༺ Ruang Kisah ༻
[Ruang Kisah - Kekacauan]
bantuan koreksi salah ketik akan sangat membantu ^^
.
.
.
SEORANG pelayan datang membawa sebuah bola kristal. Diletakkannya benda mudah pecah itu pada sebuah meja tinggi yang sudah diberi bantalan. Ia menoleh pada Tuan Voi yang langsung dibalas dengan anggukan, pertanda bahwa ia sudah melalukan hal yang benar. Setelah itu, ia pergi.
Tuan Voi sendiri lekas menoleh pada Penyihir Wit, mengangguk. Sang penyihir yang menerima isyarat itu segera memberi aba-aba. Obor-obor dimatikan, suasana ikut menggelap karena lubang raksasa di atas sana juga menunjukkan langit kelabunya. Angin badai mulai memasuki ruangan dan membawa hawa dingin.
Entah sejak kapan, Penyihir Wit merasa ada yang aneh di sini. Gelisah mulai mengisi ruang dalam dadanya. Sebagai seseorang yang telah mempelajari sihir selama bertahun-tahun dan sering melakukan Upacara Pemindahan Kekuatan, ia tahu bahwa suasana langit termasuk bagian dari ritual. Karena bagaimana pun, sihir terhubung dengan alam semesta. Tetapi kali ini, kondisi langit membuatnya khawatir. Rasanya seperti ia sedang menentang suatu hal besar.
Tidak mau ambil pusing, Penyihir Wit mengabaikannya. Mungkin dirinya hanya gugup karena melakukan ritual pada salah satu orang besar di negeri ini. Ya, pasti ia hanya gugup.
Setelah dirasa bahwa sekaranglah waktu yang tepat, Penyihir Wit memulaikan ritualnya. Ia berdiri tepat di depan ranjang Raja Carlton, bibirnya mulai bergerak-gerak pelan melafalkan mantra. Bersamaan dengan itu ia mengangkat tangannya, membuat gestur seolah membangkitkan sesuatu. Dan sesuatu yang tampak seperti asap bercahaya indah keluar dari dalam tubuh Raja Carlton. Mengambang, berkumpul menjadi gumpalan tepat di atas tubuhnya.
Sebetulnya, Penyihir Wit belum pernah melakukan ritual ini pada penyihir yang masih hidup. Sebab, ia tahu betul apa resikonya bagi si pemilik tubuh. Tetapi karena tawarannya cukup menggiurkan, jadilah ia menerimanya.
Maka ketika erangan kesakitan terdengar dari bibir Raja Carlton, Penyihir Wit hanya bisa menulikan telinganya dengan penuh rasa bersalah.
Di atas sana, langit kelabu berkilat terang untuk beberapa detik, hingga terdengar suara gemuruh yang cukup memekakkan telinga. Seisi ruangan itu tampak khawatir ritualnya akan terganggu jika turun hujan. Penyihir Wit juga tahu persis akan hal itu, tidak ada jalan lain kecuali mempercepat upacara ini, dan ia melakukannya.
Kini sihir-sihir itu telah bergumpal sepenuhnya di atas tubuh Raja Carlton dengan ukuran yang cukup besar—mencerminkan seberapa kuatnya sihir itu di dalam tubuh inangnya. Baru kali ini Penyihir Wit melihat warna sihir seindah itu, seperti campuran dari beberapa warna. Sebab pada umumnya sihir setiap penyihir hanya memiliki satu warna saja.
Sang penyihir mulai kehabisan tenaga, ritual kali ini sangat menguras energinya. Tanpa berlama-lama lagi, ia mengarahkan perpindahan kekuatan itu pada bola kristal yang akan menjadi wadahnya.
"Kuperintahkan kalian, para Sihir Murni, untuk berpindah pada bola kristal sebagai wadah kalian. Inang kalian sudah tidak sanggup untuk membawa kalian lagi, sudah gilirannya untuk mengabdi pada semesta."
Ajaibnya, sihir-sihir itu mulai melayang menuju bola kristal yang telah disiapkan. Perlahan-lahan mereka masuk, memenuhi setiap ruang di dalam bola kristal. Seisi ruangan itu tampak tertegun, kagum dengan gumpalan sihir yang membuat bola kristal tampak bercahaya.
