3. nyeberang jalan

"Waduh, belum juga lo maju udah direcokin tentara aja lo, Je."

Itulah yang bisa Jeno sampaikan pas Jeviar cerita soal kejadian di gerbang sama Ree kemarin. Jeno sebetulnya heran, kok, bisa gitu ini orang yang bakat buayanya sudah terdeteksi sejak kecil galau gara-gara mau dekatin cewek, yang mana sebelumnya nggak pernah terjadi, orang kakak kelas aja yang penting bening pasti dipepet sama Jeviar.

"Huf." Jeviar men-drible bola basketnya tak bersemangat.

"Tapi kalau dilihat gimana sepak terjang lo sebagai penyamun para wanita, ya, gue bisa paham, sih, gimana perasaanya Ree." Jeno nyengir habis bilang gitu.

Jeviar tak memungkiri kalau dirinya jadi tertohok. "Maksud lo apa, ya?!"

"Gue kalau punya adek cewek, mah, juga ogah mau kenalin ke elo."

"Lo, tuh, ngomongnya udah kayak gue, nih, cowok brengsek aja." Jeviar mendelik.

"Kenyataan." Jeno bilang gitu. "Lagian lo kayak yang susah amat, ajak kenalan dong kalau emang suka."

"Udah!" Jeviar menjawab sewot. "Ada, tuh, tiga kali gue ajak kenalan, tapi pas papasan tetap aja itu anak lupaaaaa terus sama gue!"

Jeno tampak berpikir. "Dia susah ingat sama wajah-wajah orang baru kali, ada, kan, tuh, orang yang kayak gitu. Atau mungkin lo ngajak kenalannya nggak proper, kali, Je. Bisa aja lo nganggep, lo lagi kenalan yang want to get along with her, tapi dia nangkepnya cuma buat formalitas antara kakak kelas dan junior doang."

"Masa, sih?"

"Ye goblok, emang lo kenalannya gimana ke dia?!"

"Ya, kayak biasanya gue kenalan ke orang. Emang mesti gimana lagi?"

"Hm," Jeno bersidekap dada, duduk di pinggir lapangan basket, "coba, deh, lo kenalannya yang unik biar memorable gitu."

"Unik gimana?" Jeviar mengernyit.

"Nggak tahu. Kan, elo yang naksir, jadi lo yang mikir lah."

"Hadeh." Jeviar melempar bola ke ring, dan nggak masuk. Tapi, dia nggak peduli. "Kalau gue sewa badut—"

"As expected from both of you."

Kepala mereka berdua tertoleh ke sumber suara, there he is, Kale lagi jalan sambil masukkin kedua tangannya ke saku celana—khas dia banget—ke arah mereka. Cowok itu lantas berhenti pas Kale udah ada di dekat Jeviar.

"Lain kali, kalau mau nakal jangan tanggung-tanggung. Sekalian aja lo berdua ambil tas ke kelas, terus pulang sekarang juga." Kale nyerocos tanpa ada niat mengubah ekspresinya. "Balik ke kelas, atau lo berdua akan diseret Pak Hadi ke BK untuk yang kesekian kalinya."

Jeno malah mengendikkan bahu. "Males, daripada gue ngantuk dengar mukadimah guru, mending gue cari udara segar."

Jeviar mengangguk setuju. "Betul. Lagian kalau kita-kita mendadak jadi anak baik-baik kayak lo, takutnya guru BK malah makan gaji buta, nggak ada kerjaan."

"Gue yakin ada yang salah dengan otak kalian berdua." Kale mendengus.

"Nggak. Otak lo aja yang selurus rambut hasil catokan salon." Jeno menjawab.

Kale hanya membalas dengan lengosan, membuat Jeviar terkekeh. "Gue dengar lo nyalonin diri jadi ketua osis—yah, nggak aneh juga, sih, lo kan emang orangnya control freak. But, Panji? Gue kira dia bakal jadi wakil lo kalau dilihat segimana nempelnya kalian berdua, tapi malah jadi kandidat ketos lainnya. That's kinda weird."

