[WI] - Meet their future children

"What if they meet their future children?"

Samatoki – 25 y.o
Rain – 24 y.o
Satoshi & Satomi – 8 y.o
Rachel – 3 y.o

***

"Apa ini?" Rain memiringkan kepalanya saat melihat Samatoki.

Laki-laki itu tidak sendiri, melainkan ada tiga anak-anak bersamanya. Rain melipat kedua tangannya lalu menghela napas.

"Aku tidak tahu kau itu duda."

"BUKAN!" sanggah Samatoki.

"Oh, jadi mereka keluargamu?"

"Bukan," jawab Samatoki, "pagi ini saat aku hendak kemari, tiba-tiba mereka ada di depan rumahku. Saat kutanya asal mereka, jawaban yang kudapat adalah—"

"Rumah Papa dan Mama adalah rumah kami!" ucap salah satu dari anak-anak itu.

"Jadi date kali ini ditemani keponakanmu?" tanya Rain berjalan mendekati anak-anak tadi.

"Sudah kubilang mereka bukan keluargaku," sahut Samatoki.

"Bisa saja mereka ini keponakanmu, kan?" tanya Rain.

"Kenapa kau bersikeras sekali kalau mereka keluargaku?" tanya Samatoki kembali.

Rain memandang Samatoki, kemudian memandang tiga anak-anak tadi, yang juga membalas tatapannya.

Anak pertama, seorang laki-laki yang mungkin berumur delapan tahun, memiliki rambut putih seperti Samatoki. Namun irisnya berwarna biru-mengingatkan Rain akan langit. Anak kedua, penampilan fisiknya sama seperti yang pertama, jadi Rain mengambil keputusan kalau mereka anak kembar. Lalu anak ketiga, memiliki rambut pirang dengan iris merah.

Namun dari semua itu, ada satu yang menarik perhatian Rain.

Setelah cukup lama akhirnya Rain menatap Samatoki lalu tersenyum. Tangannya terangkat untuk menunjuk puncak kepalanya sendiri.

"Ahoge."

"Kau tidak bisa bilang mereka keluargaku hanya karena kami punya ahoge, kuso onna," sambar Samatoki tak terima.

"Mulutmu," tegur Rain, "kau sedang ada di depan anak-anak."

Samatoki mendengus membalas ucapan Rain, namun sang perempuan hanya memutar matanya dengan bosan, kemudian berjongkok di depan anak-anak yang bersembunyi di belakang kaki Samatoki.

"Halo," sapa Rain tersenyum kecil, "nama kalian siapa?"

"Um," ketiga anak-anak itu menatap Samatoki dengan ragu.

Seolah sadar tatapan mereka, Samatoki menoleh lalu mengangguk kecil.

"Namaku Satoshi," gumam anak pertama.

"A-aku Satomi," sahut anak kedua lalu menoleh ke anak ketiga yang sedang berpegangan tangan dengannya, "lalu adik kami, namanya Rachel."

"Hee," senyum Rain melebar, "namaku Rain, jika kalian kesulitan memanggil namaku, kalian bisa memanggilku—"

"Mama!"

Ucapan Rain terpotong oleh anak-anak tadi, yang langsung memeluknya. Rain berkedip beberapa kali, kemudian menoleh ke arah Samatoki. Wajah Rain dipenuhi oleh tanda tanya. Samatoki yang melihat itu langsung mendengus geli.

"Mereka juga begitu saat aku menyebut namaku," jelas Samatoki.

Ekspresi syok terlukis di wajah Rain.

"Dipanggil Mama!?" kaget Rain.

"Bukan, sialan!"

"Hei jaga mulutmu!" sambar Rain melempar tas yang dia pegang-yang ditangkap sempurna oleh Samatoki, tentunya.

Rain menghela napas kecil, lalu membalas pelukan anak-anak itu. Setelah cukup lama akhirnya mereka melepas pelukan mereka. Lalu Rain menyadari bahwa Rachel tidak melepaskan pelukannya, dan akhirnya Rain memutuskan untuk menggendong Rachel.

"Apa kami mirip orang tua kalian?" tanya Rain pada si kembar.

"Sangat mirip!" jawab Satomi penuh semangat, "karena kalian Papa dan Mama!"

Rain hanya tersenyum lalu mengelus kepala Satomi.

"Apa kalian tahu nama orang tua kalian?" tanya Rain.

"Aku hanya ingat nama Papa itu Samatoki, dan nama Mama itu Rain," gumam Satomi.

"Tapi itu nama kita," sahut Rain, "oh apa nama kita pasaran?"

"Kurasa bukan itu masalahnya, onna," sahut Samatoki, "tapi kalau dipikir-pikir, sebenarnya mereka ada mirip denganmu juga."

"Hah?" Rain menoleh ke arah Samatoki, "dari mana?"

