BAG 25 : AISHITERU, SARANGHAE!
Surprise 🎉🎉🎉
Love ❤❤Love❤ beeuud 👍buat kalian yang sudah ninggalin votmen di part-part sebelumnya. Aku nggak nyangka yang di part 24 terpenuhi secepat ini. 😆😍
Kirain kagak 😆 makanya berani. Wkwkwkwk.
Sesuai janji langsung aku tepati. Anggap aja ini hadiah untuk apresiasi kalian.
Danke 😘😘😘
Selamat membaca. Jangan dibully pas sampai di ujung part ini, ya. 😬✌
°°°
🚢🚢🚢
"Kamu apa kabar?" tanya Tara senang.
"Seperti yang kamu liat," jawab Aisha sambil melirik penuh tanya pria di sampingnya. Hidungnya terus mengendus sejak naik ke mobil tadi. Harum mobil ini jelas ia kenali.
"Kenapa?" Tara terkekeh. "Kenal sama harumnya?" kata Tara lagi langsung mengerti.
"Jadi parfum aku dijadiin pewangi mobil Anda?!" ujar Aisha tak terima yang dijawab seringai jenaka sang empunya mobil.
"Nggak!" bantah Tara. "Nggak salah lagi. Bukan cuma di mobil. Tapi di saya juga. Nih, di kemeja dan jaket."
Wajah sengklek Aisha tertarik detik itu juga. Tidak mungkin 'kan, Dokter Absurd ini tidak punya uang untuk membeli parfum atau pengharum mobil sendiri?
Ekspresi itu sempat tertangkap mata Tara ketika ia melirik sejenak dan tergelak.
"Obat rindu. Saya bawa terus supaya berasa kalau kamu tetap ada bersama saya di mana pun saya berada."
Aisha meringis ngeri, tapi tersipu di dalam hati.
"Nggak papa kamu nggak rindu. Biar saya aja. Kata Dilan, rindu itu berat 'kan? Hum. Emang ada benernya sih. Tapi ... lumayan terobati lah berkat parfum ini."
Pria itu mengendus. "Ummm! Saya suka wanginya!" Dan ia tersenyum lebar.
Aisha membuang pandang keluar jendela menahan debar. Dan jujur saja, sekuat hati ia menahan senyuman yang sedari tadi berkedut-kedut di sekitar kulit bibirnya.
"By the way, kamu beli di mana? Saya mau. Yang kemarin udah mau habis." Tara terkekeh dan mengerutkan hidungnya.
"Gimana nggak abis, bar-bar makenya!" cecar Aisha kencang.
Tara tergelak dan mengangkat bahu masa bodo.
Mobil Tara berhenti di pantai. Ia mengajak Aisha naik ke tebing tinggi di atas air laut. Di sana hanya ada beberapa pohon dan bebatuan besar. Dari pola rerumputan kering membentuk jalan menunjukkan kalau tempat ini sering di datangi orang.
"Mau ngapain ke sini?" tanya Aisha keras berlomba ketika angin laut berembus kencang. Mereka duduk di atas batu menghadap ke lautan.
"Sunset di sini bagus. Kenapa? Kamu takut?" tanya Tara yang dijawab gelengan Aisha. Padahal, Tara sengaja memilih tebing ini, untuk memancing ingatan Aisha tentang kejadian sebelum ia menemukan gelang milik gadis itu.
"Hhhm. Saya yakin. Kalau nggak, mana mungkin dulu kamu berani loncat dari atas tebing ke laut plus dengan mata tertutup." Tatapan mereka beradu.
Aisha pun terpaku.
"Kamu sudah ingat kejadian itu?" sambung Tara lagi merubah posisi dengan mata memipih yang cukup membius.
"Jadi kamu yang nolongin aku waktu itu?" Aisha merunduk. Benar dugaannya. Hari saat Delon menemukannya dan membawanya pergi dari goa, Mbah Jum sempat berkata kalau Aisha ditolong oleh seorang pria yang Mbah Jum sendiri juga tidak tahu namanya siapa. Jadi benar pria itu Om Modus Absurd ini?
Tara mengangguk sebelum tersenyum dan menatap Aisha sarat makna.
