Part 2

Zio masih setia memandang wajah polosnya yang tertidur di sampingnya, Ajeng bergelung seperti bayi memeluk erat diri Zio. Senyum kecil Zio terbit melihat tingkah istrinya yang sangat menggemaskan. "Aku janji kita gak akan terus-terusan seperti ini, aku akan selesaiin semua kekacauan ini," gumam Zio lembut sambil mencium  rambut hitam panjang Ajeng.

Mata Ajeng mengerjap-ngerjap lucu mungkin terganggu karena pergerakan kecil yang Zio timbulkan, "Morning sayang," sapa Zio ketika pandangan mata Ajeng tertuju kepadanya.

"Morning," balasnya.

"Morning kiss?" tagih Zio kepada Ajeng yang masih setia bergelung di dalam dekapannya.  Tak perlu waktu lama bibir tipis yang begitu manis itu sudah menempel lembut di permukaan bibir Zio. Bibir yang selalu menjadi candu untuk Zio.

Cukup lama keduanya saling bertaut hingga Ajeng meronta ingin dilepaskan, mungkin dia sudah kehabisan napas. Zio mengeratkan pelukannya di pinggang ramping yang sekarang polos tersebut, masih enggan untuk melepasnya. "Mas ayo bangun ntar keburu subuhnya habis," Ajeng berusaha melepaskan pelukan erat Zio.

"Iya, aku mandi dulu," kebiasaan Zio memang mandi langsung, agar tak ada lagi waktu untuknya malas-malasan. Dia mencium kening istrinya itu seperti biasa, keluar dari dalam selimut dengan keadaan polos. Membuat istri cantiknya itu menjerit malu.

"Masssss" Zio hanya terkekeh geli sambil menyambar cepat boxernya yang tergeletak manis di lantai kamar.

Setelah menunaikan sholat subuh berjama'ah keduanya bersiap untuk berangkat ke kantor, turun ke lantai bawah dengan keadaan yang sama-sama sudah rapih dengan baju kantor. Zio memilih duduk di kursi meja makan sambil membaca koran pagi yang memang selalu menjadi rutinitasnya. "Mas kopinya," suguh Ajeng dengan kopi buatannya yang sangat Zio sukai.

Zio sudah tidak lagi memegang koran paginya namun, sudah beralih dengan tablet kerjanya. Zio sedang memeriksa jadwalnya hari ini, sepertinya jadwalnya hari ini tidak terlalu padat hanya beberapa berkas yang harus dia tanda tangani dan memimpin rapat bersama karyawan kantor.

Sesekali Zio melirik ke arah Ajeng yang sedang menata nasi goreng kampung buatannya di atas meja makan. "Makan dulu Mas, nanti lagi kerjanya," katanya begitu dia sudah duduk di samping kanan Zio yang sedang mengambilkan nasi goreng untuk suaminya itu. Zio letakkan tablet yang menjadi temannya tadi.

Masih Zio ingat betapa marahnya Ajeng ketika dia masih tetap pada pekerjaannya dan tidak menghiraukan dirinya yang sudah menyiapkan makanan untuk mereka, saat itu Zio sedang sibuk-sibuknya mengurusi pembukaan cabang di beberapa daerah.

"Jeng aku mau dibuatkan omelet ya untuk dibawa ke kantor," pinta Zio tiba-tiba entah kenapa dia hanya lagi ingin saja memakan omelet buatan Ajeng, sepertinya olahraga tadi malam membuat perutnya sangat lapar berkali-kali lipat. Setidaknya bisa untuk dirinya makan di sela pekerjaannya nanti.

"Bentar aku buatkan Mas," Ajeng memang seperti itu jika sudah menjadi ibu rumah tangga, dia tidak pernah protes ini itu dan melayani Zio dengan sangat baik. Lain halnya jika Ajeng sudah menjadi wanita karir, Ajeng akan sangat teliti, tegas, bahkan sangat bawel. Zio selalu merasa bahwa Ajeng memiliki jiwa pemimpin yang kuat. Inginnya Zio meminta Ajeng menjadi salah satu deretan petinggi perusahaan tetapi, dia tahu Ajeng pasti akan menolak mentah-mentah tawarannya. Istrinya itu memang sangat mandiri dan sederhana.

