31 - Terlihat Sama

Adrian mulai mengetuk pintu dan memberi salam. Setelah seseorang memberinya izin, Adrian pun langsung masuk ke ruangan itu. Disana sudah ada seorang pria paruh baya yang sedang duduk di kursi kerja. Setelah bersalaman, Adrian mulai menyerahkan berbagai berkas kepada pemilik sekolahnya yang baru itu.

"Berkas berwarna biru adalah catatan olimpiade yang telah diikuti siswa SMA Altschool. Berkas berwarna merah adalah program kerja dari OSIS yang telah terlaksana. Berkas berwarna hijau adalah penilaian sikap dari guru terharap murid dan juga dari murid terhadap guru." Jelas Adrian.

Mr. Smith mengangguk, "Lalu?"

"Ada yang ingin bapak tanyakan kepada saya?"

"Kemana ketua OSIS?"

Adrian terdiam sejenak, "Sakit, pak." Jujur Adrian akhirnya.

Mr. Smith kembali mengangguk, "Kamu sudah bekerja keras seorang diri selama ini dan--"

"Tidak, pak!"

Mr. Smith terdiam.

"Austyn, lah yang sudah bekerja sangat keras, apalagi disepanjang semester ini. Saya rasa, saya hanya membantunya sedikit dan saya juga lebih fokus kepada pelajaran di kelas."

Mr. Smith kembali mengangguk. "Jika Austyn sudah sembuh, beritahu saya dan saya akan menemuinya."

Adrian mengangguk.

"Ada lagi?"

Adrian menelan salivanya, mencoba untuk mengontrol diri. "Pak ... bolehkah saya aja putri bapak pergi hari ini?"

Mr. Smith tidak terkejut, ia malah tersenyum dengan hangat. "Boleh, silahkan. Asal putriku di pulangkan dengan selamat sampai rumah."

"Pasti, Pak!"

Setelah berpamitan, Adrian pun keluar dari ruangan itu. Ia seketika dibuat terkejut oleh sosok gadis yang tengah duduk disamping pintu.

"Deka!" Panggil Adrian dan sang pemilik nama langsung mendongak.

Deka bangkit, lalu memasukan ponselnya kedalam kantong baju. "Eh, kak Adrian."

"Mau apa?"

"Mau kedalam, protes."

Adrian mengerutkan alisnya, tidak mengerti.

"Kak...," Deka menunduk.

"Pulang sekolah, ada waktu?"

Deka yang terkejut mendengar pertanyaan Adrian, langsung mendongak dan menatap wajah Adrian. "Kakak mau aja aku ... jalan?

"Iya, mau?"

"Disuruh kak Austyn, ya?"

Adrian menggeleng. "Kali ini, enggak."

"Mau, ih!"

"Aku tunggu di depan kelas kamu, ya?"

Deka mengangguk antusias, lalu setelah itu Adrian pamit untuk kembali ke dalam kelasnya.

Tanpa mengucapkan salam, Deka langsung masuk ke dalam ruangan sang ayah seraya berteriak nyaring. Mr. Smith seketika tersedak oleh minumannya dikarenakan terkejut akan kehadiran Deka.

"Coba tebak! Nanti Deka mau pergi sama siapa?"

"Malaikat maut?"

"AYAH!"

Suara tawa pun langsung keluar dari mulut Mr. Smith.

"Mau pergi ke mana kamu, tuh?"

"Rahmatullah!"

"Apa? Rumah tayo?"

"AYAH!"

Untuk kedua kalinya, Mr. Smith tertawa terbahak-bahak akibat meledek anaknya sendiri. Deka yang kesal, hanya dapat melipat kedua tangannya didepan dada.

"Mau pergi sama Adrian, kan?"

Raut wajah Deka tiba-tiba berubah, menjadi terkejut. "Ayah, tahu?"

"Tahu, lah!"

//-//-//-//-//-//-//-//-//-//

Deka duduk dengan tenang di sebelah kursi pengemudi, sesekali bersenda gurau dengan sang pengemudi. Deka tidak tahu Adrian akan membawanya kemana.

Sampai akhirnya, mereka sampai di sebuah mall. Tempat dimana dirinya pertama kali pergi dengan Austyn. Ya, seketika Deka ingat dengan semuanya.

Adrian mengajak Deka masuk ke dalam sebuah toko elektronik. Toko dimana Austyn pernah membeli sebuah kamera disana. Perasaan Deka semakin tidak karuan saat mengingatnya.

"Bagusan yang ini atau yang itu?" Tanya Adrian seraya menunjuk kamera dengan merk yang berbeda.

Deka terdiam. Sebelumnya juga Austyn bertanya pada dirinya soal kamera yang bagus. Adrian, benar-benar membuatnya mengingat Austyn.

"Deka." Panggil Adrian.