"Tidurlah, kalian. Bangunlah ketika telah 1000 tahun, tundukklah pada keturunan laki-laki raja yang memiliki iris sebiru laut, semerah api, sekelabu langit saat ini, seemas cahaya mentari. Buatlah mereka spesial—"
"DAN TUNDUKLAH PADA KETURUNAN PEREMPUAN RAJA, TAK PEDULI MEMILIKI IRIS BERWARNA APA, BUATLAH MEREKA LEBIH ISTIMEWA!"
Semua yang ada di sana membeku, lantas refleks menoleh pada seseorang wanita cantik dari atas sana. Tuan Voi terkejut setengah mati, sangat tidak percaya siapa manusia yang dilihatnya saat ini. "M-Mauve?"
"KUPERINTAHKAN KALIAN, WAHAI SIHIR MURNI! TIDURLAH. BANGUN KEMBALI, DAN TUNDUKLAH KETIKA HARI ITU TIBA!"
Sebuah kelalaian fatal telah dilakukan Penyihir Wit. Baris mantranya telah dicuri oleh wanita di atas sana. Dengan wajah panik bukan main, gumpalan sihir itu telah masuk sepenuhnya dalam wadah. Bola kristal itu tampak bercahaya terang sejenak, sebelum akhirnya meredup.
"T-tidak, kalian salah. Kalian mendengar orang yang salah—"
Terlambat. Ritualnya sudah selesai. Dan apa yang sudah diperintahkan, tidak bisa diubah. Begitulah kerja sihir-sihir yang telah dipindahkan.
Tuan Voi terlihat sangat geram, diperintahkannya para pengawal untuk menangkap Mauve, lantas membawanya ke sini. Itu berhasil, para pengawal jauh lebih sigap daripada Mauve yang cukup payah dalam melarikan diri.
"Lepaskan aku!"
"Setelah kelancangan yang kau buat, kaupikir kau bisa pergi begitu saja?"
Tanpa wanita itu duga, sebuah tamparan mendarat sempurna pada pipinya dan menimbulkan suara nyaring. Pipinya kini terasa sakit dan nyeri. Dan setelah sekian lama, Mauve kembali menerimanya. Kekerasan, serta terlukanya harga dirinya.
Saat itu, tak sengaja kepala Mauve tertoleh. Matanya membulat, tubuhnya seketika mematung melihat apa yang terjadi pada Raja Carlton. Hatinya mencelus dalam-dalam.
Tubuh Raja Carlton perlahan memudar menjadi abu dan mulai menghilang.
Mendadak, sepenggalan kalimat yang pernah ia baca mampir di kepalanya.
“Namun jika Upacara Pemindahan Kekuatan dilakukan pada mereka yang masih hidup, maka mereka akan lenyap, tak bersisa.”
J-jadi, Raja Carlton masih hidup?
"Apa-apaan?!"
Suara bernada tinggi dari Mauve membuat mereka tersentak. Seumur hidup mereka, belum pernah melihat Sang Selir tampak marah dan kacau seperti ini. Para pengawal dan pelayan tampak sedikit menciut, sementara keempat selir lainnya memandang dengan tatapan sebal dan dengki.
"Di mana hati nuranimu, Voi? Apa yang telah kaulakukan pada raja?!"
Persetan dengan segala aturan kesopanan. Yang Mauve hadapi saat ini adalah orang-orang gila tanpa otak lagi.
Akan tetapi alih-alih jawaban, tamparanlah yang kembali Mauve terima. Iris ungunya menjumpai manik coklat Tuan Voi yang memandangnya penuh kilatan amarah. Tangannya terkepal, bersiap melepas tinjuan jika saja Mauve bertindak di luar batas.
"Jaga bicaramu, Mauve. Manusia hina sepertimu lancang sekali bicara tanpa kesopanan padaku. Cih, kau bahkan lebih buruk dari binatang."
Mauve menunduk. Ia ingin sekali mengusap pipinya sekarang juga. Rasanya sangat perih. Namun apa daya, kedua tangannya tengah dipegangi oleh penjaga di belakang.
Tuan Voi mencoba meredam kemarahannya. Tentu ia tidak boleh lepas kendali dan melakukan hal buruk lebih banyak pada Mauve. Salah-salah, ia bisa dipandang buruk oleh pengawal dan pelayan di sini.
"Bagaimana ritualnya, Penyihir Wit?"
Penyihir Wit yang sedang menatap langit gelap dari lubang raksasa di atas, menoleh perlahan. Wajahnya menyiratkan penyesalan yang begitu dalam. "Ritualnya berhasil, sudah selesai. Tapi, ada kekeliruan dalam mantranya."