Mata Aisha bergerak-gerak gelisah. Sejujurnya ia mensyukuri ada orang lain yang menolongnya hari itu. Jika tidak, mungkin ia sudah menjadi makhluk paling dilaknat semesta beserta Tuhannya. Kesempatannya untuk terus hidup membawanya pada kesempatan lain untuk menjadi wanita tegar yang ikhlas menerima takdir.
"Gelang itu, kenapa ada di kamu? Gelang itu ... padahal aku tinggalkan dalam jaket di penginapan."
Aisha ingat, ia sengaja meninggalkan benda itu agar tak dikenali. Rasa depresi yang saat itu terus menghantui membuat Aisha berbuat nekat untuk mengakhiri hidup. Cemoohan lingkungan, selintingan tak mengenakkan dan perlakuan tak senonoh seorang pria di rumah sakit ia telan sendiri. Ia tak ingin cerita ke Fauzi dan Halimah karena tak ingin membuat mereka bersedih juga.
"Saya menemukannya di depan goa tempat Mbah Jum," jawab Tara. "Dan bersyukur benda itu tertinggal di sana."
Mendengar itu Aisha menatap Tara heran. Ia mengingat, Delon datang membawa jaket miliknya. Mungkin saat itu jatuh di sana.
"Saya mencari tahu kamu setelah itu. Lewat sosmed kamu dan segala informasi lainnya. Sayangnya kesibukan tugas membuat saya tidak punya waktu untuk bertandang. Setelah itu, kita bertemu lagi di Natuna saat diving. Dan kamu ...."
Kalimat Tara berhenti.
"Aku bukan mau bunuh diri waktu itu." Aisha menggeleng cepat. "Tapi ...."
"Tapi itu bisa membahayakan kamu, Sha."
Aisha terdiam. Sekarang ia makin yakin Tara lah pria yang mengguncang tubuhnya ketika menikmati alam bawah laut dulu.
"Saya senang bertemu kamu hari itu. Sayangnya, hari pernikahan kami sudah ditetapkan. Jadi ... saya hanya bisa melihat, dan pergi setelahnya. Dan tindakan saya mengguncang kamu di bawah laut hari itu, bukan curi kesempatan atau melecehkan. Saya nggak mau kamu bunuh diri lagi. Kenapa kamu malah kembali membahayakan diri sendiri seperti di Buton?"
Tara menengadah dan melemparkan batu kerikil ke arah laut. Aisha melenguh lemah, ternyata pikirannya yang memvonis kalau pria itu mengambil kesempatan itu salah. Kini Aisha merasa berdosa padanya.
"Sekarang, jawab saya. Kenapa kamu berniat bunuh diri dulu?" tanya Tara serius setelah berbalik dan mengunci gadis itu dengan tatapannya.
"Ha?" Aisha tergagap.
"Duka apa yang kamu simpan hingga kamu seterguncang itu dan berniat mengakhiri hidup yang cuma sekali ini? Kamu punya keluarga yang hangat, Papa dan nenek yang penuh kasih sayang. Karir yang cukup gemilang. Alasan apa yang membuat kamu melakukannya? "
"Kenapa kamu penasaran?" Aisha menghindar dari tatapan Tara.
"Tentu, Sha. Jawabannya, saya yakin kamu sudah bisa menduga. Karena saya peduli, saya cinta, saya mau kamu, sejak kejadian di Buton waktu itu!"
Aisha membatu, sekujur tubuhnya terasa kaku. Namun hatinya bertanya-tanya. Mengapa pria ini terus mengatakan Aisha wanita yang dia cintai satu-satunya. Lalu bagaimana dengan istrinya dulu? Apa dia? Agh!
Aisha menggeleng. Bukan waktunya membahas itu!
"Sha, please. Apa masih kurang jelas niat hati saya untuk kamu?" ucap Tara putus asa.
"Saya menolak kamu, Tuan Dokter! Jadi, please berhenti. Apalagi mengintrogasi saya begini!"
Tara terkesiap. Ia merasa bersalah jika telah membuat Aisha tidak nyaman.