"Ini mas omeletnya," Ajeng meletakkan kotak makan tingkat dua yang Zio yakin isinya omelet dan nasi untuk dibawa ke kantor, tak apalah sekali-kali menjadi anak TK.

"Yasudah ayo berangkat," ajak Zio kepada Ajeng yang langsung dianggukinya, Ajeng mengganti sandal rumahnya dengan high heels berwarna merah maroon yang senada dengan rok dan blazer yang dikenakannya.

Jangan kalian kira Zio dan Ajeng berangkat bersama ke kantor dan akan menurunkannya di pinggir jalan dekat kantor seperti di novel-novel gitu. Dari pada seperti itu lebih baik mereka berangkat sendiri-sendiri dengan membawa mobil masing-masing.

"Assalamu'alaikum hati-hati di jalan Mas," Ajeng mencium tangan Zio ketika kami sudah berada di depan rumah mereka yang sederhana.

"Wa'alaikumsallam jangan ngebut-ngebut," pesan Zio kepada Ajeng setelah sebelumnya dia mencium kening Ajeng.

∞∞∞

Mobil Zio masih setia mengikuti mobil Ajeng dari belakang, beruntung tidak ada karryawan yang sadar bahwa Ajeng dan Zio sering hampir bersamaan sampai di kantor, setiap Ajent tanya kenapa dia lebih memilih mengiringi mobilnya dari belakang Zio selalu menjawab, "Aku hanya ingin melindungimu sayang."

Mobil Ajeng mulai memasuki kawasan gedung kantor dan segera mencari parkiran kosong, sedangkan mobil Zio tetap melaju lurus hingga sampai di depan lobi. Setelah selesai memarkirkan mobil avanza berwarna orange soft yang dibelikan khusus Zio untuknya, Ajeng keluar dan melangkah santai menuju lobi. Sebelumnya Zio bersih keras ingin membelikan Ajeng mobil sport mahal namun dia hanya meminta mobil yang biasa-biasa saja, tidak ingin memancing rasa penasaran karyawan kantor tentunya.

"Mbak Ajeng!!" jerit Mira dari depan lift begitu melihat Ajeng di depan pintu masuk lobi, dia berjalan menuju ke arah Mira dengan santai setelah menjalankan absen di dekat pintu lobi barusan. "Buruan Mbak lama amat sih," Mira menarik tangan Ajeng agar lebih cepat begitu pintu lift terbuka dan langsung menyerobot masuk ke dalam lift.

Bahkan Ajeng kaget karena orang yang mereka serobot adalah bos sendiri, Zio yang merasa diserobot tak sopan memplototi keduanya. "Aduh maaf Pak maaf," Mira memohon maaf berkali-kali bahkan sampai Zio sudah masuk ke dalam lift.

"Makanya jangan serobotan jadi orang," peringat Ajeng kepada Mira yang sudah kegencet di sebelahnya, karena memang kondisi lift yang sangat penuh.

"Aduh Mbak Ajeng liat gak tadi, bos kita yang ganteng itu bawa-bawa tempat makan!!" histeris Mira begitu sudah sampai di dalam ruangan divisi keuangan, di dalam ruangan sudah ada manajer keuangan yang songong dan centilnya minta ampun.

"Mana mungkin Pak Zio bersikap kayak anak TK gitu," komentar ketus Marsya tentang perkataan Mira barusan.

"Ck, atasan kita aja tu Mbak, kalau enggak udah aku hajar dia," bisik Mira kepada Ajeng dengan nada jengkelnya. Yap, bukan cuma Ajeng yang tidak suka dengan Marsya, tapi banyak karyawan lain yang tidak suka dengannya teruma karyawan divisi keuangan.

