keputusanku yang akan membacanya bersama Jio. Kalau benar ini adalah surat ancaman, setidaknya, ada Jio yang tahu penyebab jika suatu saat aku tiba-tiba menghilang dari keluargaku.

Hai, Kalila Naisha Wijaya. Untuk pertama kalinya, saya terima tawaran eyang Utari (ya betul, eyang kamu) untuk memberikan hadiah pada kamu melalui beliau. Hadiah yang kemarin tiba di rumah kamu, salah satunya adalah dari saya. Kalau kamu teliti, pasti tau yang mana.

Kemudian, alasan kenapa saya terima tawaran eyang Utari, karena bulan ini adalah bulan ulang tahun kamu. Jadi, happy early birthday, Lila. Saya yakin, tahun ini saya menjadi orang pertama yang mengucapkan ulang tahun untukmu.

Omong-omong, tidak perlu mencari tau siapa saya. Kalau sudah waktunya, kamu akan tau sendiri. Sampai jumpa, anak cantik.

"Bom?"

Duk! Aku menyikut lengan Jio karena kesal atas ucapannya. "Sembarangan! Mana mungkin ngirim bom ke rumah gue."

"Alat penyadap suara?"

Lagi-lagi aku dibuatnya kesal. "Jangan ngada-ngada, deh."

"Kamera tersembunyi?"

Aku menghela napas kemudian berdiri karena kulihat mie ayam pesananku hampir selesai dibungkus. Sebelum menghampiri abang penjual mie ayam, aku berkata, "Bisa nggak sih, berpikir pake pemikiran yang normal?"

Jio mengerut kening. "Ya, bukannya itu udah normal? Lagian, lo santai banget untuk ukuran perempuan yang dapet surat aneh kayak gitu. Lo beneran nggak ada takut-takutnya."

Aku berbalik untuk mengambil mie ayam dari abang penjual. Tidak lupa juga memberikan sejumlah uang atas apa yang kubeli. Setelahnya, aku menghadap Jio. "Gini, deh. Kalo misal emang ada barang-barang yang kayak lo sebutin yang gue terima, si pengirim nggak bakal kasih surat kayak gini. Kalo dia kayak gini, otomatis gue bakal panik dan mulai cari barang asing itu. Tapi dia kesannya kayak mau nunjukkin dirinya yang asli dengan cara yang bertahap. Mungkin, dia pikir gue bakal kaget kalo dia tiba-tiba datang dan bilang 'hai ini gue' gitu?"

Ah, sepertinya aku terlalu serius. Kami bahkan belum genap seminggu resmi berteman.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top