SIP : Bab 14.
Dukung aku dengan cara vote dan komen, ya. Tandai typo yang kalian temuin juga boleh banget.
Selamat membaca.
"Si Fale kerjanya tantrum mulu, ya. Kayak balita mau tumbuh gigi. Heran gue!"
"Gue juga tadi kena damprat gara-gara nggak kedengaran dia ngomong apa."
"Kena omel lu, ya, Kaf?"
"Iya, masih pagi padahal tadi. Gue cuma nanya ada respons lain nggak dari Pak Edo setelah meeting kemarin. Eh, gue malah kena damprat kayak anak kecil yang pulang main ke Magrib-an terus diomelin neneknya."
Mira dan Zola hanya tertawa geli mendengar keluhan Kafi yang sedang mengaduk kopi dalam cangkir. Biasanya sebelum masuk kerja atau setelah makan siang, mereka pergi ke pantri untuk membuat minuman atau sekadar bertukar gosip yang sedang heboh dibicarakan. Kali ini sambil membuat kopi hitam, Kafi terdengar menggerutu pada dua wanita yang sudah lebih dulu ada di tempat itu.
"Udahlah, emang anaknya begitu kalau hatinya lagi bengkok. Lagian pertanyaan lu nggak penting-penting banget kali, makanya jawaban Fale malah ketus."
"Ya iya sih. Dia emang udah bilang kalau ada respons lain bakal ngabarin gue."
"Nah, itu lu tahu! Masih juga nanya-nanya!" celetuk Fale yang sejak tadi sedang berdiri di meja pantri sambil menunggu air dalam teko mendidih.
Mereka bertiga malah tertawa mendengar balasan ketus dari wanita itu. Kafi memang sengaja ingin mendengar suara ketus Fale. Sejak pagi wanita itu terlihat seperti singa betina yang siap mengaum kapan pun dan di mana pun jika ada yang berani mengganggunya.
"Lu denger gibahan Kafi, Fal?" Mira bertanya masih dengan senyum geli, sementara tangannya sibuk mengaduk jus buah dengan sedotan stainless.
"Dengarlah! Kalian pikir gue budeg apa?!"
"Emang gue sengaja sih, kalau gibah pas ada orangnya. Biar sesi gibah gue jadi high quality dan lebih premium."
Mira dan Zola kembali tertawa geli menanggapi ucapan Kafi sedangkan Fale yang sudah selesai dengan secangkir kopi memilih beranjak dari pantri untuk meninggalkan tiga orang yang pasti akan melanjutkan sesi gosipnya. Berjalan santai menuju kantor sambil sesekali membalas senyuman karyawan yang menyapanya, saat ini sudah tak terhitung berapa kali Fale menghela napas panjang dan mengembuskannya kasar.
Tadi pagi setelah insiden yang membuat telapak tangannya panas, Fale langsung gegas menuju toilet terdekat untuk menenangkan emosi yang tiba-tiba saja naik, lalu menatap tangan yang baru saja menampar Edgar selama beberapa menit ke depan. Rasa panas dan sedikit sakit ia rasakan di sana. Fale berakhir meringis membayangkan pipi Edgar pasti merasakan hal yang sama.
Jika diingat-ingat kekesalannya pagi ini memang bukan berawal dari sikap konyol Edgar, tapi berasal dari pertemuannya dengan Alka yang selalu memberi efek tak nyaman baginya. Lantas Edgar yang sulit diberi tahu dan tak mengerti situasi berakhir kena getahnya.
Namun, untuk menghubungi Edgar lebih dulu dan meminta maaf karena tamparan itu, Fale tak berniat sedikit pun melakukannya. Ia rasa pria itu memang pantas untuk satu tamparan karena seenak jidat menciumnya saat sedang bicara, meskipun setengah jam kemudian Fale sedikit merasa bersalah saat salah satu sekuriti mengabarkan kalau ada pria yang menitipkan kunci mobilnya di pos jaga.
Itu berarti Edgar pergi tanpa membawa mobilnya atau mobil pamannya karena Om Edo datang satu setengah jam setelah kejadian tersebut.
Meski hari ini dilewati Fale dengan dengkusan kesal, akhirnya ia bisa pulang tanpa mengomeli orang-orang yang bertemu di jalan. Sepertinya sudah cukup menampar Edgar, mengomeli Kafi, membuat Zola terkejut karena bentakannya, serta menegur beberapa staff yang bergosip saat jam kerja. Biasanya Fale tak peduli dengan hal itu, tapi hari ini rasanya ingin terus mengoceh meskipun tak ada alasan.
Saat pulang dan melewati unit apartemen Edgar, Fale membatin apa pria itu marah atau menganggap kemarahannya biasa saja? Sepertinya opsi kedua lebih masuk akal mengingat Edgar orang yang santai dan punya pemikiran terbuka.
"Lagian main cium-cium aja!" Fale tak kesal dengan ciuman itu, hanya jengkel dengan pemikirannya sendiri yang merasa apa Edgar menganggap ia begitu gampang? "Udah gue kasih tahu kalau hari ini lagi bete, masih aja digangguin!" sambungnya masih menggerutu kesal bahkan setelah selesai membersihkan diri dan bersiap untuk segera tidur.