"Saya heran sama kamu Ajeng, kamu ke kantor mau kerja atau fashion show?" tanya Marsya dengan nada yang benar-benar ingin membuat Ajeng menghantamkan tangannya ke muka si Marsya.

"Kerjalah," balas Ajeng dengan ogah-ogahan.

"Kerja? Lalu kenapa setiap hari sepatu kamu selalu baru dan sepertinya mahal?" sindir Marsya dengan nada sirik yang sangat kental terdengar.

"Udah Mbak gak usah ditanggepin nenek sihir sirik," celetuk Mira polos dan membuat semua karyawan divisi keuangan yang sedari tadi diam saja menyimak menjadi tertawa terbahak-bahak.

"Diam!!" teriak Marsya jengkel, nenek lampir itu segera keluar meninggalkan ruangan sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Ajeng mengeluarkan HP-nya berniat mengirim pesan untuk suaminya tercinta.

To: Suamiku

Omeletnya jangan lupa dimakan ya sayang :*

Ajeng menyentuh layar bertulisan 'send' di smartphone miliknya. Dia tersenyum senang dan juga miris, kira-kira sampai kapan dia dan Zio harus terus sembunyi-sembunyi seperti ini. "Mbak udah dengar kabar belum?" tanya Mira yang sudah berpindah duduk di kursi yang tersedia di depan meja kerja Ajeng.

"Belum," jawab Ajeng santai sambil mengeluarkan setumpuk map yang akan diolahnya.

"Ihhh Mbak, minggu depankan ada pesta ulang tahun perusahaan Mbak pergi sama siapa?" gemas Mira dengan jawaban Ajeng. Tanggapan Ajeng hanya datar saja,dia tidak berniat menjawab. "Tau deh, susah ngomong sama Mbak Ajeng," rajuk Mira dan beranjak kembali ke tempat duduknya.

Ajeng masih sibuk menata map-map di atas meja ketika HP-nya bergetar pertanda ada pesan masuk.

From: Suamiku

Sudah habis, makasih sayang :*

Enak banget omeletnya...

Ajeng tersenyum membaca sms dari Zio, dia senang melihat Zio yang lebih memilih memakan masakannya yang biasa saja dibanding makan di luar rumah.

∞∞∞

Zio baru saja selesai memakan omelet buatan Ajeng yang sangat lembut dan enak banget. Tiba-tiba saja pintu ruangannya terbuka begitu saja dan muncullah seseorang yang tidak ingin dia lihat untuk selamanya.

"Maaf Pak saya sudah bilang kepada Bapak ini tapi ...." penjelasan Ayu terpotong karena Zio menyuruhnya untuk meninggalkannya bersama dengan tamu tak diundang itu.

"Apa maumu?" tanya Zio langsung, dia tidak ingin berurusan lebih lama dengan iblis di hadapannya.

"Aku kemari hanya ingin mengatakan bahwa aku akan membuat orang tersayangmu itu menyusul kedua orang tuanya," ujarnya dengan angkuh. Zio masih sibuk meredam amarahnya, berusaha untuk tidak menghantamkan tangannya ke muka jelek milik orang di hadapannya.

"Jangan macam-macam, aku akan segera menjebloskanmu ke penjara," ancam Zii dengan muka yang dia buat setenang mungkin, dia tidak ingin terlihat takut di depan iblis itu.

"Kita lihat saja siapa yang menang dalam permainan ini," iblis itu berbicara dengan seringaian menjijikan miliknya dan pergi begitu saja dari ruangan Zio.

Aku tak akan membiarkanmu mendekati Ajeng, cukup sudah penderitaan yang Ajeng rasakan dulu sebelum menikah denganku. Tekad Zio dalam hati.

Bersambung...

Maaf ya kalau aku nyampahin notif kalian. Ini hanya edit pergantian sudut pandang aja kok😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top