11

Pasti kalian pernah mendengar pepatah, “sepandai-pandainya tumpai melompat pasti jatuh juga”?

Dan, seperti pepatah itu, sekuat apa pun aku dan Kak Nando menyembunyikan hubungan ini, nyatanya ada saja yang membuat hubungan ini akhirnya terbongkar. Setelah Kak Aldo mengetahui hubungan kami, aku tidak menyangka itu akan menjadi awal dari segalanya.

Terbongkarnya hubungan kami yang membuat suasana langsung berubah seketika. Tegang, dingin, dan aura permusuhan terasa jelas di sana.

Semua bermula dari mulut Nadia yang tidak bisa untuk diam.


***


Siang itu seperti biasa, aku akan pergi ke kantin bersama Nadia untuk mengisi perut. Walau ramai dan penuh sesak, berkat insting Nadia yang bekerja kalau berhubungan dengan makanan, akhirnya kami mendapat meja yang sedikit mengarah ke pojokan.

“Mau mesen apa?” tanyaku berbasa-basi.

Nadia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tampak bingung.

“Mi ayam satu sama es teh aja, deh,” katanya, tak lama kemudian.

Aku mengangguk seraya berdiri. Ya, kami memang begini. Kalau Nadia yang sudah mencarikan meja, maka aku yang akan memesankan makanan. Begitu pula sebaliknya. Seringnya, Nadia, sih, yang bertugas mencari meja untuk kami tempati.

Baru beberapa langkah meninggalkan meja, mataku langsung menangkap sosok Kak Nando yang tengah berjalan menuju kantin. Aku mencoba menenangkan diri saat melihat sosok Kak Meitha yang berdiri di samping Kak Nando.

Lagi-lagi, mereka terlihat bersama. Tak canggung lagi meski hanya berdua menuju kantin.

Hatiku sebenarnya memanas jika mengingat kabar burung yang beredar tentang mereka. Aku lagi-lagi meragu, apa benar mereka hanya sebatas teman? Cepat-cepat aku menggeleng. Merutuki diri karena melupakan tugasku untuk memesan makanan.

Entah memang tengah sial atau apa, lagi-lagi langkah kakiku terhenti. Mataku menangkap sosok Kak Mirdan dan Anisa tengah berdua. Mata mereka terlihat awas menatap sekeliling. Tahulah aku apa penyebabnya.

Mereka berada di taman belakang dekat kantin. Mengobrolkan sesuatu yang entah apa dengan serius. Tindakan yang cukup berani mengingat kantin merupakan salah satu tempat berkumpulnya murid-murid.

Aku mengendikkan bahu. Tahu itu bukan urusanku. Terlalu munafik kalau aku menyalahkan Kak Mirdan atas tingkahnya itu. Karena aku tahu, aku pun sama sepertinya, melanggar peraturan antar ekskul paskibra dan pramuka.

Setelah memesan makanan, aku langsung kembali ke mejaku. Mengernyit saat melihat Nadia mengayunkan tangannya padaku. Mengisyaratkan agar aku cepat-cepat ke arahnya.

“Kenapa?” tanyaku.

“Lihat itu deh.” Nadia menunjuk ke arah luar kantin.

Dengan polosnya aku mengikuti arah telunjuk Nadia. Sontak aku terkinjat saat tahu Kak Mirdan dan Anisalah objek yang dimaksud Nadia.

“Mereka kan beda ekskul,” bisik Nadia, ia mendekatkan wajahnya ke arahku sambil melirik kanan dan kiri. “Kalau anak-anak paskib dan pramuka tahu ada anggotanya yang pacaran, pasti akan ada perang dingin di antara keduanya.”

Aku terpaku. Ucapan Nadia diam-diam menyentilku.

“Udahlah, Nad, itu urusan mereka.” Aku mengibaskan tangan. Mencoba terlihat biasa saja walau sebenarnya aku merasa takut. “Mending urusin urusan kita sendiri.”

“Ran.” Nadia tiba-tiba menyentuh tanganku. “Aku mohon, jangan melanggar peraturan itu kalau kamu tidak mau dibenci orang-orang.”

“Emang siapa juga yang melanggar peraturan itu, sih?” Aku mencoba tertawa. Dasar munafik kamu, Ran!

“Aku tahu, kamu sering banget ngeliatin Kak Nando, ketua paskib itu.” Kata-kata Nadia membuat jantungku berhenti berdetak. Perasaanku semakin tak enak saat melihat tatapan Nadia yang lurus padaku. “Kamu suka, kan, sama dia?” tembaknya. Dan itu sangat tepat sekali.

Bahkan melebihi suka, aku dan Kak Nando bahkan sudah berpacaran hampir satu tahun.

“Kata siapa ih?” Aku lagi-lagi mengelak.

“Kelihatan kali Ran, di muka kamu.” Nadia masih menampilkan mimik seriusnya. “Walau kamu segitu sukanya sama Kak Nando dan berharap jadi pacar dia, hubungan kalian nggak bakalan lancar, Ran. Kecuali …,” Nadia memberi jeda dengan sangat dramatis. “…kamu mau dimusuhi oleh teman-temanmu di ekskul.”

Aku terdiam.

Dimusuhi teman-teman di ekskul? Aku tidak pernah memikirkan itu sebelumnya. Tujuanku mengikuti ekskul, kan, untuk menambah teman, bukan malah menambah musuh.

“Apa separah itu hubungan paskib dan pramuka?” tanyaku tanpa sadar.

“Mereka mungkin bisa berteman, Ran. Terlihat baik-baik aja di luar. Tapi, di dalamnya kita nggak tahu. Coba deh kamu lihat tatapan anak-anak pramuka saat lihat anak-anak paskib, kelihatan banget bedanya. Kamu nggak pernah ngerasa karena kamu termasuk di dalamnya. Atau malah perasaan kamu itu tumpul banget.”

Tak lama makanan yang kami pesan datang. Hal yang membuat kami terdiam untuk beberapa saat.

Diam-diam kulirik Kak Nando yang tengah menikmati makanannya bersama Kak Meitha. Ada rasa bersalah dalam hatiku. Sedikit menyesal karena tidak mengindahkan saran Kak Nando untuk memilih sekolah lain selain SMA Bakti.

Tapi, SMA Baktilah yang ekskul pramukanya terbaik dari sekolah-sekolah yang lain. Salah satu alasanku memilih sekolah di sini.

“Jangan dilihatin terus, Ran. Kak Nando cocoknya pacaran sama Kak Meitha.”

Aku mengumpat Nadia dalam hati. Kesal karena ucapan Nadia. Akankah ia tetap bicara seperti itu kalau mengetahui aku pacar Kak Nando, bukan Kak Meitha?

***

Temen kayak Nadia ini, kampret banget. Omongannya mantul. Tepat sasaran. 🤣🤣

Lagian, Nando juga, udah punya pacar, tapi masih kegatelan sama Meitha. Kan sebel!

Btw, masih mengikuti cerita ini, kan? Aku harap iya.

Xoxo

Winda Zizty
14 Mei 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top