BAG 5 : SECRET ADMIRER

Laut 🌊biru samudera pasai.
Aisha-Tara hadir, jangan lupa vote dan komentar, ya, Say .... 🤗😁

Nih 🌹🌹🌹🌹🌹 buat kalian dari series ini.
🌹SECRET ADMIRER🌹


Selesai melakukan pengobatan untuk Aisha, Tara membawanya ke bangsal inap. Kursi roda sudah diletakkan di samping ranjang. Tara mempersilakan dengan tangan agar Aisha duduk di sana.

Melirik enggan, Aisha pun berusaha berpindah tempat ke sana dan seketika terhuyung hingga berpegangan di tepi ranjang.

"Ee!" pekik Tara refleks. Jika saja tidak menahan diri pasti ia sudah menangkap gadis itu. Pekikannya tadi mendapat pelototan mata pasiennya. Cepat-cepat Tara menggeleng, membantah isi pikiran Aisha yang bisa ia duga dari tajamnya gadis itu memelotot.

"Ha-ti-ha-ti," katanya lagi salah tingkah. "Naaah. Ayo."

Sambil mengulum senyum, ia mendorong kursi roda bermuatan Aisha menuju bangsal inap. Beberapa pasang netra prajurit di sana menatap mereka mesam mesem pula. Kali ini sisi nyentrik pria beralis hitam legam itu menguak. Cuek bebek, dengan bahagia ia membawa Aisha ke bangsal inap KBRS.

"Istirahat aja dulu di sini, ya. Minum obat ini. Dan ini salap supaya luka jahitnya cepat kering. Semoga lekas sembuh. Jadi, kamu bisa segera beraktifitas lagi. Okay!"

Kalimat Tara dijawab dengan anggukan Aisha. Setelah itu, Tara pamit keluar meninggalkannya dan sempat berpapasan dengan Niel-camera man, rekan kerja Aisha-yang datang tergesa. "Aisha, are you okay?" tanyanya tersengal dengan nada gemulai.

"Ya ... begini. Udah dapat pengobatan kok. Udah kelar ponsel-nya? Eh, kok tau gue udah di sini?" tanya Aisha tenang.

"Ini," kata Niel seraya menghanturkan ponsel milik Aisha. "Gue baru tau lo dibawa ke sini dari Pak Kepala Desa. Sampai IGD katanya lo udah dibawa ke sini," katanya lagi.

Niel tadi sedang menyambung perbincangan dengan Teuku Utama setelah sebelumnya Teuku bicara kepada Aisha lewat ponsel-nya. Sementara Niel berbincang dengan Bos mereka di Duta Medium (Media Utama) Aisha berbincang dengan seorang petinggi desa Mamuju setelah sesi liputan mereka. Saat itulah gempa susulan terjadi.

"Iya. Lebih baik di sini daripada di tenda ruang terbuka," jawab Aisha sekenanya. "Meski tak sesuai yang diharapkan," sambungnya dalam hati.

"Jadi, Sha. Gimana luka lo? Parah nggak?"

"... dijahit sih," ucap Aisha meringis kecil.

"O Em Ji. Parah dong itu! Wiiih!" pekik Niel yang meringis hiperbolis. Aisha yang di sampingnya tersenyum menahan geli. Sungguh kontras sekali ekspresi itu di wajah Niel yang sejatinya lelaki.

"Lo nggak kenapa-kenapa 'kan?" tanya Aisha mengalihkan pembicaraan. Niel menggeleng manyun.

"Gue aman. Lo yang bikin jantungan. Kata mereka sampai kendelep dalam tanah longsoran, ya? Ya Tuhan. Untung nggak sampe semua badan!"

Mendengar itu lewat mata Aisha berdecak. "Lo Indonesia banget, ya! Nggak pernah rugi!" sambar Aisha sarkastik diikuti kekehan kecil Niel.

"Sha. Kalau gini lu harus istirahat dulu sampai pulih baru kita bisa kembali. Biar gue lapor Bos dulu, ya," ujar Niel lantas berlalu.

Saat tirai tersingkap Niel yang keluar, tanpa sengaja mata Aisha menangkap sesosok berpakaian loreng dengan tanda Red Cross di lengan kiri lewat tepat di depan matanya.