Fale pikir mungkin besok paginya Edgar akan berdiri di balkon, menyapanya dengan cengiran khas sambil melempar lelucon frontal yang tak pernah ia balas. Namun, dugaannya salah karena pria itu bahkan tak terlihat saat ia pergi dan pulang bekerja.
Sudah tiga hari keadaan itu berlanjut dan rasa gengsi untuk menghubungi Edgar lebih dulu masih membumbung tinggi daripada rasa bersalah dan penasaran yang bercokol di hati Fale. Tadi pagi setelah mengantar pamannya bertemu salah satu kolega, Fale mendapat kabar kalau hari Senin besok Edgar sudah mau bergabung di perusahaan. Harusnya hal itu bisa dijadikan Fale alasan untuk mengirim pesan singkat pada Edgar jika tamparan pagi itu tak ingin ia bahas.
Akan tetapi, Fale merasa harga dirinya turun jika ia menghubungi Edgar lebih dulu. Jadi, ia turuti saja kemauan harga dirinya yang cukup arogan itu.
"Om mau siapa aja yang hadir dalam rapat Senin besok?"
"Nggak usah banyak staff, Fal. Cukup ambil kepala bagian aja. Terus Kafi juga suruh join, ya, soalnya nanti Edgar nggak langsung pegang posisi penting. Om mau taro dia di bagian produksi dulu biar tahu cara kerja bawahannya."
Fale mengangguk saat pria yang berada dalam lift bersamanya menjelaskan tentang pertemuan khusus yang bertujuan mengenalkan satu lagi garis keturunan Wirasena pada para staf di perusahaan. Meski posisi Edgar tak langsung mengambil jabatan manajer atau jabatan penting lainnya, tapi jelas tak menutup kemungkinan kalau pria itu akan menjadi pemimpin perusahaan raksasa tersebut di masa depan. Pamannya benar, Edgar harus tahu kinerja para karyawan dan mengamati tahapan pekerjaan mereka karena setiap proses harus ia hafal sebelum duduk di kursi kepemimpinan. Terlebih setelah pendiri perusahaan itu sudah tidak ada dan para musuh yang sering menampilkan senyum di ruang meeting mulai menunjukkan keberadaannya.
"Kamu ada ngobrol sama Edgar, Fal?"
Mereka sudah keluar dari elevator dan Fale sedikit terkejut dengan pertanyaan pamannya. "Oh, itu ... nggak, Om. Aku udah beberapa hari ini nggak ketemu Edgar." Tepatnya sudah lima hari setelah tamparan pagi itu.
"Dua hari lalu sih, bilang mau bantu temennya dekor kafe baru." Edo mulai masuk ke ruangannya dengan Fale yang berjalan di belakangnya. "Semoga sih, nggak berubah pikiran. Edgar kadang susah ditebak."
"Semoga aja, Om. Kayaknya dia kalau udah putusin sesuatu pasti udah dipikirin matang-matang."
Sambil mengangguk pendek, Edo mengubah topik obrolan dengan sang keponakan ke arah pekerjaan. Membahas tentang launching produk baru di perusahaannya yang sempat tertunda sampai membahas beberapa staff yang jadi kandidat cocok untuk naik jabatan.
***
"Serius Fal, Edgar mau join ke perusahaan?!"
Fale mendengkus malas saat Zola yang baru diberi tahu kalau Edgar akan bergabung, mulai hiperbol dengan kabar tersebut. Saat ini mereka sedang ada di salah satu meja kafetaria dalam perusahaan dan baru saja selesai menyantap makan siang. Fale memang sengaja memberi tahu Zola, Mira, dan Kafi yang hari ini bergabung tentang fakta Edgar yang mulai bekerja Senin besok di perusahaan.
"Orangnya asyik sih, menurut gue. Kayaknya enak diajak kerja sama." Kafi mulai berkomentar setelah menyedot segelas jus jeruk di depannya. "Terus gue suka, anaknya friendly dan nggak bikin canggung. Mungkin gue yang ngerasa beban kenapa anak bos malah ditaro jadi bawahan gue."
"Asyik banget, sumpah!" Zola kembali berseru.
"Santai aja, Kaf. Kayaknya Edgar walau auranya bossy dia tahu nempatin diri," ujar Mira santai.
"Iya, sih. Kayaknya begitu. Gue harap Pak Edo nggak lama-lama jadiin Edgar bawahan gue."
"Fal, gue mau nomornya dong." Zola kembali berseru. Masih dengan nada antusias seperti tadi.
Mendengar permintaan itu Fale malah mengernyit. Apa Edgar benar-benar tak menghubungi Zola meskipun ia sudah memberikan nomor telepon wanita itu. "Senin besok aja minta sendiri. Lu bisa sekalian ngobrol sama dia," ujarnya setengah hati.
