Bab Dua
Perjalanan dari kantor menuju stasiun terasa berbeda. Senja ini, Sakura melangkahkan kaki dengan langkah cepat seraya mengepitkan tasnya erat-erat. Ia bahkan terlihat seperti seseorang yang setengah berlari dan menghindari sesuatu hingga ia menuruni eskalator menuju stasiun.
Ia masih mengingat kejadian pekan lalu dan merasa trauma hingga tidak berani menggunakan ponsel terang-terangan di jalan. Bagaimana kalau ia sedang sial dan kembali menjadi korban pecopetan? Kali ini belum tentu ada yang akan menolongnya.
"Sakura! Tunggu!"
Terdengar suara seseorang yang berteriak memanggilnya dan Sakura segera berhenti melangkah. Ia menoleh dan mendapati rekan kerjanya mengejarnya dengan napas terengah-engah. Kening perempuan itu bahkan basah karena berkeringat.
"Ah, Ino. Kenapa kau lari-lari begitu?"
Ino terdiam sesaat, berusaha mengatur napas sebelum menarik lengan Sakura untuk menepi. Tadi beberapa orang sudah mengernyitkan dahi, merasa tidak nyaman karena Sakura yang berhenti tiba-tiba menganggu ritme jalan sehingga mereka harus menghindar.
Sakura baru menyadari kalau ia menghalangi jalan sehingga ia cepat-cepat menepi ke sisi pintu masuk stasiun bawah tanah. Ia segera mengeluarkan tisu dari tasnya dan seketika merasa panik. Ia baru menyadari kalau ponselnya tidak ada.
Menyadari Sakura yang terlihat panik, Ino cepat-cepat mengeluarkan sebuah ponsel dan charger dari tasnya sendiri. Ia segera berkata, "Duh, tadi ponselmu ketinggalan, tahu. Untung aku ngeh, jadi kukejar. Namun jalanmu cepat sekali, seperti dikejar hantu saja."
Sakura meringis. Ia benar-benar ceroboh hingga melupakan ponselnya yang ia charge. Kalau saja Ino tidak membawakannya, dia pasti harus kembali ke kantor. Padahal perjalanan dari kantor ke stasiun butuh hampir sepuluh menit.
"Ya ampun. Makasih, lho. Maaf merepotkanmu begini, sampai kau harus berlari-lari," ucap Sakura seraya membungkukkan badan.
"Duh, tidak masalah. Lain kali hati-hati, ya. Kau ini memikirkan apa, sih?" tanya Ino seraya memberikan ponsel Sakura.
Sakura kembali meringis. Sesungguhnya dia berpikir untuk segera pulang. Begitu pekerjaannya selesai, ia langsung mematikan komputer dan berpamitan. Alasannya, karena ingin menonton episode drama terbaru di kereta.
"Ehehe ... sebenarnya aku ingin menonton drama episode terbaru di kereta. Jadi aku mau cepat pulang," sahut Sakura sambil terkekeh.
Ino menatap rekan kerjanya. Perempuan berambut merah muda itu sama seperti dirinya, sesama fresh graduate jurusan Akuntansi. Mereka juga satu universitas, namun semasa kuliah tidak begitu akrab. Mereka baru akrab menjelang skripsi, karena kebetulan satu bimbingan.
Sejak ia mengenal Sakura pertama kali, ia tahu kalau Sakura orang yang ceroboh. Namun ia tidak menyangka perempuan itu sampai meninggalkan ponselnya di kantor. Padahal baru kecopetan minggu lalu.
"Dasar. Oppa bisa menunggu. Ponselmu lebih penting, tahu!" seru Ino.
Sakura mengeluarkan tisu dari tasnya dan memberikan pada Ino. Mendadak ia teringat dengan lelaki yang ditemuinya waktu itu. Sejak mereka bertemu, mereka tidak berkomunikasi lagi. Pada akhirnya, mereka saling follow Instagram. Namun hanya sebatas itu saja.