"Okay, okay. Maaf. Kalau saya membuat kamu marah. Tapi ... tunggu. Sha. Please jawab saya untuk pertanyaan ini. Apa begini juga sikap kamu pada Dicki? Atau pria lain yang berniat serius sama kamu?" tanya Tara dengan sorot mata meminta penjelasan.
Aisha memejam mata dan melenguh lemah. Kepalanya terasa pengar.
"Aaa! Siapa itu, senior kamu di DuMed yang kemarin. Kabarnya dia mau melamar kamu juga. Saya lihat kamu nggak sekeras ini sama dia."
"Ya! Karena Mas Aryan bisa nerima aku!" jawab Aisha cepat yang langsung ia sesali secepat itu juga.
Mata Tara melebar dan menajam. Entah bagaimana ada nyeri di hati Tara. Ia mengerjap pelan dan berdiam sejenak.
"Menerima kamu atau kamu yang menerima dia? Kamu sudah menerima lamarannya, ya?" tanya Tara sayu diikuti gerakan menurunkan bahu.
"A-ak."
"Jawab yang jujur!" potong Tara tegas, tapi Aisha hanya bergeming menatap sepatunya nanar.
"Kamu berbohong, Sha! Mata kamu yang bilang," ucap Tara datar tapi tegas. "Saya minta maaf kalau terlalu keras meminta. Tapi katakan pada saya alasannya. Katakan pada saya kenapa kamu menolak saya?"
"Aku nggak mau kamu! Apa nggak cukup jawaban ini?" cecar Aisha memberanikan diri menatap Tara.
Pria itu bergeming, tapi matanya memindai hingga ke kedalaman mata gadisnya dan lagi-lagi menemukan hal lain di sana.
"Kamu nggak jujur, Sha!" ujar Tara lirih dengan mata memipih penuh keyakinan.
Mendengar itu Aisha terkekeh kosong lalu menggeser pandang. Bagaimana ia harus menghadapi pria ini?
"Atau, saya tanya Dicki saja. Saya rasa, ini ada hubungannya dengan kejadian malam itu. Hhmm?" Kepala Tara meneleng diikuti seringai tajam.
Aisha terperanjat. Tidak! Jangan bawa-bawa pria itu lagi!
"Anda ini?!" Aisha bangkit dengan mata Aisha memerah menahan amarah.
"Lalu apa? Apa yang kamu, Niel, Sora sembunyikan? Bahkan kamu melarang Papa kamu juga? Apa itu, Sha? Apa? Apa itu hal fatal dari kesalahan saya? Hingga kalian mencoba menghindar? Kalau itu salah saya. Please, katakan. Saya akan berbesar hati menerimanya dan mencoba memperbaikinya," ucap Tara berapi-api tapi terdengar merintih.
Mendengar itu air mata Aisha jatuh tak bisa terbendung. Ia merasa kalimat itu ikut menyakiti dirinya. Bukan Tara yang salah. Tapi kesalahan ada pada kenyataan kondisi fisiknya. Mengapa Tara lagi-lagi meletakkan beban itu di pundaknya?
Dasar pria bebal! Sok kuat!
"Atau apa? Itu terus menerus menghantui pikiran saya, Sha. Kalau cuma jawaban kamu nggak mau, it's not fair! Saya yakin ada hal lain. Tapi saya kesal semua orang nggak ada yang mau jawab. Semua itu hanya bisa dijawab oleh kamu!" lanjut Tara lagi dengan sorot meminta dan menanti.
Sampai di sini Aisha tak kuat! Sungguh tak kuat mendengar semuanya. Ia terisak kencang menahan sesak yang membebat kuat perasaannya.
"MRKH syndrome! Kamu nggak akan punya masa depan sama aku, Dokter! Dengar? Aku ini mandul! Aku lahir kongenital! Aku nggak akan bisa mengandung anak kamu! Kamu dengar? Puas? Sekarang kamu puas?! Ha?!"
Lidah Aisha terlanjur terdesak pernyataan spontan akibat pertanyaan bertubi-tubi diiringi tekanan dalam hati.
Dengan suara kencang, tegas dan isakan keras Aisha berhasil melepaskan kalimat yang sejak kemarin mencekik kerongkongannya hingga ia tercekat.