"Itu ...? Tim medis wa-ni-ta?"

Mata biru Aisha seketika melebar dan sepersekian detik memicing saking kesalnya.

"Dasar Dokter modus! Grrr! Awas kamuu! Geramnya! Ra-sa-nya pe-ngen tak HIIIH!" gerutunya kasar hingga giginya bergemeletuk dan tangan meremat geram.

Tak lama Niel kembali. "Sha, gue udah lapor Bos. Dia bilang, take rest dulu sampai lo pulih dan bisa kembali. Okay!"

"Ck, mmpp ... pengen tak HIIH!" pekik Aisha merutuk geram masih dengan meremat kepalan tangan sambil mencak-mencak sebal seakan tuli dengan kalimat Niel. Lelaki berambut sebahu dengan tinggi 180 cm yang baru datang itu terkesiap melihat ekspresi gadis mandiri itu.

"Lo ... disuruh istirahat kok emosi sih! Aneh!"

Aisha menghela napas lelah melihat respons Niel yang memang tak tahu sebab musabab amukannya. "Bukan lo, Niel. Gue bukan kesel sama lo."

"Terus?"

"Dokter tentara yang ngobatin gue tadi tuh! Pengen tak HIIH!" kata Aisha lagi meremat tangan dengan wajah berkerut hingga Niel melebarkan mata heran.

"Lo diapain? Bilang Gue!" seru Niel pula seraya menggulung lengan kemejanya berubah gestur khas pria.

Aisha mengatur napas. "Udah, deh. Telat! Nanti, akan gue cari sesi untuk membalas dia! Awas saja!" pekik Aisha lagi menumbuk telapak tangan dengan kepalan tangan bersama mata memicing dan gigi bergemeletuk. Niel membelalak mata ngeri melihat ekspresi itu seakan ada sirene bahaya sedang mengaung di atas kepala Aisha bersama hidung yang kembang kempis mengeluarkan asap.

"Liputan kita selanjutnya gimana?" tanya Aisha setelah emosinya mulai reda.

"Data yang sudah kita dapat tadi cukup membantu. Nanti aku kirim lewat email ke DuMed biar diedit dan tayang."

"Tapi ... liputan selanjutnya mengenai perkembangan di sini ...."

"Udah, jangan dipikirin, mau gimana lagi. Bos bilang nanti dia call lagi. Lo pokoknya pulih dulu."

Aisha mengangguk-angguk pelan.

"Ck! Lo sih! Pakai nerima aja disuruh Bos turun ke sini. Minta gue yang on cam pula! Terdampar lah kita di sini!" gerutu Niel gemas dengan gerakan tubuh kemayu.

"Sekali-kali, lo meski on cam di lapangan, Niel. Seru tau! Jangan dalam ruangan mulu. Beku entar darah lo!" kata Aisha lagi terbahak yang dibalas dengkusan Niel.

"Lagian, Lo 'kan Tuan Untung. Nggak pernah rugi bawa lo." Kata Aisha lagi jenaka.

"Embeeeer! Teori dari mana itu? Buktinya lo aja celaka begini!"

"Bukan lo 'kan yang celaka? Itu buktinya lo Tuan Untung!" kata Aisha lagi menepuk pundak Niel tertawa jenaka.

Setelah beberapa saat, Niel pamit pada Aisha untuk mengambil barang-barang mereka di pengungsian. Sebelum waktu magrib menjelang ia sudah kembali bersamaan dengan petugas pengantar makanan. Usai salat dengan tayamum, Aisha mengisi perutnya yang sudah keroncongan. Sementara Niel pergi ke musala KBRS. Usai makan, otak Aisha pun serasa lebih rileks sekarang.

Masih menyimpan kesal pada dokter tentara yang mengobatinya tadi. Tiba-tiba ia mengingat salah seorang teman chat-nya di "Madam Rose". Belakangan ini mereka cukup akrab. Meski Aisha bukan dengan tujuan untuk mencari jodoh di sana, entah mengapa dengan lawan bicaranya kali ini Aisha merasa punya chemistry. Untuk mengisi kebosanan dan menghilangkan kekesalan, segera ia mengetik sesuatu dalam chat room mereka. Lantas menekan tanda 'kirim' dengan segera.

