Chapter 10

Selamat datang di chapter 10

Tinggalkan jejak dengan vote dan komen

Btw, numpang promosi dulu ya, eheeee

Well, adakah yang hobi nulis cerita tapi nggak tau tekniknya? Atau yang punya banyak imajinasi tapi bingung nuanginnya gimana?

Baru-baru ini saya ditawari Ruang Tempa Penulis untuk dipercaya menjadi mentor dan membuat kelas dengan goals membuat sebuah novel dalam kurun waktu 3 bulan. (Satu bulan materi dan dua bulan eksekusi nulis)

Caranya gampang banget kalau ingin gabung, kelen bisa dm saya di ig, nanti akan saya kasih format pendaftaramnya seperti apa.

Loh thor berbayar ya?

Iyoooo 😭

Harga pendaftarannya sebenernya 110 ribu, karena ada diskon jadinya tinggal 60 ribu. Daaaannnn menurut saya pribadi ya, harga segitu sangatlah murah untuk mendapatkan ilmu serta menyelesaikan satu buah novel dalam waktu 3 bulan.

Sooo tunggu apa lagi ... yuk daftar sebelum kuotanya abis karena terbatas 😭

Well, happy reading everyone

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________________

Setiap orang pasti akan merasa tertekan dengan trauma masa lalu dan suatu hari ingin bebas menceritakan trauma itu tanpa beban apa pun

Scarlett Delillah
_____________________________________________

Sudah tiga jam lalu semenjak jam makan siang berakhir, tetapi keramaian masih belum meninggalan restoran Clinton St Baking Company. Orang-orang yang datang memenuhi setiap sudut di kala senja mulai menyapa terlihat makan makanan penutup dan duduk bersantai bersama kawan sambil memesan minuman untuk melepas kepenatan seusai bergumul dengan pekerjaan kantor. Tampak pula kaula muda bersama teman atau kekasih yang tengah mengobrol.

Menggendong Jenna, Scarlett bersama Hillary dan George memasuki kawasan restoran itu. Beberapa waktu lalu, sang pemilik mengundangnya untuk mengajar kelas membuat kue. Begitu langkah mereka mencapai pintu ganda, pramusaji yang bertugas di sana membukakan pintu dan mempersilakan mereka masuk. Scarlett mengatakan tujuannya dan wanita berseragam restoran mengantarkan pada asisten yang ditugaskan khusus bagian kelas membuat kue.

Mereka dipersilakan duduk sementara asisten tadi memanggil bossnya. Tidak lama kemudian pria paruh baya bergabung di meja mereka dan berbasa-basi sedikit sebelum digiring menuju ruangan yang tidak terlalu luas tetapi mampu menampung sejumlah orang.

Ruangan itu sendiri berisi meja-meja yang di depannya terdapat bahan serta alat pembuat kue, termasuk kompor listrik. Ada juga satu meja di depan papan tulis yang nantinya akan digunakan Scarlett untuk memulai kelasnya.

Berhubung lima menit lagi kelas dimulai, sang pemilik mempersilakan Scarlett melakukan persiapan dan meninggalkan mereka karena ada urusan. Wanita itu menyanggupi dan berterima kasih dan mulai langkah awal. Yakni meminta Hillary untuk menemani Jenna ke arena bermain, karena suatu kebetulan restoran itu dilengkapi tempat permainan balita. Sedangkan George bertugas sebagai asisten Scarlett.

