Chapter 11

Selamat datang di chapter 11

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Tandai jika ada typo (hobi)

Thanks

Happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________________

Sungguh takdir yang manis

William Molchior
______________________________________________

Pukul setengah sepuluh malam, para pegawai Bake Me Up masih sibuk sebelum tutup. Sibuk mengerjakan pembukuan, menghitung jumlah bahan yang masih atau kurang, membersihkan dapur, menyapu, mengepel lantai, menata meja serta kursi, membuang sampah, dan mengelap kaca.

Sambil menggendong Jenna yang tidur, Scarlett berjalan keluar dari ruangannya. Secara hati-hati memilih lantai yang belum dipel menuju bagian depan untuk menemui Hillary yang sedang mengelap dinding kaca.

“Kurasa, aku akan mengambil libur akhir pekan. Jadi, tolong gantikan aku besok, Hill,” cetus Scarlett. Menggunakan nada agak pelan sambil membelai rambut keriting gantung Jenna.

Gerakan Hillary pun berhenti untuk menghadap bosnya. “Oke, Boss. Ngomong-ngomong apa yang akan kaurencanakan di akhir pekan?”

“Aku akan pergi piknik, menghabiskan waktu bersama Jenna ke Central Park. Akhir-akhir ini aku lumayan sibuk. Jadi kemarin aku berjanji padanya untuk bermain bersamanya seharian,” papar Scarlett.
Hillary meletakkan kain lap di meja yang terbalik serta ditumpuk meja lain lalu menepuk tangan satu kali dan membawa genggamannya ke pipi. Pandanganya pun menerawang ke langit-langit, seolah-olah membayangkan kata-katanya. “Wah, piknik keluarga. Kedengarannya sangat menarik.”

Pembicaraan mereka terpaksa berhenti sebab Andy, George dan pegawai lain telah rampung melakukan pekerjaan mereka. Hillary sontak mempercepat kerjaannya hingga rampung. Sebagaimana kebiasaan Bake Me Up sebelum sebelum pulang, mereka menyempatkan diri berkumpul untuk mengevaluasi pekerjaan hari ini.

Telah selesai mendengar evaluasi dari pegawainya satu per satu serta memberi solusi kendala atau titah lanjutan yang harus dikerjakan besok, Scarlett pun mengakhiri kegiatan tersebut. “Karena besok dan lusa aku tidak bisa datang, semua tugasku kuserhakan Hillary. Tolong bantu dia kalau kesulitan.”

“Baik, Boss,” jawab mereka secara serempak.

“Baiklah ... kurasa itu saja. Kerja bagus semuanya. Sampai jumpa.”

Para pegawai berhamburan pulang, tinggal Scarlett yang menunggu Hillary menyelesaikan pekerjaan paling akhir. Yaitu menutup serta mengunci pintu ganda kaca bagian depan Bake Me Up. Seonggok kunci tersebut pun masuk tas Hillary setelah selesai.

“Selamat bertugas, Hill. Sampai jumpa.”

“Tugas berat,” gumam Hillary.  Berdebar membayangkan tugas akhir pekan yang sibuk sebab banyak pelanggan seperti biasanya. Namun, ia tetap bersemangat untuk hal tersebut. Lagi pula para pegawai lain akan membantunya bila kesulitan.

“Sampai jumpa juga, Boss,” ucapnya kemudian. Melambai sambil melihat Scarlett mendudukkan Jenna yang masih tidur di carseat bayi bagian tengah mobil, sebelum memindah berat tubuh ke kursi kemudi. Setelah memastikan Chevrolet hitam bossnya meninggalkan Colombus Avenue, Hillary buru-buru mengeluarkan ponsel dan menelepon seseorang.

Akhir pekan pun tiba. Seperti yang telah direncakan sebelumnya, Scarlett akan mengajak Jenna piknik dan bermain ke Central Park. Pukul lima pagi ia sudah bangun dan membuat sarapan serta bekal berupa buah-buahan, susu, jus buah untuk Jenna, jus sayur untuk dirinya sendiri, serta roti lapis Prancis yang ia letakkan keranjang untuk piknik. Rencananyania juga akan membuat penekuk setelah ini.

Mommy ....”

Mendengar panggilan itu, Scarlett memutar kepala menghadap putrinya yang baru keluar dari kamar dan berjalan ke arahnya. “Selamat pagi, Pumpkin ...,” sapanya yang sudah menghentikan kegiatan menata roti lapis Prancis di keranjang untuk menggendong dan mengecup pipi Jenna.

“Apa Mommy sedang membuat sarapan?” tanya gadis gembul itu dengan nada serak khas bangun tidur nan cempreng. Jenna menguap ketika Scarlett mendudukkannya di kursi dapur.