***

Di dapur umum barak KBRS. Bersama Hendru, Cito, dan Rendra, Tara berkutat dengan makan malamnya. Tiba-tiba suara notifikasi masuk ke ponsel pintarnya. Icon taburan bunga rose terlihat menyelip di sana. Ia memang memasang aplikasi ini atas desakan dari para gerombolan Kopaska di kapal tempur saat bertugas di perbatasan Laut Natuna Utara bulan lalu. Konyolnya, atas nama jiwa korsa Pasukan Katak itu serempak men-download aplikasi dan girang hati mendaftarkan diri. Ya, jauh dari keluarga, jarang bertemu dengan manusia di daratan, tak ayal juga menarik sepi para tentara.

Ada yang memampangkan nama asli. Banyak juga yang memajang indentitas tersembunyi. Tara sendiri, menaruh foto dirinya membelakangi kamera sedang menatap jauh ke laut. Ia sendiri tak yakin akan menemukan calon istri dari sana. Belajar dari bagaimana awal mula mereka menggunakan aplikasi itu, ia tak bisa percaya begitu saja semua yang macth dengannya. Hanya mengisi sepi ketika bertugas tepatnya. Itu alasannya.

Namun, ada satu akun yang sampai saat ini masih sering saling berkirim pesan dan sharing dengannya. Entah bagaimana, Tara merasa nyaman seakan bertemu chemistry tersendiri.

----

Madam Rose 🌹: 1 Massage from Sky B

Sky B

Sea. Racun, racun apa yang manis?

----

"Pertanyaan ambigu." Alis Tara mengernyit bersama senyum miring ketika membaca pesan dari teman yang sudah ia tandai dengan nama 'Secret Admirer' itu. Diletakkannya sendok setelah menyuap nasi ke mulut, lalu membalas pesan itu.

----

Sea

Why?

Sky B

Answer only. Lagi buntu inspirasi.

Sea

Kopi Jessica maybe. Haha

Sky B

Kopi Sianida your mean?

Sea

:D Pew 🔫!

Tara terkekeh kecil. 'Sky' and 'Sea'. Ketidak sengajaan nama akun yang mereka buat. Namun nama itu malah menjadi alasan untuk mereka setuju memilih macth ketika saling menemukan. Lucunya lewat perbincangan yang hangat mereka malah sepakat bahwa itu adalah sama-sama singkatan dari 'Secret Admirer'. Sebab 'saling nyambungnya' hingga mengundang kekaguman saat sharing dalam chat room pribadi mereka. Namun hanya sebatas itu saja.

Sky & Sea = "Secret Admirer".

***

Setelah jam makan malam. Tak sabar Tara melangkah menuju bangsal inap untuk menjenguk 'pasien khususnya'. Saat sampai di bangsal inap Aisha, ia menghentikan langkah dan melihat ada Miko-perawat jaga bangsal inap shif malam-sedang berdiri dekat pasien memeriksa tekanan darah dan infus. Di ranjang berbeda yang berbatas tirai hijau ada Aisha sedang focus pada ponsel hingga tak menyadari keberadaan Tara yang sudah berdiri menatapnya di depan tirai. Tiba-tiba earphone di sampingnya terjatuh saat Aisha menarik selimut.

Gadis itu merunduk susah payah berusaha meraih earphone-nya di lantai, tapi kakiknya yang masih sakit membuatnya tak leluasa bergerak. Ia pun menurunkan kaki hingga menjuntai dan kembali berusaha meraih benda itu lagi. Melihat itu, Tara mendekat dan meraih earphone itu lebih dulu, namun kepalanya malah berbenturan dengan kepala Aisha yang seketika mengaduh.

"Aw!" Aisha terkesiap ketika menyadari adegan tak terprediksi itu.

Kedua insan berbeda jenis kelamin itu meringis.

"Anda?!" pekik Aisha kesal seraya menyambut earphone yang diberikan Tara.

"E-ehem!"

Mata Aisha bergerak malas mendengkus tak suka. "Ngapain ke sini? Mau modusin lagi?" celetuknya sengit.

Tara mengernyit. "Modusin? Saya cuma mau visite."

