10. ayam bakar

"Halo ...."

"Dek, bangun."

Suara serak khas orang baru bangun tidur milik Raki terdengar dari seberang telepon, membuat Kirana mengerjapkan matanya yang masih dirambati rasa kantuk. Dia merenggangkan kedua tangan, membiarkan ponselnya dengan panggilan yang masih tersambung tergeletak di samping kepalanya.

Iya, ini mereka teleponan padahal kamar sebelahan.

"Hari ini mau sarapan apa?" Raki bertanya lagi.

"Di kulkas ada apa aja?" Kirana menguap samar.

"Hm, di kulkas ada apa aja, ya? Abang nggak sempat ngecek kemarin."

" ... I bet ada es krim, susu kotak, donat, dessert box, chocolate bar—"

"No. We'll have a healthy meal for breakfast today." Raki menyela, ada suara keran yang dinyalakan di seberang sana. "What about chicken mayo sandwich and a glass of smoothies?"

"Oke."

"Good. Cepetan mandi terus siap-siap—oh, shit," Suara Raki diselingi suara gaduh benda jatuh, "Kiki cepat bangun terus turun buat sarapan, okay? Abang tutup."

Teleponnya mati. Kirana bangun, bengong dulu dua menit, habis itu baru beranjak dari kasurnya buat mandi. Sekitar sepuluh menit, dia sudah keluar dari kamarnya sambil menenteng tas dan sepatu. Di dapur, dia sudah mendapati Abangnya lagi memotong sandwich jadi empat bagian. Di atas meja makan yang memang jadi satu sama dapur sudah ada dua gelas jus jambu, bukan smoothies.

"Loh, nggak jadi bikin smoothies?"

"There's no banana—no, we run out of food. But, it's okay. Nanti habis sekolah mampir ke Supermarket buat belanja." Raki membawa nampan kayu yang berisi delapan potong sandwich ke atas meja. Lalu ia duduk di depan Kirana, ikut makan bersama adiknya.

"Sekalian ke Burito!" Kirana mengacungkan garpunya ke Raki. "Udah lama kita nggak makan di sana, Abang sibuk mulu."

"Wow wow calm down young lady, what do you think you are doing with your fork right now? Okay-okay!" Raki ketawa, renyah banget. "Oh, ya. Mama would be in Japan on this December. She told me yesterday."

"Oh, oke."

Raki mengerjap. " ... gitu doang?"

"Apanya?"

"Nothing! Hng, but well your reaction—"

Kirana senyum aja. "Nggak apa-apa beneran! Lagian ini bukan yang pertama kali, Abang jangan lebay gitu dong!"

Raki mengangguk. "But, she promise will be there on your birthday! So, you don't have to worry."

"Nggak, kok. Asal dapat kue black forest tanpa whipped cream hehehe."

"Kamu ini makanan mulu, yaaaaa." Raki ketawa. Tapi, dalam hati dia lega sebab Kirana tak semuram tiap kali mendengar kabar seperti itu. Meski Raki juga tak tahu dengan benar. Apakah ini adalah satu hal yang benar atau malah sebaliknya, karena entah gimana, mereka mulai terbiasa dengan ketidakhadiran seseorang yang mestinya jadi yang paling dekat dengan mereka. "But, thanks Jesus Cristh I have sister named Kiki."

Kirana ikutan tergelak. "Kiki who?"

"Kirana Iluvia Yuki, who else?"

"Then, thanks Jesus Cristh I have brother named Raki!"

"Raki who?" Raki meledek, tapi tetap ketawa.

"Who else? Iksaka Harsa Raki lah!"

Di pagi hari bahkan sepanjang hari, di rumah dengan dinding sesepi itu, gelak tawa mereka menghangatkan segalanya.

***

"HAH, TERUS AKU GIMANA?!"

"Si Ree ke mana si Ree???" Raki menjawab tak kalah sabar di seberang telepon. "Nebeng sama dia dulu."

Kirana capek banget rasanya. "Udah duluan tadi sama Kak Asa ...."

"Yeu itu bocah pacaran mulu, putus nangis!" Raki malah ngomel. "Okay, tenang. Kamu jangan panik dulu—"

"Daripada panik, aku lebih ngerasa kesel, Abang!"

"Abang minta maaf, oke? Tapi ini seriusan penting banget." Raki bilang gitu. "Kamu naik gojek atau taksi aja dulu pulangnya, jangan lupa beli makan dulu, nanti biar Abang yang belanja. Oh, ya, jangan coba-coba nyebrang sendirian, paham?"

"Bang, aku udah gede." Kirana mendengus.

"I know that, Adikku sayang."

"Dan aku bisa nyebrang."

"Serius?" Raki malah ketawa.

"Serius." Kalau jalannya tiba-tiba sepi aja, sih. Kiki meneruskan dalam hati.

"Oke, Abang nggak percaya."

"Huf."

"Udah. Kamu turutin apa kata Abang, nanti Abang telepon lagi. Ingat hapenya jangan mati!"

"Iya-iya, duh."

"Okay, take care!"

Kirana menatap kiri-kanan jalan dengan muka masam. Jalanan padat banget, apalagi ini jam pulang dan istirahat. Dia berjalan ke halte bus, terus duduk di kursi sana. Kirana lemas, soalnya tadi pas istirahat dia sengaja nggak makan. Niatnya, sih, biar nanti pas makan di Burito bisa sepuasnya tanpa takut perut meledak, tapi dia nggak menyangka Abangnya bakal ada urusan mendadak. 