"Oh, gue juga dengar soal itu." Jeno menimpali. "Akhir-akhir ini kalian juga kayak keeping a distance to each other, kalian lagi ada masalah apa gimana?"

"I know the tea's boiling hot right now," lirih Kale pada dirinya sendiri, dia lantas mendengkus, "Gue lagi nggak mau ngomong apa pun soal dia. So you guys better shut up."

"Waduh, galak amat, padahal cuma nanya." Jeno mencibir.

"Apa gara-gara anak sekolah sebelah, ya? Lo kayaknya lumayan dekat sama siapa, tuh, namanya? Ratna?" Jevar berpikir keras.

Kale memutar bola mata. "Lasna," koreksinya.

"Nah, itu." Jeviar menjentikkan jarinya. "Gue pernah lihat dia jalan sama Panji, sih."

Jeno dan Jeviar tahu, sehabis mendengar ucapan Jeviar, muka Kale agaknya sedikit mengeras walau berusaha ditutupi dengan wajah kalem yang sudah di-set up dari sananya.

"Apa pun itu wahai tuan muda Chen, lebih baik lo omongin semuanya sama Panji baik-baik. Like, both of you were raised up together, and be friend like for years even before you two ever knew what friendship was. Jangan sampai lo kehilangan sesuatu yang berharga cuma karena seseorang yang nggak pasti gimana posisinya nanti di hidup lo," ceramah Jeviar lantas menepuk bahu Kale.

"I know. Tapi buat sekarang, baik gue maupun dia lagi butuh waktu sebelum tahu harus gimana ke depannya, but thanks."

"Biar lo nggak galau-galau amat, mau gue kenalin ke cewek nggak?" tawar Jeviar terus nyengir.

Jeno yang mendengarnya kontan menendang betis cowok itu. "Lihat masalah lo dulu, kampret!"

***

Jeviar baru mau menggenjreng gas motornya waktu dia sudah keluar dari area sekolah, tapi nggak jadi waktu lihat Kirana lagi berdiri di trotoar dekat halte, kelihatan cemas sambil terus lihatin kiri-kanan kayak mau nyebrang, tapi nggak gerak-gerak dari tempatnya berdiri. Jeviar lalu menepikan motor, terus melepas helm full face-nya, bikin rambutnya yang jadi alasan Pak Hadi mengejar Jeviar saban pagi ambyar jatuh ke jidatnya.

Sebelum turun, Jeviar ngaca dulu di spion motor, sudah ganteng apa belum—yah, meski dia baru bangun tidur pun pasti tetap cakep. Terus dia jalan mendekati Kirana sambil menebar senyum penuh pesona yang kalau sampai dilihat Ree, pasti Jeviar bakal diseret terus digebukkin pakai tenaga dalam.

Pas sudah sampai di dekat Kirana, Jeviar berdiri persis di samping gadis itu, pura-pura ngelihatin jalan sampai kehadirannya di-notice Kirana. Pas ditatap oleh cewek itu, baru, deh, Jeviar balas menatapnya dengan sebuah senyuman.

"Nama lo Kirana, ya?" tanya Jeviar.

Kirana melongo bentar. "Hah ... iya. Kok, kakak tahu?"

"Tuh, name tag lo." Jeviar berkata demikian, kayak gengsi banget nggak, sih, kalau ketahuan dia tahu Kirana jauh dari dulu, tapi anaknya malah nggak tahu?

"Oh, iya." Kirana mengangguk-anggukan kepalanya.

Jeviar nahan senyum pas lihat Kirana diam lagi, sambil lihatin kiri-kanan beberapa kali. "Mau nyebrang?"

Kirana menatap Jeviar lagi, sebelum mengangguk samar.

"Terus kenapa nggak nyebrang-nyebrang dari tadi?"

"Motornya banyak, Kak. Nunggu sepi."

