01. blue wishes

Raki mengingat sebuah cerita. Tentang seorang peri gigi yang datang setiap malam untuk mengambil gigi anak-anak di bawah bantal, dan sebagai gantinya peri gigi itu akan mengabulkan permohonan sang anak.

Dulu, Raki begitu percaya akan cerita tersebut. Namun, beranjak dewasa, dia mulai paham bahwa itu hanyalah cerita yang dibuat agar fantasi anak-anak tentang ide mencabut gigi tak terlalu terdengar mengerikan. Ada sebuah hal baik yang menanti mereka begitu rasa sakit ketika gigi mereka tercabut berhasil dilalui. It's a good trick, but still, it's just a story.

Namun, jika diberi kesempatan dalam hidupnya untuk satu saja keinginan Raki bisa terkabul, maka itu adalah kebahagiaan adiknya.

Raki adalah seorang kakak. Ia tumbuh besar dengan menyaksikan pertumbuhan Kirana juga. Ada ikatan batin di antara mereka. Meski jarang atau malah tak pernah mengatakannya secara gamblang, Raki sangat menyayangi Kirana. Di rumah yang besar dan dingin itu, mereka hanya memiliki satu sama lain. Raki menghabiskan sebagian besar waktu di hidupnya dengan seorang Kirana di dalamnya. Itu sudah cukup membuat mereka berharga untuk satu sama lain.

Lalu ketika datang hari itu, saat Kirana terbaring tanpa kesadaran di rumah sakit, adalah hal paling buruk yang pernah ia lalui. Kehadiran Kirana dalam hidupnya adalah sesuatu yang konstan, dan saat dokter mengatakan kemungkinan untuk menyerah, Raki rasa kata sedih tak cukup baik untuk menggambarkan perasaannya kala itu.

Terlebih, saat ia tahu bahwa ayahnya turut serta akan kejadian naas yang menimpa Kirana, Raki betulan tak tahu lagi harus bereaksi seperti apa. Lidahnya terlalu kelu untuk bisa bicara, dan hatinya terlalu kacau untuk bisa diekspresikan dengan air mata.

Berbulan-bulan setelah Kirana sadar, perasaan Raki tak kunjung membaik meski sebagian dirinya lega. Dia mesti melihat Kirana menderita setiap hari, dan bahkan untuk bisa sekedar berbicara, Kirana mesti dibantu sokongan medis dan terapis. Ada sebagian dari diri Raki yang tak terima, marah, dan putus asa, tapi dia sadar itu semua tak akan mengubah apa-apa.

Namun, satu hal yang pasti. Raki tak akan pernah membiarkan Kirana melalui waktu sulit itu lagi. Dia akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat adiknya lupa akan saat-saat gelap itu.

"Abang, you don't have to push yourself like this. It's a good thing to care about your sister, but try to make yourself happy first." Itu kata-kata mama suatu kali saat Raki jatuh sakit.

Mama menyadari sikap Raki yang jauh lebih protektif pada adiknya. Dan di beberapa kesempatan anaknya itu akan kelihatan khawatir kelewat berlebihan saat satu hal menyangkut Kirana. Cowok itu bertingkah seakan jika sedikit saja Kirana tergores, dia telah gagal dalam hal penting dalam hidup.

"What do you mean?"

"I mean, you don't have to replace your father's figure. Just be yourself, just be an 'Abang' for Kirana. It's super enough for her, and also for me."

"Ma."

"Listen this," kata mama, menatap Raki lekat. "It's not your fault, and it's not your responsibility to fix everything. That's out of our control. Our past is in the past, Abang. We can do nothing to change it. But, we still have a long time to go, so use it properly. Take your time as much as you need to cure this," Mama mengetuk tepat di dada Raki, "and remember that you'll never be alone. You still have me. You have us."

Saat itulah Raki kembali menatap ke depan. Ia kemudian mengambil studi di sebuah kampus di Kanada. Dan itu menjadi hal yang membuat Kirana super antusias setelah sekian lama.

