34 - Terlambat (?)
"Ma, aku sibuk banget ini." Ujar Adrian pada orang yang menghubunginya. Tangan kirinya masih setia menempelkan ponsel ditelinga.
"Iya, nanti aku pulang kalau semua sudah selesai." Adrian menghimpit buku di lengan kirinya, dan dalam hitungan menit, tangan kanannya sudah meraih lengan seseorang.
"Tadi Mama bilang ada pasien kabur dari rumah sakit, kan? Nih, pasiennya ada sama aku." Lirikan sinis mulai dilemparkan orang itu pada Adrian, namun Adrian membalasnya dengan senyuman.
Adrian menutup ponselnya, lalu ia juga melepaskan tangannya yang memegang orang itu.
"Tebakan dari otak Adrian selalu benar, kan kak Austyn?" Adrian memasang wajah bangga, membuat Austyn memutarkan bola matanya.
"Siapa peduli!" Balas Austyn sinis.
"Jadi manusia gak boleh galak, nanti dia gak mau sama kakak." Nasehat Adrian terdengar seperti orang tua di telinga Austyn.
"Najis, kita lahir di tahun, bulan, tanggal yang sama, ngapain lo panggil gue kakak! Dan, gue juga sangat bersyukur kalau dia gak suka sama gue, jadi gue gak perlu susah-susah buat bikin dia melupakan gue." Austyn mulai melepas masker dan topinya. "Mau bagaimana pun, gue juga bakal pergi ninggalin semua, termasuk dia. Gue ngerasa gak pantas buat maju lebih jauh kalau begini dan takdir syukurnya berpihak pada gue, dia suka sama lo, bukan sama gue."
Adrian tersenyum sinis, "Selagi takdir masih memberi waktu, mengapa tidak di coba terlebih dahulu? Semua berhak bahagia, termasuk lo." Mata Adrian melukiskan amarah yang terpendam, Austyn sadar akan hal itu.
"Dia suka lo, semua orang aja tahu itu. Dia suka gue karena rasa kagum, hanya rasa kagum. Dia juga selalu meragukan perasaanya...," Adrian mengehela napas kasar. "Gue berani taruhan, kalau dia pasti bahagia setengah mati kalau ketemu lo hari ini ... jika itu gak terjadi, lo boleh acak-acak kamar gue buat nyari baju futsal lo."
//-//-//-//-//-//-//-//-//-//
Dengan langkah yang lemas, Deka mendekati stand kelasnya. Alisnya berkerut, saat melihat wajah teman-temannya yang tampak kesal. Mata Deka menyapu meja stand yang hanya menampakkan 10 coklat yang belum terjual. Jelas itu hanya sisa, berarti ratusan coklat itu telah terjual, jadi apa yang membuat mereka kesal?
"Hai!" Sapa Deka riang pada semua temannya.
Entah setan apa yang merasuki semua teman Deka, hingga semuanya memeluk gadis itu. Deka semakin dibuat bingung.
"Ada apa?" Tanya Deka, semua pun mulai melepaskan pelukannya.
"Kita menjual hal yang sama dengan kelas sebelah." Lisa akhirnya yang berani menjelaskan ketika semua memilih diam.
Deka terkejut bukan main, "maaf, aku kira belum ada yang--"
"Tidak!" Cepat Rendy. "Mereka yang mengikuti, tadi kak Adrian udah jelasin."
Deka mengehela napas, lalu ia mengajak semua temannya untuk duduk di bawah. Sekarang mereka pun duduk melingkar.
"Coklat tinggal yang ada di atas meja?" Tanya Deka memastikan, kemudian semua mengangguk.
"Gak apa-apa, kita juga sudah menjual ratusan coklat itu, berarti kita sudah untung banyak." Ucap Deka mencoba menenangkan mereka semua.
"Tapi coklat di lapak sebelah sudah terjual habis dengan cepat." Ucap Angga pelan yang berada di samping Deka. Angga kemudian menyapu pandanganya kemana-mana untuk memastikan hanya teman-temannya saja yang mendengar.
Deka tersenyum, lalu mengelus punggung Angga dengan lembut, Angga yang tidak tahu malu juga langsung menaruh kepalanya di pundak Deka. "Mungkin takdir akan membawa malaikat kesini dan malaikat itu akan membeli semua coklat kita." Ucap Deka.
"Bagaimana kalau yang datang iblis?" Tanya Lisa dan seketika membuat semua tertawa.
"Aku akan membuat iblis itu jatuh cinta dengan coklat kita." Balas Deka.
Angga langsung menegakkan kembali kepalanya. "Gue ramal, deh!" Lalu ia memejamkan matanya dengan kedua tangan yang memegang kepala. " Nanti iblis itu gak jatuh cinta sama coklat, tapi jatuh cinta sama yang jual coklat, yaitu Deka."
Semua kembali tertawa, ucapan dari Angga sepertinya dapat membuat mood mereka kembali. Namun tidak dengan Deka yang tengah menatap Angga datar.
"Gak mau sama iblis, maunya sama malaikat." Rajuk Deka.