“Iya, apa kau mau anggur hijau, blueberry, dan buah lain untuk sarapan, atau kau mau penekuk, atau roti lapis?”

“Boleh aku makan semuanya?”

Kedua sudut bibir Scarlett tertarik ke atas membentuk senyum lebar. Membalikkan badan dan mendekati Jenna, ia berkacak pinggang lalu pura-pura mengomel. “Kalau perutmu muat, kau boleh makan semuanya.”

Jenna refleks melihat serta mengusap perutnya yang gembul. “Sepertinya muat, Mom.

“Baiklah kalau kau yakin. Tapi kita akan sarapan di taman kota. Apa kau setuju?”

“Ya!” seru Jenna.

Dalam waktu setengah jam kemudian, di saat matahari mulai menyapa New York, Scarlett bersama Jenna telah tiba di tempat tujuan.

Penghujung musim semi akhir pekan menjadikan Central Park cukup ramai. Orang-orang terlihat duduk di rumput untuk piknik. Dua arena ice skating dipadati remaja yang bermain. Arena permainan anak kecil pun ramai. Di bawah siraman cahaya matahari, beberapa orang berkumpul untuk menonton pertunjukan teater sebuah klub teater yang terkenal di Broadway. Beberapa orang berlari kecil serta yoga. Ada pula yang bersepeda dan bermain sepatu roda.

Membawa keranjang di tangan kiri dan menggandeng Jenna, Scarlett mengajak putrinya berjalan menelusuri jalanan setapak yang kanan serta kirinya ditumbuhi pepohonan dan mengenalkan jenis-jenisnya. Mulai dari sugar maple, black tupelo, green ash, hingga sweetgum.

“Kau tahu kenapa pohon ini dinamakan sweetgum?” tanya Scarlett yang sudah meletakkan keranjang piknik di sebelah kiri bagian tepi jalan dan berjongkok untuk memungut daun berbentuk bintang warna cokelat yang jatuh lalu menunjukkan itu pada putrinya.

“Apa karena bisa dimakan seperti permen karet manis?” tanya gadis itu polos yang ikut memungut daun jatuh dan bersiap memakannya. Scarlett buru-buru mencegah dan tersenyum lebar.

“Eit, jangan dimakan. Sebenarnya kau tidak bisa memakannya, Pumpkin. Tapi coba remas daunnya lalu hirup aromanya seperti ini.” Wanita itu menunjukkan pada putrinya dan Jenna kembali mengikuti Scarlett.

“Baunya seperti permen karet manis,” komentar Jenna senang. Senyum lebar melekuk di bibir gadis gembul itu.

“Benar. Karena itulah namanya pohon sweetgum,” ucap Scarlett sambil menowel hidung Jenna. Gadis itu pun mengerutkan hidungnya.

“Kalau ini jenis pohon apa?” tanya seorang pria yang secara ototmatis menginterupsi mereka.

Baik Scarlett mau pun Jenna sama-sama menoleh ke arah sumber suara tersebut dan mendapati William Molchior dalam balutan celana olahraga hitan santai lengkap dengan sepatu serta keringat tipis yang mengalir di pelipis, tengah sibuk membolak-balik daun kecokelatan yang memiliki tiga sisi.

“Itu namanya daun sugar maple.” Gadis itu pun menjelaskan sementara Scarlett keheranan. Sedang apa pria itu di sini?

Mendapati William berjalah ke arah mereka, Scarlett berdiri dan mengamati Jenna bersama William.

“Benarkah, Pumpkin?” tanya pria itu yang sudah menyejajarkan diri dengan Jenna, mirip posisi Scarlett tadi.

“Iya, kata Mommy rasanya manis seperti sirup maple.” Jenna mengangguk. “Tapi kita harus memasaknya lebih dulu.”

“Sedang apa kau di sini?”

William mendongak dan menatap Scarlett yang menaikkan sebelah alis pertanda heran. “Aku biasanya joging di sini waktu akhir pekan. Pasti suatu kebetulan kita bisa bertemu seperti ini. Sungguh takdir yang manis. Seperti sugar maple dan sweetgum ini. Hahaha ....”

Tidak mungkin kan William akan berkata kalau semalam Hillary memberitahunya. Dan akhir pekan yang seharusnya menjadi penantiannya untuk tidur hingga siang ia gunakan untuk kemari. Bagian joging, William tidak berbohong. Benar adanya ia berlari kecil mengitari hampir seluruh penjuru taman kota ini untuk menemukan Scarlett dan Jenna dari satu jam yang lalu.

Scarlett memiringkan kepala dan semakin mengernyit mendengar William tertawa sumbang serta terkesan dipaksakan. “Bukankah kau seharusnya berada di Phoenix?”