"Astaga, orang ini!" Afina yang sedari tadi hanya menyimak percakapan mereka, kini akhirnya turun tangan. Dirinya sudah terlampau geram. Ditambah, sedari dulu ia memang punya dendam pribadi terhadap Mauve. "Berani sekali kau mengacaukan segalanya!"
Mauve menahan jeritannya ketika tangan ringan Afina menjambak rambutnya. Ia mencoba melepaskan kepalanya dari tarikan kuat itu, tapi yang ia lakukan hanyalah menambah sakit pada dirinya.
Penjaga yang memegangi tangan Mauve mengalihkan wajah, tidak mau melihat hal memilukan di hadapan dirinya. Bisa diakui ia tidak punya masalah pribadi terhadap Mauve, tapi percuma saja, ia tidak bisa melakukan apa pun untuk membantunya.
Di tengah Afina yang menggila, Flanna ikut bertindak. Ia bantu menengahi walaupun ia sendiri tidak keberatan Mauve dihabisi oleh Afina. Akan tetapi, ia tidak bisa membiarkan begitu saja. Ada harga diri yang harus mereka jaga.
"Sudah, pikirkan pandangan mereka terhadapmu, Bodoh," bisik Flanna geram.
Seolah membenarkan hal itu, Afina pun menyudahi dengan terpaksa. Lantas menoleh pada para pengawal dan pelayan yang langsung menunduk ketika ia menatapnya. Ah, sepertinya ia harus mencari pembelaan setelah semua ini selesai.
Suara gemuruh terdengar mengerikan. Tak lama setelahnya, rintik hujan pertama jatuh ke bumi, tepat membasahi ranjang Raja Carlton. Sebelum akhirnya rintik hujan selanjutnya datang bertubi-tubi.
Mereka tampak panik, tapi masih cukup bisa untuk mengendalikan diri. Sementara itu, Mauve membiarkan dirinya ikut kebasahan air hujan. Pandangannya menatap nanar ranjang Raja Carlton yang kosong sama sekali, seolah tidak pernah ada siapa pun di atasnya. Bibirnya menyunggingkan senyum miris.
"Atas nama dewa, kupastikan kalian akan terkutuk," gumam Mauve penuh amarah.
Seakan dewa mendengarnya, gemuruh mulai saling bersahutan mengerikan di atas sana. Kilatannya menerangi langit yang sangat kelabu. Penyihir Wit meneguk ludah. Sepertinya firasatnya benar kali ini, tapi ia masih tidak paham hal apa yang harus ia takutkan.
"Segera bereskan. Sepertinya tempat ini akan banjir," titah Tuan Voi pada yang lainnya.
Penyihir Wit hening sejenak, berpikir. Ketika ia sudah menemukan kesimpulan yang tepat atas apa yang tengah terjadi, ia tersenyum miris. Merasa menyesal, walau sudah terlambat. Seharusnya sedari awal, ia tidak ikut campur dalam masalah ini.
"Tidak semestinya aku melakukannya, aku telah menentang," gumamnya cemas. "Pantas saja semesta marah."
Bertepatan setelah itu, petir terkencang yang pernah terdengar berhasil menyambar daratan. Mauve tersentak dengan bulu kuduk yang meremang. Sepertinya bukan hanya dia saja yang terkejut dengan petir menyeramkan itu.
Dan entah bagaimana ceritanya, mulai tampak garis retakkan panjang di atas sana disertai suara derakkan. Seisi penghuni refleks menoleh ke atas, lantas pucat menghiasi wajah mereka. Jantung Mauve terasa seperti berhenti berdetak. Pikirannya langsung tertuju pada Iris, dan kemungkinan buruk yang akan menimpanya saat ini.
Dan sebelum mereka semua sempat berpikir lebih jauh, maupun kesempatan untuk bernapas sekali lagi saja, langit-langitnya rubuh, bersama suara berdebum mengerikan yang sanggup membuat penduduk sekitar melonjak kaget.
Di hari berbadai itu, semuanya usai dalam sekejap. Termasuk Kerajaan Carlton dan kisah Mauve sendiri.
***
Kejadian itu, mengukir sejarah kelam tentang Kerajaan Carlton. Terlepas dari tidak adanya saksi mata atas apa yang sebetulnya terjadi, mereka menganggap bahwa itu hanyalah bencana alam biasa.
