29 - Coklat Rindu Alarmnya

Deka duduk sendiri di kelas saat ini.Febri mulai menjauh darinya dan ia juga memilih duduk bersama Lisa di pojok belakang.Seketika hidupnya menjadi rumit.Deka tidak suka suasana seperti ini.

"Deka tolong bawa buku ini ke meja ibu ya!" perintah bu sri, guru kimianya.

Deka mengangguk dan bu Sri pun langsung meninggalkan kelas.

"Mau gue bantu?" Tawar Rendy.

Deka menatap orang yang menawarkan bantuan kepadanya.

"Gak usah,lagian gak terlalu berat kok."

Walau Deka sudah berusaha untuk tidak canggung pada Rendy,tetap saja sepertinya untuk saat ini tidak bisa.

"Oke." Singkat Rendy.

Deka langsung mengambil tumpukan buku yang terdapat di meja guru dan membawanya menuju ruang guru.

Tatapan orang-orang sangat tajam saat ini pada dirinya.Deka mempercepat langkahnya untuk menghindari semuanya.

Bruk!!

Seseorang menyandung Deka dan membuatnya terjatuh.Buku yang tadinya berada ditangan Deka,sudah berceceran dilantai.Dari arah depan,seseorang melempari Deka dengan kertas yang sudah berbentuk bulat.Deka hanya dapat menunduk.

"Oh ini jablay sekolah kita."

"Sana jadian aja sama Rendy, biar lo gak ganjen lagi sama Austyn."

"Tadi dia berangkat sama Adrian njir, gak tau malu."

"Cewe caper, cih."

Tiba-tiba Deka merasakan lemparan kertas itu berhenti dan ocehan orang-orang juga berhenti.Deka memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya.Seketika matanya bertemu dengan sosok Adrian yang tengah berlutut didepannya.

"Kamu gak apa apa?" Tanya Adrian dengan wajah yang benar-benar khawatir.

Deka hanya membalasnya dengan anggukan.Adrian pun berdiri lalu menghadap gerombolan perempuan yang melempari kertas itu.

"Maksud kalian apa? Deka salah apa?Kenapa kalian semua kayak gini? MAU KALIAN APA HAH!?"

Gerombolan perempuan itu tidak menjawab dan mereka hanya menunduk.Deka terkejut,ia baru pertama kali melihat Adrian marah seperti ini.

"Kalian gak punya otak? Kalian manusia tapi tingkahnya kayak hewan. Buat apa kalian sekolah kalau gak punya etika, nyusahin doang!"

Semua orang yang berada di lorong kini menatap Adrian.Perkataan Adrian benar-benar tak kalah tajam dari Austyn.

"Kalau saya melihat kejadian seperti ini lagi atau lebih parah lagi dari ini, kalian akan mati ditangan saya, camkan!"

Adrian pun berbalik dan mulai memunguti buku-buku yang berceceran dilantai itu.Deka masih terpaku, dengan mata yang hampir mengeluarkan cairan.

Adrian mendekati Deka, "Ada yang sakit?" Tanyanya.

Deka menunduk dan akhirnya menangis. Adrian dengan cepat memeluk Deka, untungnya keadaan lorong sepi saat ini.

"Menjauhlah, kak." Ucap Deka dengan isaknya.

Adrian menggeleng.

"Semua orang benci aku karena aku deket sama kakak, aku--"

"Aku gak mau jauh dari kamu." Ucap Adrian dengan cepat.

Adrian menatap wajah Deka, "Mau kamu suruh aku menjauh sampai seratus kali pun, aku akan tetap mendekatimu. Aku akan selalu dibelakangmu, menjagamu, dari segala macam bahaya yang menunggu."

Deka terdiam.

"Jangan pikirkan orang lain, pikirkan dirimu sendiri. Ikuti kata hati, tinggalkan ego dalam diri."

Deka masih terdiam, ia tidak tau harus berkata apa lagi. Adrian benar-benar membuatnya kagum. Tetapi hati kecilnya menjadi ragu sesaat, seperti bimbang.

Deka menatap Adrian sekilas, ada sesuatu yang berbeda dari diri Adrian, seperti ada seseorang yang mengendalikannya. Adrian bangkit dan mengulurkan tangannya ke arah Deka. Deka menerima uluran tangan tersebut, untuk membantunya bangkit.

"Biar aku yang bawa buku bukunya." Ucap Adrian.

Adrian mengambil buku yang sudah ia susun rapi itu, lalu membawanya kedalam ruang guru bersama Deka. Deka hanya dapat menunduk dikala tatapan tajam itu mengarah padanya.

Setelah keluar dari ruang guru, Adrian mengantarkan Deka ke kelasnya. Tetapi, langkah Deka terhenti di tengah jalan, dan membuat Adrian juga menghentikan langkahnya.

Deka menghadapkan tubuhnya sejajar dengan Adrian, "Boleh tanya?"

Adrian mengangguk.

"Boleh nebak?"

Adrian menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "boleh."

"Maaf meragukan, tapi akhir-akhir ini kakak baik banget sama aku, baiknya dalam hal berbeda, apa karena disuruh kak Austyn?" Tanya Deka dengan sedikit gemetar.

Adrian terdiam, wajahnya tegang saat ini. Dibandingkan harus memendam rasa penasaran, Deka lebih baik mengungkapkannya.

"Deka gak butuh penjelasan cuma butuh jawaban iya atau tidak." Ujar Deka.

Adrian masih terdiam.

"Yaudah kalau kakak gak mau jawab, gak apa apa." Deka membalikan tubuhnya, "Bye kak Adrian."

Deka mulai melangkah, menjauh dari Adrian.

"Ya!" Ucap Adrian dengan lantang.

Deka menghentikan langkahnya, berbalik untuk menatap Adrian.

Adrian mulai mendekati Deka, "Ya, semua disuruh Austyn."

Deka tersenyum masam, "Termasuk hanny?"

Adrian telah berada didepan Deka, "Ya."

Deka mengangguk mengerti, "Deka gak akan tanya kenapa atau mengapa."

Deka melangkahkan kakinya menjadi dua jengkal dengan tubuh Adrian, "Deka cuma mau tanya, dimana kak Austyn?"

Adrian terdiam, mulutnya seakan terkunci.

Deka tertawa kecil, "Yaudah kak, kalau ketemu kak Austyn tolong bilangin, Coklat rindu sama alarmnya."

Deka pun pergi meninggalkan Adrian yang masih mematung ditempat.


Alarm juga rindu sama coklatnya :)
_______________________________

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top