“Aku pindah ke Bulmberg beberapa waktu lalu,” jawab William jujur.

“Bulmberg?” ulang Scarlett, “Blumberg dekat sini?” Wanita itu melengkapinya dengan menunjuk daerah yang ia maksud.

“Ya, setahuku hanya ada satu Blumberg di New York dan tempatnya di dekat sini,” jelas William pura-pura memberikan daun sugar maple yang masih ia pegang pada Jenna untuk menghindari pertanyaan Scarlett selanjutnya. “Apa kau bisa memasaknya, Pumpkin?” bisik pria itu.

“Aku belum bisa. Kata Mommy, Mommy yang akan melakukannya untukku,” jawab Jenna.

Scarlett masih mengamati Jenna dan William. Sedangkan benaknya pun memberi kesimpulan. Apabila pria itu sudah pindah di sini beberapa waktu lalu, maka tidak heran kemarin bisa mengikuti kelas memasak kue. Perkataan tentang perhatian kecil serta tindakan William yang mengusap pipinya waktu itu tidak sengaja merasuki ingatan Scarlett. Sehingga membuatnya kesusahan menelan ludah dengan kinerja jantung yang sedikit meningkat melebihi irama normal. Entah kenapa tiba-tiba suara kicauan burung juga terdengar bersahut-sahutan. Bersamaan dengan itu pula, angin yang sejuk membelai pipi Scarlett.

“Jadi kalian akan piknik?” tanya William, menatap keranjang yang yang masih berada di tepi jalanan setapak.

Scarlett sedikit terkejut. Karenanya, ia mengerjap beberapa kali. “Ya ... begitulah.”

“Boleh aku ikut kalian?”

Permintaan William membuat Scarlett kembali mengernyit. “Bukankah kau sibuk joging?”

“Oh, aku sudah selesai. Sekarang sedang istirahat,” jawab William yang kemudian celingukan. Berinisiatif mencari tempat untuk mereka duduk. “Bagaimana kalau kita duduk di dekat danau itu?”

Scarlett dan Jenna sama-sama melihat ke arah tepi danau yang tidak terlalu ramai. Masih ada beberapa jarak kosong yang jelas bisa mereka gunakan. “Apakah aku sudah menyetujui permintaanmu? Dan apa kau tidak berpikir di sana berbahaya untuk Jenna?”

William menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Bagaimana denganmu, Pumpkin? Apa aku boleh ikut piknik?” tanyanya dengan wajah memelas pada Jenna. Biasanya, anak kecil lebih mudah dibujuk.

“Ya. Kau boleh ikut kami piknik. Mommy membawa banyak makanan dan jus di keranjang itu untuk sarapan. Kita bisa sarapan bersama.

Scarlett ternganga sementara William tersenyum lebar.

“Pumpkin, paman bungan Lilac akan segera pulang.” Scarlett menengahi percakapan mereka.

“Paman bunga Lilac?” ulang William, setengah mendengkus, setengah tertawa, dan setengah tak percaya Scarlett memanggilkan dirinya dengan sebutan itu untuk Jenna. Apakah terlalu susah memanggilnya William?

Jenna mendongak untuk melihat William yang masih berjongkok. “Apa kau akan pulang dengan mobil keren seperti saat pergi mengantar kue?”

“Pumpkin—”

“Sayang sekali aku tidak membawanya,” potong William cepat dan menyambar kesempatan ktu untuk membujuk Jenna menggunakan wajah yang lebih memelas. “Apa kau mau naik mobil kerenku lagi?”

“Tentu saja!” sorak Jenna senang. Scarlett langsung memejam dan melepas napas lelah.

“Kau boleh menaikinya lagi kalau aku membawanya,” jawab William ikut senang. Sudah mengubah wajahnya menjadi semringah lalu berdiri.  “Sekarang ayo kita piknik dulu.”

Sekali lagi Scarlett menghela napas dan memutar bola mata. Jadi, pria ini serius dengan kata-katanya kemarin?

“Let’s go, Mommy.”

Begitu Scarlett mendengar sekaligus melihat ke arah Jenna, rupanya William sudah menggandeng putrinya sambil membawa keranjang piknik dan berjalan menuju tepi danau. Scarlett pun cepat-cepat menyamai langkah mereka.

“Sudah kukatakan, kau hanya perlu menerima semua perhatianku,” bisik William pada Scarlett yang sudah meraih tangan bebas Jenna. “Dan tenang saja, aku akan mengawasi Pumpkin agar tidak mendekati danau.”

Gelengan kepala, putaran bola mata malas, serta embusan napas berat menjadi jawaban Scarlett.