"Visite? Jam segini?" kata Aisha membesarkan bola mata tak percaya diikuti anggukan sengklek Tara.

"Visite pribadi," jawabnya geli dalam hati. "Kamu udah makan? Obatnya jangan lupa diminum. Biar malam bisa tidur."

"Udah tadi! Perawat yang ke sini tadi juga udah ingetin!"

"Oooh. Good kalau gitu."

"Anda bohong 'kan tadi?"

"Apanya?"

"Nakes wanita! Aku tadi lihat ada dokter wanita yang ke IGD. Siapa tadi yang bilang nggak ada nakes wanita padahal ada? Dasar modus!" kata Aisha menghunus.

Tara mengulum senyum. "Saya nggak bohong kok."

"Bohong! Aku lihat sendiri!"

"Tadi saya bilang apa?"

"Nggak ada nakes wanita!"

"Itu tadi kita lagi di mana?"

"Ck! Ya IGD lah! Pake nanya!"

"Nah, itu. Memang tadi itu lagi nggak ada nakes wanita yang stay di IGD, Nyonya. Terus saya dibilang bohong gitu?"

Semakin kesal Aisha mendengkus jengkel hingga bola matanya melebar, tapi hal itu malah semakin membuat hati Tara bergumam senang. Pria ini! Ternyata sedang mengecoh perbincangan. Menatap geram, Aisha mengatup gigi hingga bergemeletuk.

"Om itu bisa saya tuntut menyalah gunakan profesi! Mau? Maksudnya apa coba, sengaja cuma Om yang harus ngobatin aku! Akutuh kesel banget, ya, semenjak tau dan lihat dengan mata kepalaku sendiri memang ada nakes wanita di sini!" Aisha terus mengomel bagai kereta api exfress sementara lawan bicaranya malah melangkah tenang mencegah Miko dan meminjam alat tensimeter dari tangannya.

Tara kembali ke samping ranjang Aisha yang masih terus mengomel.

"Okay, Nona. Mari kita cek tekanan darah dulu, ya." Ia meraih lengan kanan Aisha yang mengakibatkan gadis itu semakin berang.

"A-apaan lagi ini?!" Aisha menarik kembali lengannya, namun tangan Tara menahan.

"Sst, sst ...!" kata Tara menyuruh Aisha diam. "Saya rasa ada masalah dengan tekanan darah kamu sampai ocehannya tak bisa berhenti."

Mendengar itu Aisha memelotot geram. "Ka-"

"Jangan bergerak ... nanti hasilnya nggak akurat!" katanya lagi sambil meletakkan eirpieces stetoskop ke telinga.

"Aw-"

"Ssst!" desis Tara lagi mencegah Aisha bergerak. Lalu tanpa sengaja netra mereka bertemu tatap untuk beberapa saat yang seketika membuat darah Tara berdesir. Lalu cepat-cepat menundukkan mata melanjutkan aktifitas memasang manset.

"Nah, tuh! Tinggi 'kan?" ujarnya bersandiwara padahal belum berhasil mengecek tekanan darah 'pasien khususnya'. "Jangan marah-marah terus, Nona. Nanti ...."

"Cantikmu ilang? Basi!" celetuk Aisha dalam hati.

"Darah tinggi! Kalau kata Wulan-nya Ricko bisa cepat lowbet. Cepat tua hlo!" kata Tara lagi.

Aisha mendengkus, ternyata ia salah prediksi.

"Sshhh! Om tuh yang bikin aku darah tinggi!" pekik Aisha memelotot. "Ini kepala isinya apaan sih?" katanya lagi seraya menarik stetoskop di leher Tara. "Nih, nih. Coba periksa isinya, miring apa nggak!" gerutunya sarkastik seraya meletakkan diaphragm stetoskop ke dahi pria tegap berisi itu.

Tara mengulum senyum menghindar tapi tangan Aisha berhasil mendaratkan diaphragm ke dahinya. Lagi, mata mereka beradu, sepersekian detik terpaku, lalu kemudian keduanya berubah kaku.

"Ehem! Ehem!" Suara deheman terdengar dari balik tirai meledek mereka.

Miko, ia menyaksikan semua kegaduhan di sana sejak tadi. Untung hanya ada satu pasien lain di sana, dan Tara tahu benar itu.