"Jadi dari tadi lo nengok kanan-kiri nunggu nggak ada kendaraan lewat gitu?" Jeviar rasanya mau ketawa pas lihat Kirana mengangguk, tapi jaga image dululah, bro. Baru juga kenalan. "Which is itu nggak mungkin soalnya ini, tuh, jalan raya. Even sampai malam pun kayaknya susah buat nunggu jalanannya lengang."

"Iya, sih, Kak ...."

"Terus?" Jeviar nanya.

"Terus?" Kirana malah balik nanya.

"Lo mau nyebrang apa nggak?"

Kirana mengangguk ragu.

"Yaudah, gue sebrangin." Jeviar berkata. "Ikutin gue, ya. Jangan berhenti di tengah jalan, ntar ketabrak."

Habis itu Kirana senyum lebar banget, terus bilang makasih ke Jeviar.

Jeviar jalan, kan, tuh. Berusaha menahan diri buat nggak menggandeng tangan Kirana, sebab takut dikira nggak sopan. Tapi, anehnya Jeviar senang banget kala dia merasakan tangan Kirana menggenggam ujung tasnya. Pas sudah sampai di seberang, Kirana bilang makasih dengan muka bahagia, seolah baru saja dapat kunci jawaban soal matematika paling sulit di dunia.

Ternyata, Kirana mau beli sesuatu di minimaret yang ada di seberang jalan, Jeviar nggak ikut masuk, dia tunggu di luar soalnya dia nggak ada mau beli apa-apa. Nggak sampai lima menit, Kirana keluar dengan menenteng plastik kresek hitam yang entah apa isinya. Cewek itu kelihatan agak terkejut melihat Jeviar masih ada di sana.

"Loh, kakak masih di sini? Mau beli sesuatu juga?" tanya Kirana.

"Nggak. Gue nungguin lo."

"Hah?"

"Takutnya lo nggak bisa nyeberang lagi ntar," jawab Jeviar, alus banget itu mulut.

"Waduh, makasih banget, loh, Kak—hng, Kak ...." Kirana berucap menggantung.

Seolah paham akan isi pikiran manusia di depannya, Jeviar menyahut kalem. "Jeviar. Nama gue Jeviar."

"Oh, iya. Makasih banyak, ya, Kak Jeviar."

Jeviar senyum, akhirnya ini anak sadar juga bahwasanya ada manusia bernama Jeviar di dunia ini. "Yaudah, lo mau nyeberang lagi, kan?"

Kirana nyengir. "Tadinya, sih, gitu."

Waduh, perasaan Jeviar mendadak nggak enak dengar jawaban Kirana. "Tadinya?"

"Iya," Kirana mengangguk. "Tadinya mau nebeng Kak Je nyeberang, tapi jemputan saya udah datang, hehe." Ia berkata sambil menunjuk motor vespa yang jalan mendekat dari arah kanan.

Harusnya, Jeviar bahagia pas dipanggil 'Kak Je', tapi enggak tahu kenapa rasanya pahit banget pas tahu yang jemput Kirana itu cowok.

"Duluan, ya, Kak. Makasih tadi udah diseberangin hehe."

Kirana bilang gitu sebelum dibawa melesat pergi oleh si pengemudi vespa, meninggalkan Jeviar berdiri seorang diri di depan minimarket, tengah menahan kesal pas ingat bagaimana cara si pengendara menatapnya dari balik helmnya tadi.



to be continued.

jadi, second impression ini adalah cerita pertama dari dreamies series yang nantinya bakal ada cerita dari anak dream di lapak masing-masing wkwk, semoga aja ini cepet kelar soalnya aku exited banget mau bikin cerita Ree (Renjun), Kale (Lele), Jeno, dan yang lainnya yang belum muncul hilal idenya wkwkwk

btw, nama lengkap mereka nggak akan terungkap wkwk, biar jadi misteri, kayak sepatu converse saya yang entah di mana letaknya.

BTW LAGI, RIP SIGNAL DI RUMAHKU

16/09/2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top