"Yang ini." Tunjuk Deka pada kamera yang memiliki merk cukup terkenal. Kamera yang sama dengan yang ia pilihkan untuk Austyn.

Adrian pun mengambil kamera itu, lalu menuju ke kasir untuk membayarnya. Setelah itu, mereka pergi dari toko tersebut.

Deka dan Adrian kembali berjalan beriringan. Melihat Adrian yang fokus pada kamera barunya itu, membuat Deka semakin teringat akan Austyn.

Adrian tiba-tiba berhenti di depan sebuah toko, membuat Deka mengerutkan alisnya. "Ada apa?" Tanya Deka.

"Kita kesana."

Perasaan Deka semakin tidak karuan. Adrian mengajaknya masuk ke dalam toko mainan. Ya, dia pernah kesana juga bersama Austyn.

Dengan kaki yang agak kaku, Deka masuk ke dalam toko itu bersamaan dengan Austyn. Matanya langsung menangkap sebuah boneka teddy bear yang sangat besar. Boneka itu pernah ia tunjukan pada Austyn, nemun kini Deka hanya dapat menyentuhnya saja.

"Apa semua perempuan menyukai boneka beruang?" Tanya Adrian tiba-tiba, membuat Deka langsung menatap Adrian dengan raut wajah terkejut.

Pertanyaan yang sama dengan yang dilontarkan Austyn kepadanya. "Tentu saja." Jawab Deka akhirnya.

Adrian mulai melihat-lihat boneka yang ada disana, lalu mengambil salah satu boneka. "Bagaimana dengan yang ini?" Tanya Adrian.

Adrian memegang sebuah boneka kelinci berwana pink yang berukuran sedang. Lagi, boneka yang sama dengan yang pernah Austyn tanyakan pada Deka. Namun ada sedikit hal yang berbeda, boneka yang di pegang Adrian tidak memiliki pita di lehernya.

"Lucu." Ucap Deka singkat.

"Aku bakal beli ini."

Deka terdiam sejenak, lalu kembali bertanya. "Untuk?"

"Kamu." Jawab Adrian seraya memberikan boneka itu pada Deka.

Deka menerima boneka itu, lalu menatapnya. Ia benar-benar ingat bagaimana perkataan Austyn yang akan memberikan boneka kelinci kepada seseorang yang disuka, dan sampai sekarang, Deka tidak tahu gadis yang disukai Austyn.

Setelah membayar, mereka pun langsung keluar dari toko itu.

"Mau kemana lagi?" Tanya Adrian pada Deka yang masih fokus pada boneka kelincinya.

Deka terdiam sejenak, lalu menunjuk sebuah kedai, kedai es krim. Tak ada jawaban dari Adrian, membuat Deka bingung seketika. Entahlah, Austyn juga diam sejenak saat Deka meminta pergi ke kedai es krim.

Beberapa menit kemudian, Adrian mengangguk. Lalu mereka berdua pun pergi ke kedai itu. Deka memilih tempat duduk yang sama dengan tempat yang pernah ia duduki bersama Austyn.

"Terimalah suvenir dari kita." Ujar seorang pelayan seraya menyerahkan dua gantungan kunci beruang, yang satu berwarna putih dan yang satu berwarna hitam.

Deka menatap gantungan kunci itu sebentar, lalu menyerahkan salah satunya kepada Adrian. "Kakak yang ini, ya."

Adrian mengangguk, menerima gantungan beruang berwarna putih itu. Ketika bersama Austyn, Deka memilih gantungan berwarna putih dan memberikan gantungan hitam pada Austyn. Tetapi berbeda dengan Adrian.

Deka hanya mencoba untuk tidak menyamakan Austyn dengan Adrian. Mereka berbeda, mungkin hanya kebetulan yang membuatnya sama. Ya, kebetulan, hanya kebetulan.

_________________________________

Hai💃....

Sebelumnya, mau mengucapkan terimakasih kepada...

rahimelena
RizkySimanjuntak0
mandasarii24_

Makasih buat vote, komen juga, dan makasih udah nambahin SECRET ke perpustakaan kalian, bahagia deh aku :')

ADA YANG NAMBAHIN SECRET KE PERPUSTAKAAN LAGI, GAK? SINI SINI KOMEN, BIAR AKU TAG DI PART SELANJUTNYA MWHEHEEE💕

Intinya, tanpa dukungan kalian juga, aku gak bakal nulis sampai sejauh ini.

Makasih juga buat pembaca gelapku, pembaca offline ku, pembaca setia ku, pembaca jauh ku, pokoknya buat pembacaaaaa SECRET dan lainnyaaaa huuuh...

SAMPAI KETEMU DI PART SELANJUTNYA...

PAPAY!!

Salam Kuda Poni
Yayangptr.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top