Bersimbah air mata, dengan segenap keberanian ia menatap tajam netra Tara untuk merekam raut apa yang akan terlukis di sana karena mendengarnya.
Sementara, pria dengan tangan kekar itu bergeming, membalas tatapan Aisha nanar, penuh duka. Seakan ada rudal yang jatuh tiba-tiba, tepat di antara mereka yang membuatnya bertindak cepat.
Sekali gerakan, tangan Tara menarik kuat tubuh Aisha ke dalam pelukannya erat. Aisha yang tak siap memberontak tapi pelukan Tara malah makin kuat.
Di belakang Aisha, mata Tara nanar, hingga tanpa sadar basah begitu saja.
"Maafkan saya, Sha. Maaaaf."
Aisha melenguh lemah. Apa-apan pria ini? Mengapa pula meminta maaf?
"Maaf pernah pergi dari kamu. Maaf sudah meninggalkan kamu sendiri menghadapi ini. Tapi sekarang saya di sini. Tolong jangan suruh saya pergi lagi."
Tara terisak dan mengeratkan pelukannya. Di kepalanya, dapat Aisha rasakan kalau Tara mengecup berulang-ulang. Mata biru Aisha kembali berkabut. Akhirnya tubuhnya melentur semakin dalam masuk dalam pelukan pemuda aneh--setidaknya bagi Aisha.
"Kali ini saja, Tuhan. Izinkan aku bersandar pada pria ini. Aku bahagia dicintai seorang pria seperti dia. Kali ini saja, biarkan aku menikmati momen ini. Karena bisa jadi esok hari ini tak 'kan kembali. Karena meski aku bahagia mendengar jawabannya. Mengapa ada firasat buruk menelusup dalam hatiku?"
Beberapa detik mereka larut dalam duka bersama.
Akhirnya Aisha merasa kikuk dan mencoba lepas dari pelukan. Tara yang mengerti merengangkan pelukan dan menatap teduh gadisnya.
"Jadi, Dicki tahu tentang ini makanya dia mengambil kesempatan?" tanya Tara.
Aisha mengangguk sambil mengusap wajah yang sembab.
"Aryan?" tanya Tara lagi.
Dijawab Aisha dengan anggukan lagi.
"Jadi cuma saya yang nggak tau tentang ini di sini?" ujar Tara lemah.
Aisha mengangkat mata sejenak lalu secepatnya itu merunduk kembali.
"Kenapa, Sha? Kenapa sampai sejauh ini kamu nggak mau terbuka dengan saya padahal dengan mereka kamu berani blak-blakan?" kejar Tara lagi belum terpenuhi rasa penasarannya.
Aisha berbalik badan tak ingin menjawab lagi, tapi tangan Tara menariknya hingga ia berbalik hampir menubruk pria itu jika saja tidak segera ia pegang kendali.
"Aisha!" Tara mengejar mata biru gadis itu. "Ada apa? Apa salah saya?"
"Karena langit dan laut tidak akan pernah bersatu meski sama-sama biru, Kapten! Kita hanya bisa beriringan, tapi tidak untuk dipersatukan! Kita saling membutuhkan tapi tidak bisa saling bersentuhan! Kamu paham?" pekik Aisha dengan nada tinggi menghunus ke hati.
Tara menatap nanar. "Mak-sud ka-mu?"
"Secret Admirer! I'm your Secret Admirer. You! My Secret Admirer! I'm Sky B. And You Sea. Understand?" pekik Aisha berkelit mencari-cari alasan.
Mata Tara terbuka lebar. Apa yang baru saja Aisha katakan barusan?
"What do you mean?" tanya Tara lagi tak percaya.
"Kamu masih nggak ngerti juga? Orang yang saling chat di Madam Rose dengan nama akun Sky B dan Sea itu aku dan kamu. Kamu pakai Madam Rose 'kan?"
Tara mengangguk.
"Untuk chat wanita 'kan?"
Takut-takut pria itu mengangguk lagi.
"Kamu punya teman sharing akrab di sana. Itu aku! Aku orangnya, Dokter!"
Tara terbelalak, dan mundur sejenak.
"Kamu salah orang, Sha. Saya sudah bertemu dia kemarin. Bukan kamu orangnya."