"Lihat mata si kembar, mereka punya warna yang sama dengan matamu," jawab Samatoki, "dan si adik punya warna rambut yang sama denganmu."

Rain memandang lama Samatoki, sebelum akhirnya pipinya merona hebat.

"Dari caramu menyampaikannya, kau seolah mengatakan bahwa mereka adalah anak kita," gumam Rain membuang pandangannya.

"Aku tidak bilang begitu!" balas Samatoki langsung.

"Kan kubilang 'seolah', sialan!"

"Hei, mulutmu!" tegur Samatoki.

"Ah-tapi Toshi-nii ingat!" ucap Satomi menarik perhatian mereka, "Toshi-nii pernah menyebut nama lengkap Mama! Begitu juga dengan nama Papa!"

"Benarkah?" tanya Rain lalu menoleh ke arah Satoshi, "Satoshi, apa kau bisa menyebutkan nama lengkap ibu dan ayah kalian?"

Satoshi yang sedari tadi hanya memerhatikan, mengangguk menyanggupi permintaan Rain, lalu terdiam sejenak.

"Nama lengkap Papa, Aohitsugi Samatoki," ucap Satoshi, "lalu nama lengkap Mama, Rain Victoria Eastaugffe–Aohitsugi."

Rain berkedip beberapa kali, lalu wajahnya kembali merah.

"Eh, apa-apaan ini!?" pekik Rain langsung berdiri—menyadari Rachel tertidur di tangannya.

"Kenapa namaku ada menempel di namamu, onna!?"

"Mana aku tahu!" balas Rain, "kenapa mereka bisa tahu nama lengkapku!? Apa kau memberitahu mereka!?"

"Tentu saja tidak, bodoh! Aku saja hanya menyebut namaku saat berkenalan dengan mereka, dan mereka bisa tahu nama lengkapku."

"Lalu bagaimana kau bisa menjelaskan ini!?"

"Mana aku tahu!?"

.

.

.

Samatoki dan Rain mengatur napas mereka yang tidak beraturan karena pembicaraan (re: teriakan) mereka satu sama lain. Rain menarik napas singkat, kemudian memperbaiki posisi Rachel di tangannya.

"Baiklah, bagaimana kalau kita kembali ke rumahmu dulu dan memikirkan ini dengan kepala dingin?" tanya Rain, "mereka mungkin panik karena terpisah dari orang tua mereka, oleh karena itu mereka memanggil kita orang tua mereka."

"Lalu bagaimana dengan nama lengkap kita?"

"Sadar dirilah, Samatoki," sahut Rain, "kau itu terkenal di Jepang, tentu mereka pernah mendengar namamu sebelumnya, begitu juga denganku yang adalah seorang model—mereka mungkin pernah melihatku di salah satu majalah orang tua mereka."

Rain terdiam sejenak, sebelum akhirnya menghela napas.

"—aku harap begitu sih kebenarannya," sambung Rain, "tapi sekarang ayo kembali ke rumahmu, Rachel tertidur dan kita tidak mungkin date dengan kondisi seperti ini, kan?"

Samatoki hanya mengangguk sambil mendengus singkat.

"Baiklah."

.

.

.

"Oi, kuso onna."

Rain perlahan membuka matanya, kemudian mengusap matanya dengan pelan.

"Mulutmu, Samatoki. Ada anak-anak di sini."

"Hah, apa yang kau bicarakan?"

Mendengar pertanyaan Samatoki spontan membuat Rain tersadar seutuhnya.

"Eh?"

Rain melihat ke sekitarnya, menyadari hanya ada dirinya dan Samatoki di ruang TV rumah Samatoki. Rain mengerutkan alisnya, mencoba mengingat-ingat.

'Aku yakin begitu kami sampai di rumah Samatoki, Rachel terbangun dan mereka bertiga mengajak kami menonton TV bersama,' pikir Rain, 'jadi aku tertidur—lalu di mana mereka?'

"Apa lagi yang kau tunggu, ayo pergi—hari ini date, kan?"

"Tapi ...."

"Apa lagi?"

Rain menatap lama Samatoki.

"Nama lengkap Papa, Aohitsugi Samatoki, lalu nama lengkap Mama, Rain Victoria Eastaugffe–Aohitsugi."

Pipi Rain memerah dan dia membuang pandangannya.

"Ah, bukan apa-apa, aku pinjam kamar mandimu sebentar," jawab Rain membawa tasnya ke kamar mandi untuk retouch make up yang dia pakai hari ini.

'Mimpi yang aneh,' pikir Rain menyentuh pipinya—merasakan sensasi panas.

Sementara Samatoki yang melihat Rain meninggalkan ruang TV hanya terdiam, sebelum akhirnya menghela napas dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Mulutmu, Samatoki. Ada anak-anak di sini."

'Apa yang kau maksud dengan anak-anak?' pikir Samatoki.

"Sial, ucapannya membuatku teringat dengan mimpi aneh itu lagi."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top