"Iya, iya. Kok kau ini bawel sekali, sih? Mirip ...." Sakura memutuskan ucapannya, baru tersadar kalau ia akan membahas Sasuke.
"Mirip siapa?"tanya Ino seraya menatap perempuan merah muda itu dengan seribu tanda tanya di benaknya.
"Cowok ganteng bawel yang kutemui minggu lalu," sahut Sakura seraya menutup mulutnya sendiri. Ia berusaha menyembunyikan senyumannya ketika mengingat wajah pria itu samar-samar. Sebetulnya, Sasuke memang tampan, style-nya juga oke, orangnya cukup baik. Namun ucapannya agak tajam.
"Hah? Kau kencan? Ya ampun, gimana orangnya?"tanya Ino dengan antusiasme yang meningkat seketika.
Sakura terdiam sesaat sebelum menyahut, "Kalau dua orang yang baru sekali bertemu lalu makan bersama bisa disebut kencan, ya aku memang kencan. Ke kedai kopi di sana, yuk. Aku mau cerita sekalian makan."
Ino segera mengiyakan. Toh ia juga butuh cemilan.
.
.
Sasuke meletakkan stik drumnya sebelum bangkit berdiri dan mulai meregangkan badannya. Tubuhnya lumayan pegal sesudah berlatih selama dua jam di studio sewaan bersama rekan-rekannya.
"Mau minum, Bro?" tawar Gaara seraya menepuk bahu Sasuke.
Sasuke segera mengangkat tangannya. Sepulang latihan, ia perlu log in ke salah satu akun Mobile Legend kliennya dan bergadang. Saat ini kliennya di peringkat Elite III, lalu menggunakan jasanya untuk menaikkan rank hingga Legend.
"Pass. Aku masih ada urusan hari ini," tolak Sasuke.
Naruto melirik Sasuke sekilas. Ia tahu lelaki itu melakukan beberapa pekerjaan saat ini dan apa saja yang dilakukannya. Sampai sekarang, ia masih tak habis pikir bagaimana Sasuke bisa bertahan dengan tidur kurang dari enam jam setiap hari kecuali akhir pekan.
"Oh? Kau mengurus akun klienmu lagi?" tanya Naruto.
Sasuke mengangguk, "Elite III ke Legend. Butuh beberapa jam."
Gaara mendengkus. Ia juga pernah bermain Mobile Legend. Kalau sedang sial dan mendapat tim yang seluruhnya beban, akan lebih sulit.
"Gila! Good luck, Bro," ucap Gaara seraya menepuk punggung Sasuke.
Sasuke segera mengangkat tangannya dan berpamitan, "Duluan, ya."
Tanpa menunggu respon rekan-rekannya, ia segera keluar dari studio dan berjalan menuju stasiun. Tubuhnya agak pegal dan ia tergoda menggunakan jasa transportasi online agar segera sampai di rumah, namun ia segera menghentikan dirinya.
Jasa transportasi online dan tarif kereta berbeda lima kali lipat. Klien kali ini memesan paket dua hari, sehingga dia masih memiliki waktu. Lagipula besok jadwalnya di tempat kursus piano. Pekerjaannya dimulai jam dua siang, lalu minimarket.
Sasuke melangkahkan menuju stasiun dengan cepat. Ketika sampai di kereta nanti, dia bisa tidur sebentar. Matanya mulai berair, pertanda ia harus segera tidur.
Tangan Sasuke segera menyentuh sandaran kursi secara refleks dan mencengkramnya. Kalau saja ia tidak bergerak refleks, ia mungkin sudah tersandung sekarang. Ia bahkan tidak menyadari keberadaan kursi besi di trotoar.
Sasuke segera berhenti berjalan dan memutuskan untuk duduk. Ia memahami tubuhnya sendiri. Kalau sudah begini, tidak ada pilihan selain menggunakan jasa transportasi online. Kalau ia memaksa naik kereta lalu terjatuh, bisa gawat kalau dia sampai terluka dan tidak bisa pergi bekerja.