Scarlett sudah bersiap di mejanya. Bersama George, mengenakan apron cokelat khas Bake Me Up dan topi pâtisserie serta name tag. Satu per satu orang memasuki ruangan dan kebanyakan dari mereka merupakan wanita berumur di atas tiga puluh. Ada juga seorang wanita paruh baya dan dua laki-laki yang lebih muda darinya-masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

Diarahkan asisten pemilik restoran, Scarlett melihat mereka menempati meja masing-masing. Pandangannya menelesik ke berbagai sudut. Namun, ketika retinanya menangkap sosok seorang pria bermata hijau zambrut yang sangat dikenalnya masuk ruangan dan menempati meja persis di depan mejanya, ia terhenyak lalu memiringkan kepala. Degup jantungnya juga terasa meningkat. Campuran antara malu—sebab teringat beberapa saat lalu telah menceritakan sesuatu yang begitu rapat ia sembunyikan—sekaligus heran dan penasaran mendapati pria itu berada di sini.

“Bukankah dia Mr. Molchior? Kenapa dia berada di sini?” Pertanyaan dari George jelas mewakili pikiran Scarlett.

Rupanya, gumaman pria bertubuh gemuk itu didengar oleh William. “Tentu saja ikut kelas membuat kue,” jawabnya polos. “Memangnya apa lagi?”

Are you serious? Scarlett tersenyum miring. Ia baru menyadari pandangan para wanita di ruangan mengarah pada William, seolah memuja seorang pangeran yang baru datang dari antah berantah dan sedang mencari calon pendamping. Sedangkan pria itu sendiri masih asyik melempar senyum yang memperlihatkan lesung pipinya pada Scarlett.

A hundred percent sure, jawab William sambil membentuk tanda OK menggunakan jari-jemarinya dan anggukan samar.

Scarlett hampir mendengkus. Gelengan kepala pelan menjadi pertanda ia sedang mencoba mengesampingkan urusan pribadi dan kekonyolan pria itu. Ia lantas memumutuskan memilih memulai kelasnya dengan perkenalan. Dilanjutkan doa menurut kepercayaan masing-masing. Setelahnya, Scarlett mengambil perhatian kelas kembali.

“Oke, silakan mengenakan apron dan name tag yang disediakan.”

Orang-orang dengan semangat melaksanakam perintah Scarlett. Beberapa dari mereka saling berpandangan dan mengobrol dalam bisikan. Scarlett berdeham sskali untuk mengambil alih perhatian lagi.

So ... we're gonna make a super easy and simple crème brûlée without the oven,” terang Scarlett sambil menggerakkan kedua tangannya di udara.

Mendengarkan dengan saksama dan secara antusias, orang-orang memperhatikan Scarlett mengambil spidol lalu menggambar kue tersebut di papan tulis. Sambil menulis bagian-bagiannya, wanita itu menerangkan. Kemudian dibantu George, ia mulai mempraktekkan cara membuat makanan penutup tersebut. Dimuali dari menyiapkan panci dan menyalakan kompor untuk memanaskan heavy cream dengan api sedang ditambah garam sedikit sebagai penyeimbang rasa.

“Jangan sampai terlalu mendidih. Cukup memastikam bagian pinggiran panci yang meletup-letup,” terang Scarlett sambil mengacungkan jari yang bebas, tidak ia gunakan untuk mengaduk cream, sambil melihat pekerjaan orang-orang dari mejanya.

Usai memastikan isi pancinya, Scarlett meminta George menggantikan pekerjaannya mengaduk untuk memeriksa hasil kerja orang-orang. Ketika tiba di meja William, ia melihat pria itu menggaruk pelipis sebelah alis menggunakan jari telunjuk sedangkan tangan satunya memegang panci yang dibolak-balik. Pandangannya pun berpindah-pindah. Dari panci tersebut, ke kompor, dan begitu lagi selama beberapa kali.

“Apa kau tidak tahu cara menyalakan kompor?” tebak Scarlett. Senyum masam secara langsung melekuk di wajah William yang ditundukkan. Sesungguhnya, ia juga tidak tahu kenapa tanpa banyak pikir menyetujui ide Hillary. Padahal ia sama sekali tidak pernah menyentuh peralatan dapur. Apalagi membuat kue. Ini sungguh di luar nalarnya.

