[OS] - Kecelakaan

Pintu salah satu ruang inap VVIP rumah sakit terbuka dengan tiba-tiba, menampilkan Samatoki dengan ekspresi khawatir terlukis di wajahnya.

"Di mana wanita sialan itu!?"

Dokter dan dua suster yang ada di ruangan itu langsung tersentak kaget saat melihat Samatoki memberikan tatapan tajam pada mereka.

"Berhenti memanggilku sialan, laki-laki kurang ajar. Aku ada di sini, dan jangan takuti petugas kesehatan."

Samatoki menoleh ke sumber suara, dan melihat Rain sedang mengerutkan alis tak senang. Perhatian Samatoki kemudian tertuju pada kaki kiri Rain yang terbalut perban tebal.

"Jadi ...?"

"Patah," jawab Rain dengan santai, "dan perlu tiga bulan untuk sembuh total."

Samatoki berjalan mendekati kasur Rain, lalu duduk di kursi yang ada di sebelah kasur itu. Menyadari mereka perlu privasi, tiga petugas kesehatan itu langsung bergegas keluar.

"Apa hanya kakimu yang terluka?"

"Hm, tulang rusukku patah tiga," jawab Rain mengangkat pakaian pasiennya—terlihat perban yang mengelilingi perut bagian tulang rusuknya, "aku sempat kekurangan darah, jadi perlu transfusi dua kantong."

Samatoki menghela napas, lalu menatap heran Rain.

"Bagaimana ini bisa terjadi? Kau tidak tahu aku hampir melempar ponselku saat mendapat panggilan darurat dari rumah sakit tentangmu."

"Eh, lalu apa yang terjadi? Apa ponselmu rusak?" tanya Rain antusias.

"KENAPA KAU MALAH FOKUS KE SANA, KUSO ONNA!?"

"SALAH YA!?"

"TENTU SAJA SALAH, BODOH!"

Rain melipat kedua tangannya, menatap geram Samatoki.

"Tadi aku sedang dalam perjalanan pulang—"

"Jam sebelas malam!? Kau itu rabun senja, sialan! Apa kau lupa!?"

"DENGARKAN AKU DULU, BRENGSEK!!"

Rain menghela napas kasar, lalu kembali menatap Samatoki yang menatap kesal dirinya.

"Jadi aku itu membawa mobil dengan kecepatan yang lambat," ucap Rain kembali menjelaskan, "aku tahu kau menyuruhku menginap di hotel terdekat jika pulang di atas jam tujuh, tapi tadi itu aku mendapat libur dua minggu dari manajerku, jadi aku berencana langsung pulang saja."

"Dan sekarang liburmu jadi tiga bulan, heh."

Rain menatap kesal Samatoki yang tersenyum mengejek, tapi kemudian tersenyum penuh simpati pada sang laki-laki—mendengus meremehkan.

"Begitu juga dengan jatah kasurmu, heh."

"Hah—"

"LALU!" potong Rain tersenyum lebar, "dari arah berlawanan, datang sebuah truk dan BAM! Beginilah keadaanku sekarang."

Samatoki menggelengkan kepalanya, namun rasa marah perlahan memenuhi dirinya.

"Lalu, mana sopir truk sialan itu?"

"Hm, dia baik-baik saja—"

"Aku tanya di mana dia, Rain," potong Samatoki, "karena dia baik-baik saja, aku yakin adil rasanya jika dia merasakan apa yang kau rasakan sekarang."

"Hei-hei-hei, jangan membuat dirimu masuk penjara lagi," protes Rain, "masalah itu sudah diurus Jyuto-san, karena ternyata sopir itu menyetir dalam keadaan mabuk."

"Dan itu justru menambah alasanku untuk membantainya," komentar Samatoki berdiri dari kursinya, "kau bilang dia diurus Jyuto, kan? Berarti dia sedang berada di kantor polisi."

Rain melipat kedua tangannya lalu mengembungkan pipinya.

