Part 4
"Pagi Mbak?" sapa Mira saat Ajeng sedang memasak untuk sarapan pagi kali ini, hari ini dia hanya memasak omelet isi kornet saja. Karena Zio bilang dia sangat kepingin makan omelet kornet.
"Mir, tolong bantu beresin meja makan ya," perintah Ajeng kepada Mira yang langsung diangguki dengan senyum sejuta watt milik.
"Sayang gak lupakan kalau hari ini sarapan omelet?" tanya Zio dari arah meja makan, Ajeng melihat ke belakang dan tampaklah Zio yang sedang duduk manis di kursi dengan tablet di tangannya.
"Iya ini juga lagi dimasakin Mas," jawab Ajeng sekenanya.
Mira yang ada di sebelah Ajeng yang sedang membantu mencuci peralatan masak menyikut pelan perut Ajeng, sedangkan Ajeng masih saja sibuk dengan omelet terakhir. "Apaan?" tanyanya sambil melirik sekilas ke arah Mira.
"Pak Zio kok auranya serem gitu sih Mbak?" bisik Mira pelan. Ajeng melihat sekilas ke arah suaminya yang masih setia dengan tablet dan segelas kopinya.
"Dia emang udah auranya kayak gitu dari dulu."
"Hmmm tapi Pak Zio beda banget kalau sama Mbak," Mira kembali berbisik ria di samping Ajeng. Alis Ajeng terangkat saat mendengar perkataan Mira barusan, pertanda jika dia butuh penjelasan atas perkataan tadi. "Pak Zio lembut banget sama Mbak Ajeng," lanjut Mira masih tetap dengan volume bisik-bisiknya, dan Ajeng hanya tersenyum lembut mendengar perkataan Mira.
"Mau bawa omelet lagi Mas?" tanya Ajeng kepada Zio.
Ajeng menyusun sarapan pagi ke atas meja dengan dibantu oleh Mira. "Boleh deh," jawab Zio sambil tetap menatap kekasih pujaannya sang tablet. Tak sengaja Ajeng mendengar tawa tertahan dari sebelahnya. Mira sudah menutup rapat mulutnya begitu Ajeng melihat ke arahnya.
Setelah selesai menyiapkan omelet untuk dibawa Zio ke kantor, Ajeng ikut bergabung bersama Zio dan Mira yang sudah makan duluan. "Yang, kamu harus lebih hati-hati mulai dari sekarang hingga seterusnya," ujar Zio setelah dirinya selesai dengan omelet idamannya.
Ajeng mengernyit bingung maksud dari perkataan Zio barusan. "You know," lanjut Zio begitu melihat Ajeng yang kebingungan, sorot matanya seolah mengatakan bahwa mereka dalam bahaya.
"Hmmm Mbak .... Pak Zio gak suka ya aku nginep di rumah kalian?" tanya Mira takut-takut saat Ajenh dan Mira sedang dalam perjalanan menuju kantor. Ajeng melirik ke kaca sepion mobil dan melihat ada mobil Zio di belakang mobilnya.
"Enggak kok Mir, dia orangnya baik kok. Cuma ya gitu kalau sama orang baru," jawabnya sambil memberikan senyum termanis yang dia punya.
"Sebenernya Mbak, aku ditinggal orang tua aku ke Singapore. Mereka akan menetap di sana," curhat Mira dengan suara yang seperti sangat miris untuk didengar. "Rumah di sini sudah dijual Mbak, aku .... aku mau dinikahin. Makanya, aku numpang di rumah Mbak Ajeng," lanjut Mira dengan suara yang bergetar menahan tangis. "Aku gak mau nikah muda Mbak ...." pecahlah tangis Mira yang duduk di samping Ajeng.
"Kenapa gak mau? Nikah itu enak loh Mir," tanggap Ajeng sambil mengiming-ngiming Mira dengan kalimat yang kedengarannya rada gimana gitu?
"Aku takut gak bisa bahagiain suami aku Mbak, aku ...." Mira berhenti sebentar untuk menyedot ingusnya kembali masuk ke dalam hidung, Mira benar-benar menjijikan. "Aku kan masih buta sama yang namanya pernikahan Mbak hiks .... hiks ...."
"Sudah sudah, nanti kita cari solusinya sama-sama," kata Ajeng dengan tangan sebelah kirinya mengelus-ngelus pundak Mira.
∞∞∞
Zio memperhatikan Ajeng dan Mira yang berjalan berdampingan menuju arah lift, dari penampilan Mira sepertinya gadis itu habis menangis. "Pagi Pak," sapa basa-basi keduanya begitu berada di dekat Zio. Si bos memasang tampamg datar dan hanya mengangguk menanggapi sapaan mereka.
"Ajeng, Mira!!" jerit seseorang perempuan lain yang baru saja lari-lari indah ke arah Ajeng dan Mira berada. "Kalian tau gak?" suara perempuan itu terdengar agak ngos-ngosan karena berlari.
"Enggak!" jawab Ajeng dan Mira kompak dengan suara mereka yang terdengar sangat polos. Zio bahkan berusaha keras untuk menahan suara tawanya agar tak keluar. Bisa jatuh harga dirinya karena ketawan menguping pembicaraan 3 orang gadis, ups maksudnya 2 orang gadis dan 1 perempuan.
"Bah, mampus aja cerita sama kalian berdua," sungut perempuan yang belum diketahui bernama Ila.