"Okay. Nanti saya kasi kamu obat penurun tekanan darah, ya."

"Nggak perlu! Ak-"

"Selamat malam," potong Tara lantas berlalu dengan raut wajah tenang yang bagi Aisha begitu menyebalkan.

"Ck! Kamuuuu ... HIIIIH!" rutuk Aisha geram bersamaan tubuh Tara yang menghilang di balik tirai.

Beberapa detik setelah kepergian Tara, Rendra datang membawa cup minuman di tangan.

"Permisi, Nona. Ini ...."

"Apa lagi?" kata Aisha lelah.

"Uuu, jangan marah-marah dulu, Nona. Ini, ya. Diminum." Rendra meletakkan cup itu di atas nakas sambil tersenyum ramah. Tara yang memintanya mengantar benda itu untuk Aisha. Tentu saja.

"Itu obat?"

"Iya. Kata Dokter Tara bagus buat meredakan marah. He he."

Mata Aisha memipih sinis menatap Rendra.

"Jangan salah sangka dengan Dokter Tara, Nona. Dia baik kok. Heran, kenapa Nona malah seperti membencinya? Padahal banyak wanita yang tergila-gila lho sama dia. Apalagi kemarin jadi artis dadakan. Begh! Oh, Nona Aisha pasti tau 'kan beritanya? Wuh! Kapten kami itu keren banget di situ!" pekik Rendra berbinar, semangat empat lima memuji atasannya. Aisha mencibir samar, lagi-lagi Dokter Tentara itu dielu-elukan.

"Apa udah cukup?" sambar Aisha ketus dengan gigi rapat hingga Rendra nyengir kuda.

"Ooh, Nona. Jangan khawatir. Anda juga punya penggemar 'kan? Anda wanita panutan," kata Rendra cengengesan seraya menepuk tangan.

"Oh, ya? Seriously?" gumam Aisha khusus untuk kata panutan. Ia ingin protes tapi sungguh saat ini ia merasa tak beres.

"Ng ... Nona Aisha, tau nggak?"

"Enggak!" jawab Aisha dungu.

"Ho ... kakek sayaaa! Kakek saya penggemar berat Nona Aisha. Seriuus! Beliau akan nonton berita saat Nona yang jadi reporternya. Beeeeegh! Sering banget kakek mengelu-elukan Nona Aisha!" kata Rendra lagi dengan mata berbinar.

Detik itu juga, seketika wajah Aisha semakin tergugu dungu menertawakan dirinya. Jika Tara dikagumi wanita, ia malah dikagumi kakek-kakek lansia. Semoga itu bukanlah kutukan nasib! Pekik Aisha dalam hati.

"Oh. Oh. Okay. Okay. Saya pamit. He he." Rendra yang paham melihat ekspresi tak nyaman Aisha mulai melangkah keluar. Namun belum lagi sosok itu menghilang ia malah sudah melangkah kembali dan berkata, "Nona, nanti ... kalau Anda sudah pulih, boleh nggak, kita VC-an dengan kakek saya?"

Kalimat itu semakin membuat Aisha terpaku dungu seakan kehilangan kewarasannya.

"Oh. Nanti aja. Nanti aja kooook!" Rendra kembali nyengir kuda mengambangkan tangan di depan dada. Ia pun pergi meninggalkan Aisha segera. Seperginya Rendra, Aisha menatap cup di atas nakas. Sedikit mendongak, ia melihat isi cup dan meraihnya. Melihat warna pekat dalam cup dahinya mengernyit. Perlahan hidung pun mendekat ke bibir cup menghidu aromanya. Penasaran, ia mencecap sedikit.

"Hot chocolate?" tanyanya sendiri. Tak habis pikir, ia menggeleng pelan mengingat tingkah Dokter menyebalkan itu. Perlahan, tanpa sadar bibirnya menarik senyum kecil kembali meneguk cokelat panasnya. "Hhm, luuu-mayan."

🌹🌹🌹

Oh, Aisha, gimana rasanya punya penggemar kakek lansia? 😜🤭

"Tak masalah. Yang masalah bin geram itu dimodusin dokter tentara pria."

"Pengen tak HIIHH!"


🤣🤣🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top