BAB 4
Jangan lupa vote, komen📣
Mark segera meninggalkan kantin dan berlari di koridor kampus setelah membaca pesan dari Rigel. Mark terus mencoba menghubungi Rigel tapi tidak tersambung. Mark terus berlari melewati beberapa kerumunan mahasiswa, naik ke lantai dua kampus, entah kenapa tapi koridor kampus seakan berubah menjadi begitu panjang.
Rigel menyerah membuka pintu laboratorium, dia sempat memukul pintu tersebut. Kemudian dia berbalik menatap pria itu. Pria yang tiba-tiba muncul di kamar mandinya.
"Berhenti di situ!" ucap Rigel sambil menunjuknya meski dia sebenarnya merasa ketakutan.
Pria berambut merah itu menghentikan langkahnya. Matanya fokus pada kursi lalu dengan sendirinya kursi itu mendekat ke arahnya. Rigel mengangga lebar melihat sesuatu yang baru pertama kali dilihatnya itu. Orang itu kemudian duduk dan memandang Rigel dengan tatapan tajam.
"Kita perlu bicara sebentar, lo enggak perlu takut, gue enggak akan berbuat sesuatu yang akan mengancam lo, Rigel."
Tatapan mata Rigel mengisyaratkan kewaspadaan pada pria di hadapannya itu. "Lo siapa sih sebenarnya dan dari mana lo tahu nama gue?"
Pria itu menyeringai membuat ketampanannya semakin nyata. "Gue salah satu orang yang mengawasi lo selama ini."
"Mengawasi gue?"
Pria itu mengangguk. "Gue yang nolong lo dari pria dengan muka menyeramkan itu di malam lo balapan." Ya, Rigel ingat, saat dia membuka kedua matanya orang itu sudah tidak ada di hadapannya.
"Jadi orang itu siapa dan lo juga siapa?! Kenapa lo selalu muncul di hadapan gue?"
"Dia dan gue adalah sesuatu yang mungkin enggak akan pernah dipercayai keberadaannya. Gue muncul di hadapan lo karena itu salah satu tugas gue, salah satu orang yang mengawasi lo dan melindungi lo selama ini dari jarak jauh."
Rigel masih tidak mengerti apa yang dikatakan pria berambut merah itu. "Gue pernah bilang kan, bakal ada yang mengincar lo dan hidup lo enggak akan setenang dulu lagi. Kematian mahasiswa itu, baru permulaannya. Selama ini sudah banyak korban yang berjatuhan."
"Lalu hubungannya sama gue apa?"
"Hubungannya ada. Makanya gue perlu bicara sama-"
Pintu laboratorium terbuka. "Rigel!"
Rigel menoleh dan mendapati wajah Mark yang terlihat khawatir. Mark menatap ke depan, pandangannya bertemu dengan pria berambut merah itu.
"Lo lama banget, Maemunah, tuh makanan lo keburu dingin di kantin."
Rigel melihat pria berambut merah itu masih berada di sana, duduk dan menatap interaksinya bersama Mark. Rigel mendekati Mark dan berbisik padanya, "Mark, lo lihat kan orang yang lagi duduk di kursi itu."
"Ah? Maksudnya?"
"Lo liatkan orang yang duduk di kursi itu. Itu orang yang muncul di kamar mandi gue."
"Ah, orang? Mana orang?"
Rigel terkejut, matanya membulat sempurna. "Jangan bercanda, orang yang duduk, rambutnya merah itu loh!" Tunjuk Rigel dengan kesal.
"Yee, ini anak. Mana ada sih orang di sini selain kita berdua. Aduh, tolong ya, begonya jangan dipake sekarang."
"Mata lo buta ya, dia ada di depan kita lagi duduk!"
Mark menggelengkan kepalanya. "Enggak ada siapa-siapa tuh."
Rigel kembali memastikannya dan ya pria itu masih di sana. Duduk dengan tenang. Rigel mulai kembali takut, apa cuma dia yang bisa melihatnya? Pria itu berdiri dan berjalan mendekati Rigel, dengan refleks Rigel mundur. Pria itu tepat berhenti di samping Mark.
"Rigel, gue akan datang lagi. Pembicaraan kita belum selesai." Pria itu menatap Mark, sementara Mark meliriknya dari samping.
"Jangan, jangan, jangan datang lagi. Gue, gue nggak mau ketemu lo!"
"Eh, lo enggak mau ketemu gue lagi? Tega banget lo, Gel. Enggak nyangka gue," ucap Mark setelah berbalik sambil memasang ekspresi sedih.
