2

Happy reading. 💜

***

Sebelum memilih SMA Bakti menjadi tempat melanjutkan pendidikan, dia memang pernah membicarakan hal ini padaku. Tentang permusuhan antara kedua ekstrakurikuler di SMA Bakti yang hampir belasan tahun.

Bahkan dia menyarankanku untuk memilih SMA lain agar bisa menjalani hubungan tanpa harus ditutupi seperti ini. Dia tahu, begitu masuk SMA pasti aku akan mengikuti ekskul pramuka, seperti di SMP dulu. Yang sialnya adalah ekstrakurikuler yang bermusuhan dengan ekskul yang ia ikuti.

Entah aturan dari mana yang melarang anak paskib dilarang pacaran dengan anak pramuka. Aku juga tidak tahu siapa yang pertama kali mengikrarkan peraturan tak tertulis itu di SMA Bakti. Peraturan yang akhirnya membuatku dan Kak Nando harus merahasiakan hubungan kami dari anak-anak yang lain.

“Demi kebaikan kita berdua,” kata Kak Nando kala itu.

Mengingat hal itu membuatku kesal. Hilang sudah impianku agar bisa duduk berdua di kantin bersama Kak Nando. Membaca buku di perpustakaan untuk belajar bersama. Ya, walaupun tetap saja hubungan kami akan dirahasiakan tanpa adanya peraturan konyol itu.

Kak Nando, senior kelas dua belas yang merupakan ketua ekskul paskibraka. Pemuda itu juga merupakan sahabat Kak Aldo, kakakku. Hubungan kami sudah berjalan selama hampir sepuluh bulan, yang tentu saja dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Kak Nando takut, jika dengan menjalin hubungan denganku secara terang-terangan akan membuat persahabatan antara dirinya dan Kak Aldo akan sedikit merenggang. Mengingat aku adalah adik kesayangan Kak Aldo.

Lagi-lagi, hubungan ini harus disembunyikan karena peraturan tak tertulis yang konyol.

“Gimana sekolahnya?” tanya Kak Nando pelan. Matanya masih terlihat serius membaca kata demi kata di buku cetak Kimia.

Saat ini kami tengah berada di ruang tengah. Ditemani beberapa buku cetak dan camilan sebagai selingan di waktu istirahat.

Seperti biasa, Kak Nando memang akan mengajariku mata pelajaran yang susah aku mengerti. Kimia salah satunya. Belajar bersama ini pun salah satu kamuflase agar aku bisa berduaan dengan Kak Nando tanpa menimbulkan curiga di benak Kak Aldo.

“Biasa aja,” jawabku, sedikit malas.

Sekonyong-konyong Kak Nando langsung meletakkan buku yang ia baca. Menatap wajahku lekat-lekat.

“Kok lesu gitu jawabnya?” kejar Kak Nando.

“Nggak kok. Biasa aja,” kilahku. Aku bahkan menghindari tatapan mata Kak Nando.

Waktu terasa melamban. Aku pura-pura serius menyalin catatan. Tak begitu mengubris ucapan Kak Nando, pun tatapannya yang masih mengarah lurus padaku. TakTak lama, ia mendesah. Kembali berkutat dengan buku Kimianya.

Sudah tiga bulan menjadi murid di SMA Bakti membuatku harus menjaga jarak dengan Kak Nando. Pura-pura tidak saling mengenal agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Bahkan, dengan kakakku sendiri pun aku harus masa bodoh. Pura-pura tidak mengenal. Tentu saja ini atas permintaan Kak Aldo sendiri. Dia tidak mau gadis-gadis yang katanya mengejarnya akan beralih mengejarku sebagai salah satu upaya untuk mendekatinya.

“Kakakmu ini, kan, ganteng, wajar dong banyak yang suka.” Ia membusungkan dadanya dan berkata begitu sombongnya. Aku yang mendengarnya langsung bereaksi dengan pura-pura muntah.

“Gimana sama anak-anak pramuka?” tanyanya lagi setelah kami terdiam cukup lama.

Sebuah topik pembicaraan yang membuatku lantas menghentikan gerakan tanganku. Menatapnya dengan mata terbelalak. Karena aku tak kunjung menjawab, Kak Nando langsung menoleh. Ia tersenyum tipis melihat keengganan di wajahku.

“Aku tahu ini sulit untuk kita. Terutama kamu,” katanya pelan. Ia menunduk, membersihkan lensa kacamatanya.

Aku masih diam. Menunggu kata-kata selanjutnya. Namun, hingga lima menit berlalu dan detik terus berubah, Kak Nando masih bergeming. Diam dengan pikiran di kepalanya yang entah apa. Karena itulah, aku juga memilih bungkam. Tidak menuntut untuk penjelasan lebih.

“Hubungan kita nggak mudah, Rana,” bisiknya sangat pelan. Hingga aku sangsi mendengarnya dengan jelas. “Dua kubu di sekolah yang bermusuhan dan kita ada di dalamnya. Berada di dua kubu yang berbeda.” Ia menatapku.

“Hubungan di antara kedua kubu yang bermusuhan tidak akan pernah mudah.”

Aku terdiam. Bibirku terkatup rapat. Aku tahu itu.

“Aku nggak meminta kamu untuk menyerah. Karena aku sendiri akan mempertahankan hubungan ini hingga akhir. Demi kita berdua.”

Mataku mulai terasa memanas. Terlebih saat menyadari sorot kesedihan di mata Kak Nando. Kami sama-sama terluka, tapi juga tidak bisa berbuat apa-apa.

**

Ciee backstreet. Nyesek cuy!
😭😭

Winda Zizty
10 April 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top