Katanya, sih, adik tingkatnya di OSIS berantem terus ada yang sampai ke rumah sakit. Makanya Raki mesti stand by, biar pun Kale ada di sana. Nggak tahu juga kenapa. Kirana sudah membuka aplikasi buat memesan kendaraan online, tapi batal pas mendengar suara seseorang.

"Kirana?"

Kirana mendongak, ternyata Jeviar. Cowok itu turun dari motornya, terus membuka helm yang bikin rambut di dahinya pada terjun ke jidat. Jeviar jalan ke arahnya. "Ngapain masih di sini?"

Kirana nyengir. "Ngadem."

"Kenapa belum pulang?" Jeviar bertanya. "Nungguin Raki?"

Kirana menggeleng. "Nunggu kang ojek."

Jeviar mengernyit.

"Kak Jeviar juga ngapain belum pulang? Katanya nggak enak badan habis nyemplung kemarin?"

Jeviar keselek. "Siapa yang bilang?!"

"Bang Ree hehe."

"That brat," gumam Jeviar kesal. Sudah berapa hoax yang itu cowok ciptakan soal dirinya buat meracuni pikiran Kiki?! "Nggak. Gue nggak apa-apa, kok. Jadi, lo nunggu gojek?"

"Hooh, baru mau pesan."

"Loh, belum pesan ojek?"

Kirana menggeleng, terus menunjukkan layar ponselnya ke Jeviar.

Wah, kesempatanku. Jeviar tersenyum lebar dalam hati.

"Yaudah, daripada repot-repot pesan terus bayar ojek, mending nebeng sama gue aja." Jeviar memberi saran. "Gue tahu rumah lo, dan kebetulan searah. Gimana?"

"Duh, nggak apa-apa?" Muka Kirana kayak yang lagi mikir berat.

"Ya, nggak apa-apa! Makanya gue tawarin."

"Nanti jadi ngerepotin." Ini sebetulnya Kirana kepikiran gimana nolaknya, sebab dia mesti beli makanan dulu. Kalau nebeng Jeviar, Kirana sungkan mintanya.

"Gue malah senang direpotin hehe."

Wah, ini orang kelewat baik apa bego, direpotin malah seneng. Terang Kirana dalam hati.

"Kak Je maksa, nih?" tanya Kirana memastikan.

"Ya, kalau bisa bareng kenapa enggak?"

"Tapi, aku mau beli sesuatu dulu."

"Oh, ya? Apa?"

"Makan siang. Di rumah lagi habis stok." Kirana nyengir.

Jeviar malah makin berbunga-bunga. "Yaudah, sekalian aja makan siang bareng! Gue tahu temapat yang bagus, terus masakannya enak. Recommended parah!"

Kirana menimbang-nimbang sebentar, lalu mengiyakan ajakan Jeviar. Nggak ada salahnya, soalnya Kirana lapar banget dan berhubung yang dia ajak kayaknya kenal dekat sama Ree dan keluarga itu cowok. Sudah pernah main bareng juga. jadi Kirana pikir nggak apa-apa.

"Kak Je ini Burito?!" pekik Kirana.

"Iya, lo tahu?" Jeviar yang lagi menyangkutkan helm-nya di spion motor tersenyum.

"Tahu! Aku sering banget ke sini, malahan tadi pagi kepikiran mau ke sini sama Abang aku, tapi anaknya ada urusan mendadak. Eh, jadinya malah sama Kak Je!"

Jeviar ketawa. "Yaudah, tunggu apa lagi? Lettttsss goooo."

Mereka masuk, kan. Pengunjungnya ramai, tapi lumayan lah masih ada space buat mereka. Dari tadi lihat jalannya, Kirana sudah exited sendiri. Jeviar betulan nggak berhenti senyum pas Kirana jelasin satu-satu menu mana yang jadi kesukaan keluarganya. Kayaknya, tempat ini semacam happy place buat Kirana.

"Kak Je pesan apa?"

"Samain aja kayak lo."

"Kak Jeviar suka pedas?"

"Nggak terlalu, sih ...."

"Yaudah, pilih yang lain aja soalnya pesananku pedes banget."

"Tapi, gue bisa tahan, kok!" Jeviar ngotot.

Kirana tampak tak yakin. "Beneran?"

Jeviar mengangguk pasti. Terus, ya, gitu. Pas pesanannya datang, baru suapan pertama Jeviar rasanya pengen menggelepar.

"Ki, ini ayam bakar apa ayam pembakar?" ujar Jeviar kepedasan. Mata sampai hidungnya sudah merah dan melar. "Pedas banget kayak asinan cabe."

"Tuh, kan! Aku bilang juga apa—udah, kak. Kalau nggak kuat jangan dimakan terus!"

"Sayang banget masih banyak." Jeviar terus memaksakan makanan bumbu kecap merah itu ke daam mulutnya. Kirana sampai capek ngomong daripada makan.

Akhirnya? Jeviar masih kepedasan bahkan ketika mereka di parkiran.

"Duh, Ki pedas—ini gue linglung, deh?" Jeviar kepedasan sampai bingung. "Air—ohok."

Kirana mengambil sesuatu dalam tasnya, lalu dikasih ke Jeviar sebab kasihan banget sampai nggak bisa diam dari tadi. Karena akal sehat Jeviar rasanya sudah hilang setengah, maka tanpa pikir panjang dia meminum apa yang Kirana berikan, hanya untuk disemburkan lagi.

"Ki, ini yogurt?!"

Ibarat makan ayam tadi Jeviar mati sekali. Maka minum yogurt artinya mati dua kali.



to be continued.

yha, mulai angst angst dikit gpp lah ya

btw, tuh, dua anak mama tata udah terkupas nama lengkapnya.

ohiya, gud nite ini jam kalong

24/10/2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top