"Dan meninggalkanku sendiri?"

Samatoki menoleh ke arah Rain, lalu ikut mendengus geli.

"Kesambet apa kau sampai merasa kesepian?"

"Kesambet truk-kun," jawab Rain tersenyum enteng.

Samatoki memasang wajah jijik, sebelum akhirnya kembali duduk di kursinya.

"Apa efek samping biusmu belum hilang?"

"Sudah," jawab Rain perlahan bersandar ke kasurnya yang setengah tegak, "aku hanya ingin kau tenang dulu—Jyuto-san pasti akan memberi hukuman yang lebih berat dari seharusnya pada sopir itu, karena aku lihat dia begitu kesal saat hendak pergi tadi."

"Penjara saja tidak cukup untuknya," ucap Samatoki, "tidak karena orang yang dia lukai adalah wanitaku."

Rain hanya memutar matanya, namun senyum kecil terukir di wajahnya.

"Mengingatkanku saat dulu," gumam Rain menatap kaki kirinya, "tapi saat itu kaki kananku yang patah."

"Dulu itu tidak separah sekarang," sahut Samatoki.

"Tapi menurutku lebih parah dulu, mengingat aku dulu takut laki-laki."

"Dan kau masih takut laki-laki sampai sekarang."

"Oh, diam kau," sahut Rain mengembungkan kedua pipinya—yang dibalas seringai penuh kemenangan dari Samatoki.

"Oke, kalau dipikir-pikir, karena sopir itu sekarang aku tidak punya jatah," ucap Samatoki berdiri dari kursinya, "aku akan membantai si sialan itu sekarang."

"Hei, baru saja kuminta untuk menemaniku," protes Rain memegang ujung baju Samatoki.

"Ada apa denganmu yang tiba-tiba ingin ditemani?" heran Samatoki.

Iris biru Rain melebar, lalu dia membuang pandangannya dengan cuek.

"Habisnya Mina-nee dan Kak Zia belum datang," gumam Rain mengembungkan kedua pipinya, "Mina-nee masih dalam perjalanan dari Osaka, Rio-san dan Kak Zia perlu waktu setengah jam untuk sampai."

Samatoki tak mengatakan apa-apa, namun laki-laki itu mendekati Rain dan tangannya terangkat untuk memegang dagu Rain, mengangkat wajah sang perempuan. Iris merahnya bertemu dengan iris biru Rain yang memandangnya dengan heran.

"Kau minta ditemani, kan?" tanya Samatoki, "kau berani tanggung jawab dengan apa yang barusan kau ucapkan?"

Perlu waktu bagi Rain untuk mengerti, dan begitu dia mengerti—spontan wajahnya memerah dan tangannya terangkat untuk memukul Samatoki, yang ditahan pasangannya itu dengan memegang pergelangan tangannya.

"Fuck you."

"Is that a invitation?"

"What the freaking hell—" Rain menepis kedua tangan Samatoki lalu mendorong sang laki-laki, "—apa-apaan dengan dirimu! Ya sudah, pergi bantai sopir itu!"

Samatoki hanya tertawa sebelum akhirnya tangannya terangkat untuk mengelus kepala Rain, mengacak rambut pirangnya.

"Setelah membantainya, aku akan kembali."

"Tidak, jangan kembali."

"Heh, mulai deh kelakuan."

"Diam."

Samatoki hanya mendengus, lalu berjalan hendak meninggalkan ruang inap.

"Samatoki."

Tangannya yang hendak memegang knop pintu terhenti, dan laki-laki albino itu menatap ke arah Rain dengan heran.

"Seharusnya aku tidak mengatakan ini," Rain tersenyum penuh kekesalan, "tolong buat sopir sialan itu babak belur, sebagai ucapan terima kasihku karena memperpanjang liburku."

Samatoki mendengus, lalu menyeringai sambil tangannya membuka pintu ruangan.

"As you wish, Milady."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top