"Ya! Aku minta Humaira untuk menggantikan posisiku. Agar bisa melihat siapa orang dibalik akun Sea sebenarnya. Memang kamu atau bukan?"
"Kenapa kamu bisa menduga itu saya?"
"Kamu yang menyebutkan saat makan malam bersama Papa dan timmu hari itu. Aku terkejut. Dan mencoba mencari tahu kebenarannya. Makanya aku ajak kamu ketemu meski harus melanggar bio-ku sendiri."
Mata Tara berbinar. "Serius Sky B itu kamu?" Tara merunduk, mencondongkan tubuhnya sedikit ke arah Aisha.
"Kamu serius?" kejarnya lagi diikuti anggukan malas dari Aisha.
"Wow! Amazing, Sha! Ini berita baik! Lalu apa masalahnya sekarang? Ha? Kamu meragukan saya?" ucap Tara lagi gamang.
Aisha melenguh keras. Air matanya kembali mendesak untuk keluar.
"Kamu nggak akan bahagia dengan aku, Dok. Nikahilah wanita lain. Seperti langit dan laut, kita nggak akan bisa menyatu."
"Stop, Sha! Jangan katakan itu. Saya nggak suka." Pria itu meraih tangan Aisha dan menggenggamnya.
"Dengar. Saya nggak masalah dengan kekurangan kamu ini. Seriously, Sha."
"No! Tapi aku bermasalah!"
"Why?"
"Karena aku nggak siap!"
"Kamu nggak cinta saya?"
Aisha bergeming.
"Bohong! Kamu bohong!" seru Tara keras.
Tak tahan dengan situasi ini, Aisha berbalik cepat, namun kakinya tersandung hingga ponsel di tangannya melambung dan jatuh ke tepi tebing.
Gadis itu melangkah ke sana tapi langkah Tara sudah lebih dulu maju dan merunduk meraih ponsel itu. Bersamaan dengan itu kaki Aisha yang melangkah ke sana terpelecok dan tiba-tiba menekuk, membuat tubuhnya condong ke tepi diikuti pekikan Aisha yang sontak menatap ngeri ke jurang.
"Aisha! Be care--"
Secepat tubuh Aisha menyondong secepatnya itu Tara menarik tangan Aisha hingga gadis itu tertarik kembali menjauh dari tepian. Namun hasilnya malah Tara yang kini terperosok hingga menggantung di tepi jurang. "Aaaa!"
"Dokter!" Aisha histeris melihat kenyataan yang ditusukkan ke matanya.
Gerakan cepat, Tara menggeser ponsel Aisha menjauh, sementara ia berpegangan di bibir tebing. Secepat itu juga Aisha berlutut dan meraih tangan Tara.
"Dokter, pegang tanganku. Ayo naik!" katanya memekik.
Namun bukannya terangkat, tubuh mereka berdua malah bergeser beberapa senti masuk ke dalam jurang bersama.
Wajah Tara berkerut menahan berat badannya. Ia berusaha mencari batu pijakan tapi tidak jua menemukan.
"Kapt! Ayo naiiiik!" jerit Aisha bersamaan tubuh Tara yang mulai terangkat naik, namun tiba-tiba malah merosot kembali.
"Nooo!" Tangan kiri Aisha dengan cepat meraih rumpun ilalang, melilitnya di tangan sementara tangan kanan tak mau melepas tangan Tara.
"Sha, ini hanya akan membuat kamu ikut jatuh!" kata Tara.
"Tapi aku nggak akan melepas kamu!"
Suara gesekan dan jatuhan bebatuan tebing ketika tubuh Tara semakin masuk ke jurang membuat Aisha dan Tara saling menatap ngeri.
"Sha! Ta-ngan ka-mu berda-rah!" erang Tara ketika melihat tangan kiri gadis itu mengeluarkan darah akibat bergesekan dengan ilalang.
"Ini nggak a-kan ber-hasil! Lepas-kan tangan kamu! Ayo, le-pas, Sha!" perintah Tara tegas.
"NO!"
"Lepasin, Sha. Yang a-da ki-ta a-kan ja-tuh ber-sama!"
Mata biru Aisha berkaca-kaca ketika tangannya merasakan tangan Tara di tangan kanannya meregang.