Namun, banyak juga rumor yang beredar bahwa kerajaan telah terkutuk. Mereka menggunakan bukti dengan jasad Raja Carlton yang tak pernah ditemukan, dan bagaimana bisa petir besar di hari itu meluluhlantakkan seluruh bangunan kerajaan?
Ada satu cerita menarik yang terjadi ketika proses evakuasi korban yang tertimpa reruntuhan bawah tanah saat itu. Mereka menemukan bola kristal indah yang sayangnya sudah terpecah menjadi lima bagian. Masing-masing memiliki warnanya sendiri. Penduduk yang membantu proses evakuasi itu percaya bahwa itu adalah wadah sihir Raja Carlton, jadi mereka sempat berebutan bahkan sampai berkelahi untuk mempunyainya. Pun, ada yang menjualnya dengan harga tinggi di perlelangan untuk meraup keuntungan.
Lalu semuanya malah menjadi kacau kala kelima kristal itu menghilang. Mereka sudah menduga bahwa ada pencuri, bahkan sudah menetapkan tersangka untuk dihukum mati. Namun siapa yang menyangka bahwa kristalnya kembali ke tempat di mana mereka ditemukan?
Saat itulah, penduduk sadar. Bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Kristal-kristal itu sudah terikat dengan kerajaan. Tidak ada seorang pun yang bisa mengambilnya.
Setelah berunding, diputuskan bahwa mereka akan membangun tempat tersembunyi di dalam reruntuhan kerajaan untuk meletakkan kristal itu. Sebab, bisa saja kristal itu memang seharusnya diambil oleh orang-orang tertentu.
Sementara itu, keempat pangeran penerus kerajaan diadopsi sementara oleh para bangsawan lain. Hingga beberapa tahun kemudian mereka sudah cukup dewasa, mereka memutuskan untuk membuat kerajaan di wilayah terpisah, agar tidak ada perebutan kekuasaan lagi. Masyarakat juga sudah mendesak karena sudah cukup lama mereka hidup tanpa seorang pemimpin.
Sebelum tiba hari di mana mereka memutuskan untuk bermigrasi, Pangeran Adonis—putra dari Selir Haimi memiliki bakat khusus untuk melihat masa lalu. Pengetahuan akan kebenaran masa lalu yang ia ketahui itu membuatnya berinisiatif untuk membuat sebuah ruangan ajaib khusus dalam reruntuhan—yang tak jauh dari tempat kristal—untuk mengenang kebenaran itu. Sebab, ia bukan tipe orang yang pandai berbicara maupun menulis, namun memiliki keahlian mengukir yang bagus.
Harapannya, seseorang yang bisa mendapatkan kebenaran ini bisa bijak menggunakannya dan meluruskan kesalahpahaman yang (jika saja) masih terjadi di zaman itu.
Pada momen terakhir sebelum wilayah itu ditinggalkan, keempat pangeran memutuskan untuk menyembunyikan wilayah dari dunia. Dengan bantuan sihir alam, mereka dapat menumbuhkan hutan untuk menyamarkan jejak-jejak peradaban masa lalu. Bukan tanpa alasan. Mereka tahu pasti, suatu hari nanti akan ada Kekuatan Gelap yang ingin menguasai ini semua.
Setelah mereka berpisah dan menghidupi wilayah masing-masing, sejarah itu perlahan terlupakan bersama pergantian generasi baru. Hutan itu mulai dicap menyeramkan sejak banyaknya penjelajah yang tidak kembali, dan menjadi habitat baru bagi makhluk-makhluk aneh.
Sampai 1000 tahun kemudian, sejarah baru terukir. Ketika penerus keluarga Afina—gen dengan iris biru—berhasil menemukan sisa peradaban itu serta membawa pulang kristal milik mereka. Apalagi setelah mendengar kehebatan kekuatan di dalamnya, membuat semua orang iri dan ingin mempunyainya, termasuk Kegelapan.
satu jejak kamu, berarti banyak buatku ^^
mau kasih tau. tiga chapter terakhir ruang kisah diketik dengan penuh ketergesaan, alias ngebut. jadi, mohon maklumi kalau ada adegan yang bikin kalian mengerutkan dahi atau salah ketik yang menganggu.
feel free buat drop kritik dan saran kalian. jadi ketika aku akan revisi (suatu saat) nanti, aku tahu apa saja yang tertinggal dan perlu dibenahi. karena terkadang, pembaca lebih jeli dari penulisnya sendiri, wkwk. kuakui itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top