Namun, setelah ia berpikir kembali, ini pasti karena Hillary berkata, “The past is in the past. Yang penting adalah sekarang. Bukankah kalau menyukai seseorang, kita pasti akan menerima bagaimana masa lalu orang itu? Jadi, kusarankan kau ikut kelas membuat kue untuk mendekati Bossku.

Benar, batin William. Mendengar Scarlett menghela napas, ia kembali melihat wanita itu.

“Perhatikan caranya menualakan kompor dan memanaskan heavy cream. Jangan lihat aku.”

Perkataan Scarlett membuat senyum William melebar. “Kau sangat cantik, sepertinya aku gagal fokus.”

Dasar play boy, perayu ulung, maki Scarlette dalam hati. Ia membayangkan panci dalam geggaman William melayang ke kepala pria itu. Menggeleng samar, ia segera mengambil alih benda tersebut untuk menjelaskan caranya.

“Letakkan pancinya di gambar lingkaran ini. Lalu tekan tombol ini untuk menyalakan kompornya. Setelahnya kau tuang heavy cream dari botol Heaven Field itu ke panci. Lalu tambahkan sedikit garam dan aduk menggunakan ini.”

William mencoba mengikuti instruksi Scarlett dengan hati-hati. Setelah dirasa benar, Scarlett kembali menambahkan, “Kerja bagus. Yang harus kau lakukan sekarang adalah melihat gelembung-gelembung kecil tanda mendidih di pinggiran panci. Kalau sudah, tekan tombol yang tadi untuk mematikan kompornya lagi.”

William terkagum-kagum dengan sikap cekatan Scarlett sampai-sampai sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Sambil mengaduk, kepalanya mengikuti Scarlett yang bergerak ke meja sebelahnya dan membenarkan peserta kelas membuat kue yang keliru mengikuti instruksi wanita itu hingga peserta terakhir dan kembali ke meja depan.

Setengah jam sudah terlewati. Dalam kurun waktu itu juga William tidak henti-hentinya membuat ulah. Pertama, karena terlalu asyik mengamati Scarlett, ia mendidihkan heavy cream hingga nyaris tumpah dan jelas harus mengulang. Selain itu, pria berbadan tegap tersebut tidak tahu nama-nama peralatan dapur, tidak tahu cara memecah telur, dan hampir menumpahkan apa saja di mejanya. Sehingga menghambat waktu dan kinerja pembuatan crème brulé.

Mulanya Scarlett masih bersabar dan telaten membimbing pria itu dengan baik. Didapatkan pula respons kepolosan wajah William yang baru dijumpainya. Berhubung kesalahan-kesalahan lain kembali terjadi dan kali ini kesabarannya sudah habis, serta tidak ingin peserta lain menggerutu sebab terkendala pria itu—walau ia yakin tidak akan ada wanita yang akan menggerutui William—Scarlett meminta George menggantikannya mendampingi pria itu. Sedangkan dirinya sendiri melanjutkan penjelasan dan prakteknya.

Seperempat jam kemudian, semua peserta menyelesaikan kegiatannya membuat crème brulé, kecuali William yang masih tahap di mana setiap kali mencampur didihan heavy cream dengan campuran antara telur dan gula yang diaduk, adonannya malah berubah menjadi scrambled egg.

Mulanya Scarlett ingin kembali membimbing pria itu sebab George sudah kembali ke sebelahnya. Namun, para wanita sudah berkumpul di meja William untuk mewakilinya membantu lebih dulu. Dikarenakan terlalu banyak masukan yang diperoleh, Scarlett bisa membaca William yang menjadi bingung dan pusing.

Niatnya ke sini untuk mendekati Scarelett, tetapi rupanya malah jadi seperti ini. William membuat catatan dalam hati untuk tidak pernah lagi berurusan dengan acara membuat kue jenis apa pun itu. Masih banyak cara untuk mendekati Scarlett. Ia adalah penakhluk wanita dan yakin bisa menakhlukkan hati Scarlett.