"Iblis berhati malaikat, Deka." Akhirnya Neiraa membuka suara.
Deka kembali menghela napas, "Baiklah, aku akan mencintai iblis berhati malaikat itu."
"Begini, nih kalau sudah kelamaan jomblo!" Ejek Lisa.
Diantara mereka semua yang tertawa, ada satu manusia yang tertawa palsu. Kalian pasti tahu itu siapa. Ia juga berharap akan menjadi iblis berhati malaikat itu. Namun sepertinya, ada hal yang terbalik.
"Bagaimana kalau kalian semua pergi menonton band, aku sendiri yang akan menjaga stand disini." Deka kemudian berdiri dan mulai membereskan coklat yang berada di atas meja.
"Lo ngelakuin ini karena ikhlas atau karena pengen banget ketemu iblis berhati malaikat?" Tanya Lisa.
Deka memajukan bibir bawahnya. "Ikhlas karena kelas, lagian juga kalian udah lama banget jaga disini, sekarang giliran aku."
Kemudian, satu diantara mereka mulai pergi meninggalkan Deka. Tetapi Rendy masih diam tak beranjak, memerhatikan Deka yang tengah menyusun coklat-coklat batang itu.
"Gue temenin, ya?" Tawar Rendy.
"Gak usah, gue lagi pengen sendiri, maaf." Jawab Deka jujur, Rendy yang mengerti langsung mengangguk dan meninggalkan Deka.
Deka menyandarkan tubuhnya di tiang meja stand. Kepalanya menunduk, menatap layar ponsel yang sama sekali tidak ada pesan masuk dari seseorang. Ya, Deka mengaharapkan seseorang menghubunginya, padahal sangat jelas itu tidak akan mungkin. Tetapi mengingat wajah samar tadi, perasaan sesak kembali menyelimuti hati Deka. Karenanya juga, Deka dapat bernyanyi dengan lancar sampai akhir.
Deka beralih ke pesan grup kelasnya yang sudah banjir sekali.
Semangat Jual Coklat (32)
Lisa [Off]
Semangat ya gaiss jual coklatnya
Semangat ya gaiss buat lombanya
Semangat ya gaiss buat semuanya
Lop u
Lisa padamu...
Rendy Harrel
Bismillah, sukses!
Anggans.
Ingat!!
Untung = Makan besar
Febri.Pr
Maaf buat semuanya
Gue gak bisa bantu hari ini
Soalnya gue kecelakaan😭
Anggans.
Alhamdulillah, ups!
Gws, tq.
Rendy Harrel
Iya, gak apa-apa
Gws, tq.
Lisa [Off]
What!! Kok bisa?
Sekarang gimana?
Lo dimana, feb?
Febri.Pr
Sekarang udah gak apa apa
Gue beruntung hari ini
Karena...,
Ditolongin Kak Austyn♡
Deka merasakan jarinya seketika kaku.
Kak Austyn?
Satu sisi Deka tidak ingin lanjut membaca pesan itu, tapi disisi lain ia penasaran. Ada perasaan panas yang tiba-tiba menyerang tubuhnya. Dan akhirnya, rasa penasaran lah yang mampu menguasai Deka.
Lisa [Off]
Uwouuwoww...,
Kok bisa kak Austyn?
Febri.Pr
Gak tahu, tuh!
Dia perhatian banget pokoknya
Ambulan aja dipanggil sama dia
Buat gue, haha.
Lisa [Off]
Dia bilang sesuatu gak, sama lo?
Apa kek gitu, kayak suka :v
Febri.Pr
Apa ya??
Gue tadi sempet nanya begini...,
"Kak Austyn, suka Deka?"
Terus dia jawab...,
"Enggak!"
Lisa [Off]
Gak ada pertanyaan yang lain? :)
Anggans.
Masih gue pantau :)
Rendy Harrel
Haha :)
Febri.Pr
Tadi gue juga nanya...,
"Kak Austyn, suka aku?"
Terus dia jawab...,
"IYA!"
Lisa [Off]
Selamat, perjuangan anda...,
Telah berhasil!!
Selamat🎉
Anggans.
Mau berhenti halusinasi
Atau
Gue kick dari grup ini?
Sekalian gue kick lo dari kelas
Wakakakkk
Tiba-tiba Deka menunduk, menatap ponselnya yang tengah tergetak tak berdaya diatas tanah. Mungkin sekarang layar ponsel itu sudah retak, atau bisa jadi hancur. Namun mungkin tidak sehancur hatinya yang tiba-tiba seakan diterjang mobil bis tayo. Oke, itu berlebihan, tetapi memang benar adanya.
Deka tiba-tiba merasa hancur, tapi ia tidak tahu alasannya, bukan ... tetapi karena ia meragukan alasan itu. Alasan yang selama ini ia buang jauh-jauh, tetapi kini datang kembali dengan seenaknya. Tidak ada lagi yang bisa Deka lakukan, selain membenarkan semuanya, termasuk membenarkan perasaanya.
Dia suka orang lain? Disaat aku mulai menyadarkan perasaanku padanya.
Haha, semua sudah terlambat.
Aku, bodoh!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top