23. wow amazing
Kayaknya, apa yang terjadi hari ini patut dicatat dalam sejarah MURI. Sebab untuk yang pertama kalinya, Raki—dengan agak keberatan tapi nggak punya pilihan lain—mengantar sendiri adiknya ke rumah Jeviar.
Hari ini weekend, tapi Raki punya sejumlah urusan yang nggak bisa ditinggal sebab kemarin-kemarin, dia terus mengundur jadwal kegiatan bazar tersebut dan mentoklah hari ini. Biasanya Raki nggak bakal kepikiran banget buat ninggalin Kirana sendiri di rumah, cuma gara-gara kejadian lalu, dia jadi rada khawatir sendiri membayangkan adiknya tanpa pengawasan.
Orang tua mereka jauh direntang ratusan kilometer jarak. Mau nitip Kirana ke tetangga, tapi tetangga mereka yang paling akrab sama mereka juga pada punya aktivitas di luar rumah. Tante Windy sama Om Cahyo mesti bekerja. Ree sendiri ada jadwal mengantar ceweknya ke Bandara yang mana bikin Raki nggak sampai hati ngerecokin itu cowok sebab kayaknya, Ree lagi agak gloomy soalnya mau LDR.
Di tengah-tengah keputusaasan, datanglah nama Jeviar yang membuat Raki berasa jadi buah simalakama.
Tawaran buat drop adiknya di rumah Jeviar bakal langsung Raki setujui seandainya itu cowok nggak belangsak-belangsak amat. Cuma tahu sendiri, membiarkan Kirana satu ruangan sama Jeviar sama aja kayak ngejorokkin anak ayam nggak berdosa ke dalam rawa-rawa penuh buaya.
Tapi, apa akal Jeviar bakal menyerah gitu aja dengan tolakan tanpa pikir panjang yth. calon kakak ipar di masa depan? Oh, jelas enggaklah, ya.
Berhubung support system terbesar seorang Jeviar lagi ada di rumah, dia meminta bantuan Mama buat menghubungi Raki yang mana dilakukan dengan sukacita oleh perempuan itu. Begitulah ceritanya kenapa Kirana bisa berakhir di ruang keluarga rumahnya Jeviar.
Tante Rose lagi permisi beres-beres kamar, jadilah mereka berdua ditinggal berduaan di sana. Mereka duduk di lantai berlapis karpet, sama-sama bersandar ke kaki sofa. Jeviar sibuk ngerjain soal-soal buat UTBK, sementara Kirana baca komik yang dipinjami Jeviar biar dia nggak gabut-gabut amat.
"Ki."
"Iya?"
"Natal nanti lo ada waktu luang?"
Kirana berpikir sejenak. "Nggak tahu, tapi kayaknya ada, deh."
"Oh, ya? Jam berapa?"
"Jam satu sampai lima pagi."
Jeviar mendengus. "Ye, itu, sih, waktu buat lo tidur."
Kirana nyengir. "Emang kenapa nanya gitu?"
"Nggak." Jeviar menggeleng. "Siapa tau gue kebagian slot waktu special lo. Tapi, yah, nggak dapat juga nggak apa-apa, sih." Kan, nanti gue dapatnya the rest of your life, lanjut Jeviar dalam hati.
"Natal nanti aku full day sama Abang. Udah bikin to do list hehe."
"To do list?"
"Iya. Kita paginya mau bikin cookies dulu, abis itu beresin rumah. Pas udah siangan dikit kita berangkat, deh, jalan-jalan." Kirana menjelaskan. "Oh, ya! Mampir ke gereja dulu, sih."
Alias Jeviar mengernyit. "Kalian mau jalan-jalan ke mana?"
"Nggak tahu. Kata Abang, ke tempat random aja, sih."
"Hm."
Kirana menoleh. "Kenapa?"
"Pengen ikut, tapi takut digaplok Abang lo."
Kirana cuma ketawa, terus lanjut baca komik. "Kalau dikasih ikut Abang juga, Kak Je nggak bakal bisa ikut tahu."
Jeviar mengangguk, mulutnya rada manyun. "Iya juga, sih."
"Kok mukanya gitu, ih!" Kirana makin ketawa.
"Lo jalan-jalannya cuma sehari, kan?"
"Iya kayaknya."
"Kok, ada kayaknya?"
"Kan, tujuannya random. Jadi nggak tahu berapa lama jarak tempuhnya."
"Yah."
"Yah?"
"Pasti gue kangen."
Kirana keselek, untung nggak sampai batuk-batuk. "Kak Jeviar, ih! Suka banget ngomong sembarangan."
"Loh, sembarangan gimana?"
"Bikin kaget tahu nggak?"
Jeviar senyum kecil. "Kan, gue jujur, Kiki."
"Ya, kan, nggak tiba-tiba kayak gitu juga."
Sebelah alis Jeviar terangkat. "Oke, deh. Lain kali gue bakal bilang-bilang dulu kalau gitu."
Kirana bingung. "Bilang apa?"