Ladies ... aku menyerah. Aku tidak bisa membuatnya. Oke?” Dengan wajah penuh keringat, William pasrah. Tangannya yang membawa whisker terangkat untuk mempertegas kata-katanya supaya para wanita yang mengerubunginya bagai semut bisa meninggalkannya.

Scarlett sedikit terhibur kemudian menutup kelas. Namun, lagi dan lagi, para wanita kembali mengerubungi pria itu dan berusaha memberikan crème brulé buatan mereka.

“Dia sangat populer. Anyway, melihat dari tidak bisanya dia membuat kue, kurasa dia kemari untuk mendekatimu, Boss,” bisik George sambil membereskan peralatan. “Kenapa kau tidak mulai membuka lembaran baru dengan mengencaninya?”

“Hentikan gosipmu, George,” sergah Scarlett. “Apa kau sudah gila?”

Sayang sekali, pria gemuk itu tidak menggubris Scarlett. “Dia kaya raya,” ibuhnya, masih sambil berbisik.

“Diamlah, George!”

“Daripada kakaknya, aku lebih suka dia. Ups dia kemari, sepertinya aku harus pergi ke toilet.”

“Yang benar saja, George ...,” keluh Scarlett yang masih sibuk membakar gula di atas adonan crème steam. Pekerjaannya tadi tertunda karena sibuk mengecek buatan orang-orang dan sibuk mencuri pandang ke meja William yang dikerubungi wanita.

“Kelihatannya lezat,” komentar William yang telah resmi memindah berat tubuhnya di depan meja Scarlett. “Boleh itu untukku?”

Sorry, ini untuk Jenna,” jawab Scarlett. Entah kenapa melengkapinya dengan senyum geli.

Detik itu juga, William seolah baru saja mendengar suara kambing congek mengembek di dalam benaknya. “Oh, well ... ya ... ya ... tentu saja itu untuk Jenna. Hmm ... If I was her.

Scarlett meletakkan obor yang telah dimatikan di meja untuk menunduk dan tertawa pelan. “Jadi, kau akan memakai rok tutu warna merah jambu dan bando tanduk unicorn.”

William mendengkus. “Kau membayangkan aku seperti itu?”

Sorry, aku tidak sengaja. Tapi itu karena kau yang memulainya,” aku Scarlett.

William diam dan memperhatikan wanita di hadapannya yang masih tertawa. Untuk pertama kalinya, ia tidak memikirkan bagaimana cara membawa seorang wanita ke ranjangnya sebagai penghangat. Lalu secara implusif berkata, “Kalau itu bisa membuatmu tertawa seperti ini, yes I will.

Masih mencoba meredakan tawanya, Scarlett mengibas tangan di depan wajah. “Jangan konyol!”

William belum mengganti kegiatannya memandangi Scarlett. Satu yang patut ia syukuri. “Apa kau tahu? Aku lebih suka melihat kau tersenyum seperti ini daripada menangis seperti kemaren. Sorry, bukan maksudku mengingatkanmu soal itu. Tapi aku hanya mengatakan apa yang kupikirka secara bersugguh-sungguh. Dan aku senang kau baik-baik saja.”

Benar. William tidak sedang membual atau merayu. Itu merupakan ucapan tertulus yang pernah ia ucapkan pada seorang wanita selain ibunya.

Scarlett pun tercenung dan menurunkan pandangan ke arah crème brulé buatannya lalu menaikkan pandangannya kembali pada William. “Terima kasih,” ucap wanita berambut kepang itu, “ngomong-ngomong, dari mana kau tahu ada kelas memasak kue di sini?”

William hampir gelagapan. “Wah tampaknya kau lupa kalau zaman sekarang ada internet.”

“Em, begitu ....” Scarlett mengangguk. “Tampaknya kau menikmati kegiatanmu dikerubungi para wanita.” Ia pun melepas topi pâtisserie dan meletakkannya di meja.