Mereka bertiga tiba di tempat yang ditunjuk William. Pria itu meletakkan keranjang yang langsung diambil alih oleh Scarlett. Alas motif kotak-kotak kombinasi merah dan putih wanita itu  keluarkan dan lebarkan. Jenna dan William pun ikut membantu meluruskan bagian yang terlipat  supaya alas tersebut tertata dengan baik.

“Aku sudah lapar,” kata Jenna pelan yang sudah mengambil duduk sambil meraba perutnya.

“Aku juga sudah lapar,” kata William, mengikuti tingkah Jenna.

Scarlett mencibir. Ini sebenarnya yang memberi perhatian siapa? Kenapa kelihatannya seperti ia yang harus memberi William sarapan—yang biasanya disebut ‘perhatian’—oleh orang-orang yang memulai pendekatan? Scarlett pun heran serta tercenung.

Berusaha menendang kekonyolan itu, Scarlett memilih merakit senyuman yang ia tujukan pada Jenna. “Kau ingin makan apa? Penekuk, buah, atau roti lapis?” tanyanya.

“Semuanya,” jawab Jenna. Melebarkan tangan untuk memperagakan jawabnnya.

“Aku juga ingin makan semuanya,”.jawab William.

Apakah tadi Scarlett bertanya pada pria itu? Seingatnya tidak.

“Hanya kalau perutmu muat,” jawab Scarlett.

“Ya. Tadi Mommy sudah mengiyakannya.”

“Aku juga ingin makan semuanya,” ungkap William lagi.

Scarlett mengabaikan pria itu dan membuka tempat makan bulat berisi dua lembar penekuk lalu menghias bagian atasnya menggunakan whipe cream, juga blueberry yang disiram sirup maple. Setelah memberi garpu merah muda kecil pasangan tempatmakan balita itu, barulah memberikannya pada Jenna. “Ini dulu ya?”

“Ya. Thanks, Mommy.”

Kelihatan sangat menggiurkan, William meneguk ludah melihat makanan itu. Scarlett yang sedikit melirik ke arah pria itu ketika mengambil jus sayurnya pun tersenyum jemawa.

“Look so tasty,” gumam William lalu memasang wajah memelas pada Scarlett. Wanita yang masih menunduk dan sedang berkutat dengan jus saur itu malah menampilkan smirk smile. Meski samar, William yakin melihatnya.

Ekhm ..., ekhm ..., ” deham William sambil mencibir.

Kenapa Scarlett tidak memperhatikannya? Apa ia kurang ‘hot’ dengan penampilan agak-agak berkeringat yang konon kata orang-orang sangat seksi mirip di film-film? Lalu, William juga sebenarnya lapar dan haus. Berlari mengelilingi Central Park tentu membuatnya kehilangan tenaga. Kebetulan juga ia belum sarapan dan membawa apa pun karena ingin cepat menemukan Scarlett dan Jenna. Bahkan ia sengaja tidak membawa mobil. Alibi supaya wanita itu memgantarnya pulang. Lalu akan timbullah gayung bersambut.

Namun, terlepas dari semua misinya untuk mendapatkan hati Scarlett,  tidakkah hati nurani wanita itu bekerja ketika melihatnya kelaparan dan kehausan seperti ini?

“Kalau kau batuk, tolong segera berobat. Aku dan Jenna tidak ingin tertular.”

William ternganga. Apa yang baru saja wanita itu katakan?

“Aku sangat sehat. Hanya haus,” jawab William yang berusaha tersenyum. “Dan lapar,” celetuk pria itu.

“Kenapa kau tidak pergi ke pancuran keran yang ada sana? Itu ..., aku melihatnya sedang kosong.” Scarlett menunjuk pancuran keran mirip wastafel di tengah taman yang dikelilingi tempat duduk. Ada juga beberapa ekor burung dara di paving sekitar keran pancuran itu. “Cepatlah ke sana dan minum, sebelum seekor burung dara menyerobot antreanmu. Lalu sepertinya aku tadi sempat melihat penjual hot dog.”

“Scarl. Apa kau tahu kau itu sangat menggemaskan?” tanya William sambil terus memaksakan senyum yang memperlihatkan lesung pipinya.

Menggemaskan? Menggemaskan dari mananya? Kejam? Iya. Tidak peka? Sangat. William mengejek bualannya sendiri sekaligus heran kenapa harus Scarlett yang bisa menarik perhatianya hingga nyaris membuatnya gila seperti ini.

______________________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote, komen, dan benerin typo. Kelen luar biasa.

Well, bonus foto bang Ki Will

Scarlett dan Jenna

Bang Regis

See you next week teman temin

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

20 Juni 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top