Jeviar berdehem tiga kali. "Kayak gini, 'Ki, gue mau bilang sesuatu, jangan kaget, ya.' terus lo jawab, "iya, mau bilang apa?' habis itu gue jawab, 'gue pasti kangen."
"Hng ...."
Maksud Kirana bukan gitu, duh. Cuma, ya, dia nggak tahu jelasinnya gimana makanya cuma mematung dengan pasrah. Sampai lupa alur komiknya tadi, tuh, gimana, ya? Meski sulit, Kirana coba memfokuskan diri ke bacaan lagi, cuma belum ada tiga menit Jeviar sudah bertanya lagi.
"Ki, gue mau nanya."
"Kak," panggil Kirana dengan nada capek.
"Ya?"
"Kakak lagi belajar nggak, sih?"
"Ya, iya. Nggak mungkin ini namanya lagi masak, ya, kan?"
Kirana nggak paham lagi. "Terus kenapa dari tadi ngomongnya kayak ngelindur?"
Jeviar manyun. Kalau gini Kirana makin mirip aja sama Abangnya. "Masa gue tanya betulan lo bilang ngelindur?"
"Ya, abisnya."
"Tapi, beneran gue, tuh, cukup curious sama sesuatu." Jeviar bilang gitu.
"Udah kayak monyet aja," celetuk Kirana.
"Kok, jadi monyet, sihhhh???" Jeviar kian cemberut.
Kirana cengengesan. "Kan, kayak judul cartoon Curious George hehe."
"Masa gue disamain sama monyet, sihhhhh?"
"Ih, gitu-gitu monyet, tuh, binatang pinter loh, Kak Je!"
"Mana ada monyet seganteng gue, sihhhh?"
Kirana cuma ketawa. "Mau tanya apa tadi?"
Jeviar masih manyun berat, tapi dalam hati agak bersyukur, sih. Soalnya Kirana sudah mulai biasa lagi ke dia, buktinya ini anak sudah rajin ngatain Jeviar kayak monyet. Beneran, yah, lama-lama bukan muka aja yang mirip Raki, sifatnya Kirana juga perlahan-lahan terkontaminasi ke-bitter-an itu cowok. Meski begitu, Jeviar tetap kekeh bertanya.
Jeviar berdehem. "Gue nggak bakal tanya apa lo pernah pacaran atau belum, soalnya gue udah tahu jawab—apa? Lo emang belum pernah, kan?" kata Jeviar saat dilihat Kirana sudah mau membantah, muka itu anak berubah asem begitu dia jawab gitu. Bikin Jeviar tertawa dalam hati. "I know this your personal information that might even Raki doesn't know about it yet, but if you don't mind .... "
"... ya?"
"—gue boleh tahu lo pernah naksir orang, nggak?"
Kirana awalnya berpikir sesuatu yang secret banget sampai nama Raki dibawa-bawa, tapi begitu dia mendengar konteks pertanyaannya, Kirana langsung keselek sampai batuk-batuk heboh. Hingga Jeviar berinisiatif menawarkan jus kotaknya buat Kirana minum.
"Kenapa tiba-tiba nanya gitu?"
"Nggak apa-apa, cuma pengen tahu aja. Soalnya lo, tuh, kayak distant banget sama cowok di luar lingkungan keluarga lo gitu, lho."
Terdengar agak menyedihkan, tapi, ya, faktanya memang gitu. Kirana sendiri nggak paham, ya. Dari dia kecil, ke mana-mana pasti kalau nggak sama Raki, ya, sama Ree. Dia jarang pergi sendiri, soalnya Kirana anaknya agak mengkhawatirkan kalau sudah sama jalan raya. Nah, gara-gara Kirana ditempelin sama serikat abang-abang, kata Skiza cowok-cowok yang pada suka Kirana pada gentar duluan.
Terus soal Kirana pernah naksir orang ... jelas pernahlah! Ya, kali nggak. Cuma, ya, gitu. Dua kali suka sama cowok, dua-duanya bertepuk sebelah tangan alias Kirana pedih sendiri. Yang pertama ada, deh, kakak kelasnya pas SMP, pupus soalnya itu kakel sudah ada pawangnya. Mana ceweknya cakep bener kayak Nawang Wulan kesasar, jadilah Kirana muter alias mundur teratur.
Yang kedua ini awalnya satu kelompok sama Kirana pas MOS, terus mereka pisah kelas. Nah, pas semester dua kelas sebelas, mereka sempat kontakan lagi. Kalau papasan di sekolah Kirana suka disapa atau nggak disenyumin, kan. Kadang juga ini cowok suka baris di kelas sebelah Kirana pas upacara. Hati anak gadis mana coba yang nggak bakal semriwing berbunga-bunga kalau gitu caranya. Tapi, gimana, ya? Endingnya itu cowok malah jadian sama teman sekelas Kirana yang lain.
Miris banget kalau diingat. Makanya Kirana suka bitter gimana gitu kalau masalah suka-sukaan gitu. Apalagi pas Raki sama Om Cahyo kompak memberikan Kirana sebait ultimatum. Katanya, "Kiki, KTP sama SIM aja kamu belum punya, nggak usah mikir punya pacar dulu, deh."