“Kenapa? Kau cemburu?” goda William sambil setengah tertawa jemawa.

Kedua tangan wanita itu mengarah ke belakang untuk meraih tali arpon. “Yang benar saja. Sama sekali tidak.”

“Padahal aku sangat beharap kau cemburu,” aku William yang merupakan sebuah godaan juga. Ia pun menyadari bila Scarlett kesusahan melepas tali apronnya. “Seperti kau kesulitan? Mau kubantu?” tawarnya.

Scarlett berdeham dan melirik ke sembarang arah. Tidak tahu kenapa tiba-tiba gugup. “Yes, please, ucapnya pelan.

Dan tanpa menunggu sedetik waktu bergulir, William berjalan memutari meja menuju wanita itu dan membelakanginya. Sebelum berusaha mengurai tali tersebut, sambil mengernyit, William memperhatikan terlebih dulu. “Siapa yang melilitkan simpul ini?”

“A-aku. Memangnya kenapa?”

“Lilitannya berantakan. Tapi mari kita coba.”

“Itu karena aku tadi tergesa-gesa.” Scarlett menggigit bibir bawahnya ketika merasakan sentuhan ringan tangan pria itu di punggungnya. Tanpa sadar ia pun menahan napas selama beberapa saat.

“Scarl,” pangging William. Menjeda untuk menunggu reaksi wanita itu sekaligus konsentrasi melepas lilitan.

“Ya?”

“Bagaimana kalau aku membantu menyembuhkan traumamu?”

Scarlett sontak memutar kepala ke samping. “Maksudmu?”

“Kau jelas mengerti maksudku. Begini, aku berpikir aku tidak peduli lagi soal masa lalumu. Jadi, yang ingin kulakukan hanya menyembuhkan traumamu,” papar William. Sedikit lagi lilitan apron itu berhasil ia urai.

A play boy like you?

Sekali lagi William mendengar suara kambing congek mengembek dalam benaknya. Agaknya mengejeknya. Sesaat, ia juga menghentikan kegiatannya untuk mengambil serta menghela napas kasar.

“Ya, a play boy like me, so what?

“Aku yakin traumaku akan bertambah parah,” sindir Scarlett yang sesungguhnya merasa tidak nyaman atas topik yang mereka bicarakan. Setiap orang pasti akan merasa tertekan dengan trauma masa lalu dan suatu hari ingin bebas menceritakan trauma itu tanpa beban apa pun.

“Bagaimana kalau aku bersedia setia?”

“Haruskan aku percaya dengan omongan seorang play boy?

Bertepatan dengan itu kegiatan William mengurai tali apron Scarlett rampung. Gelombang kejut menyerangnya ketika pria itu membalikkan badannya dan memegangi kedua lengan kurusnya lalu menunduk dengan sorot sepasang iris hijau zambrut yang menghujaminya secara serius.

“Dengar, memang benar kau seharusnya tidak percaya omonganku sekarang juga. Tapi, coba lihat saja ke depannya. Aku akan membuktikannya. Yang harus kau lakukan hanyalah menerima semua perhatianku.” William memberi senyuman. Sebelum pria itu bergerak menjauh, ia menambahkan, “Sebenarnya ada sedikit gula pasir yang menempel di pipimu.” Lalu menyentuh, membersihkan bagian itu dan pergi. Meninggalkan detak jantung Scarlett yang jumpalitan.

______________________________________________

Thanks for reading this chapter

Thanks juga yang udah vote, komen, dan benerin typo, kelen luar biasa 😭👍

Kelen team siapa?

Team buaya (bang Ki Wil liam)

Atau

Team singa (bang Regis)

Bonus foto Scarlett sama Jenna (anggep aja matanya kayak Regis ya)

Well, see you next week teman temin

With Love
©®Chacha Prima
👻👻👻

12 Juni 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top