14
Happy reading. 💜
***
Mungkin aku tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Nadia yang tidak bisa diam. Kalau bukan karena mulutnya yang terus mengoceh meminta penjelasan padaku, mungkin sampai sekarang aku dan Kak Nando harus merahasiakan hubungan kami. Begitu juga dengan Kak Mirdan-Anisa juga pasangan lainnya.
Sekarang, aku sudah bisa berjalan bersisian dengan Kak Nando tanpa perlu merasa takut lagi.
Setelah rapat beberapa hari yang lalu, kedua ekskul sepakat untuk menghentikan perang dingin dan memutuskan berbaikan. Mengukir sejarah baru dan mengubur sejarah lama rapat-rapat. Melupakannya.
Omong-omong, dengan dipublikasikannya hubunganku dan Kak Nando, perlahan-lahan Kak Meitha berjalan mundur. Menjauh dari sisi Kak Nando. Bahkan tak jarang ia tersenyum simpul saat melihatku bersama Kak Nando.
Aku tahu, Kak Meitha menyukai Kak Nando. Terlihat jelas dari gerak-gerik dan ekspresi di wajahnya. Walau sudah sering kode-kode itu dilayangkan Kak Meitha untuk Kak Nando, pacarku itu tetap tidak menangkap kode-kode yang bertebaran di sekitarnya.
Entah aku harus bersyukur atau tidak karenanya.
Setelah rapat hari itu, Kak Dani sedikit menjaga jarak denganku. Tatapannya masih sinis saat melihat Kak Nando, tapi aku cukup senang karena dia tahu diri untuk tidak mengejarku lagi. Walaupun terkadang aku merasa kasihan juga.
Kabar baik yang lain, dengan berakhirnya permusuhan dan juga status backstreet kami, otomatis Kak Hendra tidak akan lagi mengolok Kak Nando pacaran dengan tiang bendera.
Emangnya aku mau disamain dengan tiang bendera? Ogah!
Dia sempat syok saat mendengar kabar itu. Bahkan dengan teganya ia mengataiku rabun karena menyukai Kak Nando.
"Cewek-cewek Kakak itu yang rabun! Mau aja dikadalin sama playboy kayak Kakak!" sentakku kala itu.
Seperti yang sudah aku katakan, pasti permusuhan itu akan berakhir. Dan, ucapanku sekarang terbukti, kan?
"Rana, masih lama nggak?" Kak Aldo menggeleng saat melihatku masih mematut diri di depan cermin. "Cewek kalo dandan, lama banget. Ujung-ujungnya masih sama juga kayak yang biasa."
Aku menoleh dan mendelik kesal ke arahnya.
"Berisik banget."
"Kasian Nando nungguin dari tadi."
"Iya, bawel nih."
Oh ya, sore ini aku dan Kak Nando akan pergi berdua layaknya sepasang kekasih. Hal yang selalu kunanti-nantikan sejak dulu.
Aku tersenyum lebar saat melihatnya telah duduk manis di sofa ruang tamu. Ia membalas senyumanku tak kalah lebarnya.
"Udah siap?"
Aku mengangguk cepat.
"Jangan malem-malem pulangnya. Tahu sendiri, kan, kalo malam minggu gini jalanan rame?" pesan Kak Aldo.
Kak Nando mengangguk sebagai jawaban.
"Aku pergi dulu, Kak," pamitku dan langsung beringsut ke sisi Kak Nando.
Meskipun malam minggu identik dengan hari di mana banyak orang yang pacaran, tapi menurutku malam minggu tidak terlalu penting dalam hubungan. Karena yang dibutuhkan dalam sebuah hubungan hanya sebuah komitmen untuk saling menghargai satu sama lain, bertanggung jawab, dan saling melengkapi.
"Kak, kita nggak backstreet lagi, kan?" tanyaku setelah kami sudah tiba di tempat tujuan. Sebuah kafe yang tengah hits dipilih Kak Nando sebagai tempat kencan pertama kami.
Kak Nando melirikku sekilas, senyum tipis terbit di wajah yang hampir selalu datar itu. Tanpa menjawab tanya yang aku lempar, ia memilih menggenggam erat tanganku. Membawa tubuh kami memasuki kafe yang tengah ramai.
Ah, bahagianya.
***
Fyuh!
Satu naskahku akhirnya selesai aku publish sampai ending. Menyusul RIAK dan Kebelet Nikah dengan CEO yang harus aku selesaikan.
Terima kasih untuk kalian yang telah memasukkan cerita ini ke perpustakaan kalian dan mengikuti cerita ini hingga selesai.
Semoga selalu suka dengan cerita yang aku tawarkan.
Xoxo
Winda Zizty
18 Mei 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top