Ia segera memesan taksi online. Ia beruntung karena pengemudi cuma berjarak dua menit dari tempatnya berada. Ia segera memperhatikan mobil-mobil yang berlalu lalang, mencari sebuah mobil berwarna hitam dengan plat yang tertera di aplikasi.
Sasuke segera mengangkat tangan begitu melihat mobil yang dicarinya di kejauhan. Ketika mobil itu berhenti di depannya, ia segera masuk ke dalam mobil dan memastikan sekali lagi kalau mobil ini sungguhan pesanannya.
Ketika mobil berjalan, Sasuke segera memejamkan matanya. Tak sampai dua menit kemudian, ia sudah tertidur di kursi penumpang.
.
.
"Jadi seseorang menolongmu sampai membatalkan janjinya?" tanya Ino seraya meletakan cangkir kopinya.
Sakura mengangguk, lalu menyahut, "Iya. Dia juga menolak ketika aku berniat mengganti ongkos taksinya ke kantor polisi. Jadi aku menemukan Instagramnya, lalu mengajaknya bertemu dan mentraktir makan siang."
Ino menatap Sakura lekat-lekat sebelum menyeringai. Ia adalah pecinta otome game dan drama percintaan yang romantis. Alasan sebenarnya kenapa ia dan Sakura bisa akrab, karena mereka berdua memiliki ketertarikan yang sama.
"Eh, lihat Instagramnya, dong. Beneran ganteng?
Sakura segera membuka aplikasi Instagram dan berniat mencari akun Sasuke. Sayangnya Sasuke tidak pernah memposting wajahnya selain di foto profil, itupun dari jauh dan tidak kelihatan jelas karena latarnya gelap. Kalau lelaki itu memposting sesuatu yang memperlihatkan wajahnya, hanya video penampilan bandnya atau ketika bermain piano. Ia sendiri menemukan akun Sasuke sesudah melihat tag foto.
"Penampilannya ... begitu," sahut Sakura seraya memperlihatkan foto Sasuke pada Ino.
Ino segera berseru, "Ih! Ganteng! Style dia ini ...," jeda sesaat sebelum Ino melanjutkan ucapannya, "mirip Marius."
Sakura cepat-cepat meneguk kopi pesanannya. Marius adalah karakter dari salah satu otome game yang dimainkan mereka, yakni Tears of Themis. Di game tersebut, Marius adalah seorang CEO perusahaan konglomerat, mahasiswa sekaligus pelukis. Lelaki itu memakai beberapa anting di telinga dalam penampilan sehari-hari.
Ucapan Ino tidak salah. Sasuke juga menggunakan beberapa anting di telinganya. Gaya berpakaian mereka agak mirip, namun gaya rambutnya berbeda. Lagipula Sasuke juga tidak kaya.
"Mirip, sih. Tapi kepribadiannya berbeda. Orang ini mulutnya tajam," keluh Sakura.
Ino tersenyum. Ia bahkan sudah mengingat username Sasuke dan berniat mem-follownya. Bagaimanapun juga, Sasuke ini tampan. Ia berniat mencuci mata.
"Ya, tapi dia itu baik, lho. Kau tidak berencana menghubungi dia lagi untuk sekedar mengobrol? Menanyakan kabar, misalnya?" ucap Ino dengan maksud mendorong Sakura lebih keras.
Sakura cepat-cepat menggelengkan kepala. Ia tidak senekat itu. Lagipula kenapa dia terkesan seolah sedang PDKT? Lelaki itu pasti merasa ngeri dan terganggu akibat tindakannya.
"Tidak. Memangnya buat apa? Urusanku kan sudah kelar," tolak Sakura.
"Sayang kalau dilepaskan, lho," sahut Ino seraya menyeringai.
Sakura hanya mengendikkan bahunya. Dia tidak berniat mencari pacar, tidak tertarik dekat dengan lelaki manapun. Buat apa dia menganggu lelaki itu? Toh Sasuke cuma orang asing yang tidak sengaja mampir sebentar di hidupnya. Jangan-jangan, lelaki itu malah sudah lupa dengannya.
-Bersambung-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top