"Bukan lo gila! Tapi, cowok yang di samping lo itu!"
Mark menoleh ke kiri lalu ke kanan, matanya lagi-lagi bertemu dengan pria itu tapi hanya beberapa detik saja lalu pria rambut merah itu pergi begitu saja seperti angin yang berlalu sangat cepat bahkan nyaris tidak terlihat oleh mata manusia.
"Mana, Mana? Wah, parah, otak lo makin geser, Gel."
"Dia... Mark, lo liatkan tadi, dia, dia hilang gitu aja."
"Lah, memang dari tadi enggak ada orang, Maemunah! Duh, gue colok juga mata lo." Rigel terdiam, tidak mungkin jika dia berhalusinasi sekarang tapi Mark, apa dia tidak bisa melihatnya. Rigel semakin pusing.
"Tapi, beneran tadi orang itu ada di sini, dia bahkan-"
"Gue rasa ini efek karena lo lapar. Udah ayo, mending kita ngisi perut." Mark merangkul Rigel dan segera membawanya keluar dari sana.
Rigel berjalan dengan pandangan kosong. Setiap kalimat yang diucapkan pria itu terus menerus tergiang seperti kaset rusak. Rigel sangat penasaran, siapa orang itu, apa hubungannya dengan kematian Fariz, dan apa juga hubungannya dengan ini semua? Kenapa harus hidupnya yang menjadi tidak tenang?
Pertanyaan, kenapa, mengapa itu selalu melintas dibenaknya. Rigel terus bertanya dalam hatinya tapi tidak pernah mendapat jawaban atas semua itu.
🐣🐣🐣
Mark menyuruh Rigel untuk turun lebih dulu karena dia ingin ke toilet. Tapi bukannya masuk ke toilet laki-laki, Mark justru masuk ke dalam toilet perempuan dan mengecek tiap pintu yang ada di sana untuk memastikan tidak ada siapapun selain dirinya. Kemudian Mark mengunci pintu utama toilet.
Dia mulai memutar kran wastafel dan mencuci tangannya. Saat Mark mengangkat wajahnya menatap cermin di depannya, pria berambut merah itu muncul di sana. Mark mengambil beberapa tisu untuk menggeringkan tangannya sambil memandangi cermin itu.
"Kenapa lo muncul?" tanya Mark.
"Lo kelamaan, Mark!"
"Semua butuh proses dan enggak secepat itu! Lagian yang dapat tugas itu adalah gue!"
Pria itu menyeringai dan mengangkat sebelah alisnya, wajahnya menampilkan kesombangan yang sangat tinggi. "Lo udah enggak becus, jadi enggak salah 'kan kalau gue muncul di depannya."
"Salah! Lo enggak bisa muncul di waktu yang enggak tepat seperti tadi. Semuanya ada perhitungannya dan gue minta stop sampai di sini."
"Lo bukan Ketua yang bisa ngatur gue seenaknya, Mark! Kita butuh dia secepatnya atau bisa gue pastikan ada korban yang akan jatuh, lagi."
"Mending lo selediki soal kampus ini dibandingkan lo menggusik Rigel."
Pria dengan rambut merah itu tampak marah kepada Mark. Matanya yang semula hitam berubah menjadi merah, tatapan matanya benar-benar tajam dan dingin tetapi Mark sama sekali tidak takut. Kemudian pria itu menghilang begitu saja dari cermin.
Lalu Mark mulai memutar kunci toilet saat dia membuka pintu, dua orang mahasiswi yang baru mau masuk toilet memandang Mark dengan curiga.
"Eh, lo ngapain di toilet cewek?"
"Oh gue tahu ini, Rin, model-model cowok kayak dia ini pasti sengaja masuk ke dalam toilet cewek buat ngintip atau enggak pasang kamera. Ya, kan, ngaku lo!"
"Main tuduh lagi! Siapa yang mau ngintip, lagian gue itu cuma pinjam buat cuci tangan soalnya toilet cowok lagi rusak!"
"Enggak percaya!"
"Bodo amat lo berdua mau percaya atau enggak! Minggir!"
Mark segera pergi sementara kedua mahasiswi itu tidak jadi untuk masuk ke dalam toilet. Mark kembali turun ke lantai satu, untung saja, Rigel sempat memberitahunya kalau dia ke laboratorium dan insting Mark tepat. Jika dia, semua rencana yang sudah di susun sejak awal bisa saja berantakan. Tapi Mark juga tetap harus di samping Rigel dia tidak ingin jika pria itu benar-benar muncul kembali.
🐣🐣🐣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top