"No, Capt! Jangan lepas tanganku. Ayo naiiik!"
"No. Le-pasin tangan ka-mu! Saya nggak mau mem-bahayakan ka-mu!"
"Nooo!" Kali ini Aisha menangis. "Jangan, jangan lepasin!" Gadis itu makin terisak. "Toloong! Toloong!" jeritnya keras meminta pertolongan.
"Le-pasin ta-ngan kamu, Sha! Saya gak ku-at lihat ka-mu berdarah! Ja-ngan ke-ras ke-pala!" Dua insan itu saling beradu keputusan, tapi mata saling mengaitkan cinta.
"Jangan bodoh, Dokter! Aku nggak akan melepaskan kamu. Ayo naik! Kumohooon!" Gadis itu kembali menangis.
Tara terkekeh kosong. Ia menatap lekat mata biru yang kini bersimbah air mata.
"Sha, kata-kan se-kali aja. Be-narkah ka-mu nggak pernah men-cintai sa-ya?"
Gadis itu terperanjat. Mengapa pria ini sempat-sempatnya malah menanyakan itu di saat genting begini?
"Please, Sha. Se-kali aja. Ja-wab sa-ya. Paling nggak sa-ya sudah pernah men-dengarnya jika sa-ja saya nggak selamat. Sa-ya i-ngin ta-hu isi hati kamu se-benarnya. Please ...."
Mendengar itu Aisha makin terisak sakit.
"Stupid! Jangan bilang begitu! Kamu harus naik, Dokter! Ayooo!"
Krrrk!
Suara akar rumpun ilalang yang mulai tercabut.
"Aisha, please," kata Tara lagi penuh harap masih menatap gadis yang bersimbah air mata itu.
"Ya! A-ak." Gadis itu tersendat. "Ai-shiteru, Te Amo. Dokter Tara, SARANGHAE! Jadi jangan pergi. Please ... hwaaaa!"
Akhirnya kalimat itu keluar dari mulut Aisha disela isakan diikuti tawa sumbang dari mulut Tara yang menatap sayu gadis bermata biru yang kini memejam saking berusaha keras menarik Tara ke atas.
Ia mengangkat kepalanya ketika menyadari Tara malah meregangkan tangan lalu memaksa Aisha melepas cengkeramannya. "No, Capt! No!" cegah Aisha makin terisak dan takut.
"I'm so happy to hear that. Rumaisha Azzahra. Love you."
"NOO!"
Tangan Tara terlepas dari pegangan Aisha. Berakibat tubuh tegap itu terjun dari tebing dengan ketinggian 100 kaki dan langsung hilang ditelan air.
Aisha yang menyaksikan itu di depan matanya histeris dan bangkit melepas tasnya ingin mengambil posisi untuk terjun juga.
"Dokter Taraaaa!" pekiknya keras bersama tangis yang pecah sudah.
Gila! Ia merasa gila! Tak pernah sekali pun Aisha merasa segila dan sehancur ini. Bahkan ini lebih membuatnya frustasi dari vonis dulu.
Hilang! Aisha merasakan jiwanya melayang bagai tak bertuan!
Kakinya melangkah mendekati tepi tebing, tapi belum sempat gadis itu melompat ada tangan yang menariknya.
Aisha berbalik dan menemukan sosok seorang pria.
"Apa yang kamu lakukan!" sergah pria itu keras.
"Me-nolong dia. Di-dia. To-loong! Dokter Taaaaraaa!" jerit Aisha dengan hati yang teriris seraya menunjuk ke lautan. Namun lagi-lagi tubuhnya tertarik hingga ia hanya bisa berlutut di tanah dengan deraian yang pecah.
Ini sakit! Sangat-sangat sakit!
🌹🌹🌹
15-04-21
🌹🌹🌹
Huwaaaa! 😭
Tolongin Dokter Taraaaa!
Jangan lama-lama biarin tubuh Dokter Tara dalam laut sana.
Dia idup apa kagak? 😭
Votment-nya, ya. Aku nggak buat target lagi. Kalau besok udah banyak lagi kayak tadi berarti kalian mau cepat dia ditolongin. 😭
✌
Dokter TARAAAA!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top