"Iya, besok Senin aja, Zol. Lumayan sambil caper dikit, kan?" timpal Mira sambil melirik ke arah Fale yang langsung mengalihkan atensi pada beberapa orang yang ada di kafetaria. "Nanti lu pepet dah, tuh, si Edgar sampe lecet kalau bisa," tambahnya sambil tertawa geli.
Zola terkekeh mendengar ucapan Mira. "Siaplah!" Lalu memegang dadanya dengan senyum malu-malu. "Kok, gue deg-degan sih, bayangin hari Senin besok. Padahal biasanya gue males berangkat kerja kalau hari Senin. Kayaknya gue bener-bener falling in love with him, deh, Mir. Aah, I love you 3000 tanpa dipotong pajak pokoknya!"
"Dih, omongannya udah kayak jamet Pasar Lama." Kafi mencibir malas dan mereka malah tertawa kecuali Fale yang hanya menyunggingkan senyum kecil melihat tingkah sahabatnya.
****
Fale sudah tahu kan, kalau Edgar hari ini akan datang? Harusnya ia merasa biasa saja saat pertemuan di hari Senin akan dimulai. Bukannya merasa gugup dan merasa tak nyaman. Sebenarnya perasaan itu masih ada sangkut pautnya dengan kejadian tempo hari dan hingga saat ini ia memang belum bertemu Edgar lagi. Entah tak ada kebetulan yang terjadi atau Fale yang menghindari sebab untuk berdiri di balkon saja ia sedikit tak berani.
Jadi, pagi ini akan menjadi pertemuan pertamanya dengan Edgar. Pamannya bilang tadi malam Edgar tidur di rumah, mungkin untuk memudahkan pergi bersama di hari pertama bekerja. Sambil mendengarkan Kafi yang sejak tadi membicarakan progres produk baru, Fale beberapa kali melirik ke pintu ruangan yang belum memberikan tanda-tanda didorong seseorang.
Tadi pamannya mengirim pesan singkat padanya untuk menyiapkan ruang meeting karena sedang terjebak macet cukup parah. Sekarang setelah beberapa staff sudah mengisi masing-masing bangku yang mengitari meja panjang, sang pemimpin tak kunjung datang.
"Kaf, gue telepon Om Edo dulu, ya. Tadi sih, bilangnya macet."
"Oh, oke."
Namun, belum sempat beranjak dari kursi, pintu ruangan itu terbuka. Menampilkan pria tua yang memakai setelan jas biru gelap sedang memasang senyum wibawa seperti biasa.
"Selamat pagi semuanya. Duh, maaf ya agak telat soalnya kena macet." Edo berseru sambil duduk di kursinya. Tak lama melihat Fale beranjak mengambil dua air kemasan botol di dalam lemari kecil yang terletak di sudut ruangan, lalu meletakkan itu di hadapannya. "Sebelum rapatnya saya mulai, saya mau kenalin seseorang lebih dulu. Tadi orangnya ke toilet sebentar. Jadi, rapat dimulai kalau orangnya udah gabung, ya."
Para staff di sana hanya mengangguk saja. Sedangkan Fale yang hendak berjalan menuju kursi kembali dibuat menoleh pada daun pintu yang kembali terbuka. Menampilkan pria yang rasanya sudah lama tak ia lihat.
Fale belum mendaratkan bokong di kursi. Ia malah mematung melihat Edgar yang melempar senyum pada orang-orang di dalam sana sambil berjalan ke kursi kosong di dekat pamannya.
"Kenalin ini Kalingga Edgardo Wirasena. Anak tunggal saya."
Dan Fale masih mematung, bahkan saat pemimpin rapat hari ini kembali berdiri untuk memperkenalkan Edgar yang masih menyebar senyum tipis. Bukan, Fale bukan terkejut dengan kedatangan Edgar. Ia sudah tahu dari beberapa hari lalu tentang hal itu. Namun, hal yang membuat tubuhnya terasa membeku adalah tampilan pria tersebut. Hari ini Edgar begitu berbeda dengan setelan jas hitam dan kemeja berwarna abu-abu sebagai lapisan dalamnya, lalu hal yang paling mencolok adalah tindakan Edgar yang mengganti warna rambut persis seperti pertama kali mereka bertemu di Paris.
Aura itu bahkan 10x lipat lebih berbahaya saat Edgar menyeringai culas setelah melempar lelucon frontalnya. Padahal sekarang, pria itu nyaris terlihat berwibawa dengan karisma yang ia pancarkan. Namun, kenapa di mata Fale, Edgar lebih mirip seorang predator bisnis yang tak akan segan menyingkirkan siapa pun yang menghalangi kesuksesannya.
Dan jujur saja di samping aura berbahaya tersebut, Edgar benar-benar terlihat menggiurkan. Rasanya ada magnet yang membuat tubuh Fale ingin mendekat dan menyentuh pria itu.
Sekarang siapa yang paling berbahaya, Edgar atau Fale sebenarnya?
Hahahaha, gimana Fal? Udah mencium aura tidak tenang ya setelah ini.
Zola! Siapin jantung lu, kata Fale Edgar mode blonde lebih menggiurkan wkwkwkw.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top