"Emang ada apa sih Mbak Ila? Kok heboh gitu?" tanya Mira kepada perempuan itu.
Zio benar-benar sudah seperti laki-laki yang sedang mencurigai pacarnya selingkuh saja, mencuri dengar perkataan para wanita di dekatnya. "Eh, Pak Zio bawa bekal?" tiba-tiba saja Ila dengan polosnya bertanya kepada Zio dengan suara lantang.
Dia dapat mendengar suara-suara tawa yang ditahan dari Mira dan Ajeng, "Memangnya kenapa? Masalah buat Anda?" tanyanya sinis sambil kembali melihat pintu lift yang belum juga terbuka.
"Di divisi keuangan tempat kalian bakalan ada karyawan baru," Ila langsung melanjutkan ceritanya yang tertunda tadi karena pertanyaan tak pentingnya untuk Zio. "Aku dengar kabar katanya orangnya ganteng banget!!," lanjut Ila berseru girang, bahkan sampai jingkrak-jingkrak di tempat.
"Kayaknya dari kita bertiga Mbak Ila deh yang ngebet banget pengen nikah," celetuk Mira gamblang karena melihat reaksi berlebihan Ila.
Ajeng yang baru saja mendengar celetukan Mira langsung saja tertawa tepingkal-pingkal, sedangkan Zio berusaha mengambil napas dalam-dalam untuk tak ikut tertawa juga. 'Mira benar-benar cablak banget' gumam Zio dalam hati.
"Kualat kamu Mir ngatain yang tua," ujar Ila tak terima karena celetukan Mira tadi.
"Ye!! Kan emang kenyataannya gitu kok," balas Mira tak mau kalah.
"Sudah ayo masuk," lerai Ajeng sambil menarik lengan mereka berdua dan mendahului Zio masuk ke dalam lift.
∞∞∞
Ajeng dan Mira saling berpandang bingung melihat seorang pria berbadan tegap dan berpostur tinggi berdiri di tengah-tengah ruangan divisi keuangan sambil memperhatikan ruangan yang masih belum ada penghuninya. "Maaf Mas siapa ya?" tanya Mira kepada pria tersebut dengan sopan, jika dilihat pria itu tampan, badannya bagus dan berkarisma. Tetapi, di dalam hati Ajeng mengatakan kalau dia belum ada apa-apanya dibanding Zio. Ajeng menggeleng-geleng kecil begitu sadar apa yang dia rasakan, dia seperti anak ABG yang baru pertama kali pacaran saja.
"Saya karyawan baru disini, apa ini ruangan divisi keuangan?" pria tersebut kembali bertanya kepada mereka berdua dengan suara yang terdengar ragu-ragu. Ajeng dan Mira kompak mengangguk-anggukkan kepala, keduanya seakan baru ingat perkataan Ila yang heboh tadi.
"Oh iya benar Mas, selamat datang!" Mira menjawab dengan senyum lembut dan mata yang terlihat berbeda. Mata itu memancarkan kebingungan, dia masih memikirkan pernikahan dirinya.
"Mungkin meja Anda yang di sebelah sana," kata Ajeng memberi tahu salah satu meja yang memang kosong beberapa minggu ini dikarenakan penghuninya yang sudah mengundurkan diri.
"Terima kasih, perkenalkan nama saya Roy," pria itu memperkenalkan dirinya dan menyodorkan tangan kanannya mengajak berjabat tangan.
"Ajeng," sambut Ajeng yang menjabat tangan Roy. Tiba-tiba saja dia melihat ke sampingnya yang diam saja sama sekali tidak menanggapi uluran tangan Roy.
Ajeng menyikut pelan Mira, berusaha menyadarkan Mira dari alam ngelamunnya itu. Mira yang disikut langsung gelagapan dan seolah sadar Mira menyambut uluran tangan Roy, "Mira."
"Mir jangan terlalu dipikirkan, nanti Mbak akan bantu cari solusinya," nasehat Ajeng kepada Mira sebelum Mira beranjak menuju meja kerjanya.
Malam ini Ajeng, Mira dan Zio duduk santai di ruang TV sambil menonton acara penayangan informasi kurs saham. Ajeng dan Zio duduk berdua di atas sofa sambil berpelukan mesra, sedangkan Mira berbaring membelakangi suami istri itu di permadani ruang TV rumah.
"Kenapa gak coba ketemu dulu sama calonnya Mir?" tanya Zio kepada Mira, Ajeng dan Mira baru saja selesai menceritakan permasalahan Mira beberapa menit yang lalu. "Aku dan Ajeng temani bagaimana?" tawar Zio karena melihat Mira yang diam saja dengan gerakan tidur menyampingnya agak gelisah.
"Beneran Pak?" Mira bangkit dari tidurnya menjadi duduk dengan cepat begitu mendengar tawaran Zio barusan.
"Iya, dan jangan panggil aku Pak jika di rumah," perintah Zio kepada Mira dengan suaranya yang mulai bersahabat.
"Lalu saya panggil apa dong?" tanya Mira polos dengan mukanya yang melongo bingung.
"Mas saja, karena kamu sudah aku anggap adik sendiri," lanjut Zio kepada Mira. Ajeng yang mendengarnya tersenyum senang.
"SERIUS?!" histeris Mira.
Bersambung...
Selamat membaca ulang ya😊
Jangan lupa vote dan komentarnya ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top