Sebab itu pula, Kirana cuma berani confess ke cowok dua dimensi aja. Makanya jangan salahkan dia kalau Kirana suka kaget sama kelakuan mulutnya Jeviar.
"Hm, betul kata temen lo." Jeviar berkomentar setelah mendengar pengakuan semi curhat Kirana.
"Apa?"
"Semua cowok yang suka lo, tapi gentar duluan sama si Ree itu pengecut terus bego." Jeviar geleng-geleng kepala, terus ketawa sendiri. "Nggak apa-apa, sih. Kalau mereka nggak bego kayak gitu, mungkin sekarang lo nggak bakal ada di sini sama gue."
Kirana cuma bisa menghela napas, terus mau lanjut baca.
"Gue bisa tunggu, kok."
Kirana batal baca komik kalau gini ceritanya. "Tunggu apa?"
"Lo baru dikasih pacaran kalau udah punya KTP, kan?" Jeviar bilang gitu. "Nggak apa-apa. Tinggal setahun lagi."
" ... emangnya kenapa?"
Jeviar menoleh, menatap Kirana dengan tawa. "Serius lo nanya gitu?"
Kirana kicep, bikin Jeviar makin ketawa. Itu anak baru bisa bernapas dengan properly waktu Jeviar pamit ke toilet bentar. Sebab nggak tahu lagi mesti gimana, mau baca komik sudah nggak fokus, mau pulang juga nggak mungkin. Akhirnya Kirana mengambil satu bantal sofa, terus rebahan di atas karpet dengan buku menutupi wajah.
Awalnya, sih, cuma mau pura-pura tidur, eh malah kebablasan. Pas Jeviar balik lagi, dia dibikin mendengus geli begitu mendengar dengkur halus Kirana, mana anaknya ketiduran di antara buku-buku yang lagi berserakan. Jeviar beranjak ke kamarnya buat mengambil selimut tipis, terus dipakaikan ke Kirana.
Beberapa menit berlalu, waktu Jeviar lagi sibuk sama contoh-contoh soal, Mama datang dengan sebuah buku agenda dari arah kamar.
"Loh, Yuki tidur?"
Jeviar membalasnya dengan meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya yang monyong. Bikin Mama ketawa pelan, meski akhirnya mengangguk paham.
Mama duduk di sofa yang Jeviar sandari. "Padahal mau Mama kasih lihat sesuatu."
"Apa, tuh?"
"Lihat, deh." Mama kemudian membuka agenda—yang ternyata foto album, cover-nya sudah kelihatan jadul banget, meski masih dalam keadaan bagus. Nggak heran, Mama orangnya apik banget kalau sama barang-barang. Album itu isinya foto anak-anak yang nggak akan lain dari Jeviar, Ree, sama Jeno dua belas tahun lalu. Terus Mama menunjuk satu foto dengan backround pesta ulang tahun, tapi spot yang dituju jari Mama betulan mau bikin bola mata Jeviar keluar dari rongganya.
"Ini waktu Ree ulang tahun, sebelum kejadian kamu sawan waktu itu. Yang take gambar ini kayaknya Papa kamu, deh. Soalnya Mama nggak inget angel yang ini."
Jeviar speechless. "Itu—siapa?"
"Kamu sama Yuki. Kamu mana ingat, sih, ya. Kalian masih pada kecil."
"Wow ... unbelieveable ...."
Mama kayak menahan gemas. "Lucu banget. Mama nggak ngeh kalau kamu pernah ada interaksi seintens ini sama Yuki dulu. Ingat kalian pernah ketemu aja enggak."
" ... wow amazing."
"Je." Muka Mama udah nano-nano lihat komuk Jeviar sekarang.
"Ini betulan aku, Ma?"
"Kalau dilihat dari topi di fotonya, sih, iya."
Jeviar masih rada tercengang. "Itu yang aku suapin cherry betulan Kiki?"
"Iya, deh. Itu rambutnya dikepangin Raki tahu."
"... wow fantastic."
"Yuki gembul banget, pipinya kayak kue sus."
"Ma."
Mama menoleh. "Ya?"
"Fotonya boleh buat aku, nggak?"
"Boleh aja, sih." Mama berkata ragu. "Emang buat apa?"
"Buat pamer ke khalayak ramai, Ma. Apalagi ke Raki sama si Ree."
" ... "
"Ternyata masadepanku sudah di-spoiler sama masa laluku, Ma."
to be continued.
yak. saya di sini sehabis nonton MV Child punya Mark TT nangis banget mataku sampai teary....
Lagunya damn, man. Liriknya hit this story SO MUCH, KAYAK WOI NYAMBUNG AJA?!?!?!?!? dah, lah.
terus baru liat konten my time aespa TT di situ minjeong bilang lebih milih makan coklat daripada nasi like .... woi kenapa sama kek kiki???? TTTTTTTT minjeong is just a cast in this story, i even don't know anything 'bout her personality TT like dahlah capek saya malas mikir.
oiya, aku baru kambek dari kerasnya dunia perkampusan. sip. gitu aja.
hope you doing well guys. keep healthy and stay safe!
05/02/2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top