Luka yang ayah mereka torehkan mungkin tak akan menghilang, tapi mereka berhasil kembali menjalani hidup.

Dan suatu hari, tercetuslah ide itu. Om mereka berencana membuka cabang bisnis di Jakarta, dan Mama mengungkit kembali impian lama Kirana. Memikirkan adiknya kembali ke tempat itu, jelas membuat Raki tak senang.

Raki menentang keras hal itu. Namun, itu tak berarti apa-apa saat seluruh anggota keluarga bilang iya. Kirana kelihatan sedih saat Raki tak setuju, tapi tak berkata apa pun. Anak itu kemudian mengubah keputusannya untuk tak jadi pergi setelah didiamkan Raki selama dua hari.

Ada setitik rasa bersalah pada diri Raki saat melihat Kirana, tapi ia terlampau tak rela saat membayangkan peluang adiknya bertemu dengan Bayu semakin besar. Karena seumur hidup Raki, itu adalah hal terakhir yang bisa ia biarkan terjadi.

"Abang."

Dan Mama kembali menghampiri Raki. "I understand what you feel, but—"

"No, you don't. If you really care about Kiki, you'll never have an idea to send her back to that place!"

"Raki."

"Better for Kiki to still here."

"No, it's better for both of you to face the reality."

" ... what—"

"The reality is, he is still your father."

"I don't have a father." Raki bersikeras. "Not after all he did to us."

"So, that's the reason you being like this." Mama menghembuskan napas. "Terus kenapa itu jadi alasan buat Kirana nyerah sama pilihannya? Buat sesuatu yang bahkan bukan salah dia? Is it fair for her?"

Raki tahu, tapi, " ... I just don't want to see her in a such of pain again."

"Dan dari mana kamu tahu kalau itu bakal nyakitin Kirana?"

"He lives there, for god's sake!"

"But your sister's dream is also there."

" ... "

"Raki, I've been stuck in a pain long time ago. I thought that if I forgot my problem, I'd be able to survive. But at the end, I left my children and became a bad mom. When I realized everything, I almost lost my daughter."

" ... "

"You know, forgetting your pain will never make it disappear. Face it, and if you do so, you'll see yourself stronger than ever. Trust me."

" ... terus, mama mau aku ngapain?"

"Kamu tahu apa yang mesti kamu lakuin."

"Kirana—she is innocent."

"Your sister is more than that, Abang." Mama bilang gitu. "Anaknya emang kadang terkesan careless dan selalu jadi tim oke-deh aja. But, she is more thoughtful than her age. Cuma ketutupan aja sama lemotnya. Kamu pasti lebih tahu dari siapa pun soal itu."

Raki manyun. " ... but, still—"

"Kamu tahu, nggak? When she is at junior high school, I said that you'll continue your study here, is she okay with that? She said no." Mama ketawa habis bilang gitu.

Raki tampak tertarik dengan pembahasan ini. "Then?"

"I asked her, so if you really wanna go, would she got mad or something. She said ...."

"She said what?"

" ... no."

Raki nggak paham. Kirana nggak mau dia pergi, tapi nggak bakal marah kalau dia tetap maksa pergi? "What?"

"She said no. Even if she's not okay with that, but that's your life. Kiki told me that, she might be sad if you go, but that's the way you want to live your life, and that is more than enough to make her happy."

"Kiki ... said that?"

"Yes."

" ... "

"You know what? Your sister loves you that much. Dia nggak bakal pergi kalau kamu nggak mau dia pergi. Bahkan ketika mama sama om kamu bilang iya."

" ... "

"So, I hope you know what you have to do."

Ya, besoknya di pagi buta Raki menerobos ke kamar Kirana dan mengepak sendiri koper anak itu. Kirana yang tidur tersentak kaget saat ada bunyi dug yang nyaring, dan cuma bisa melongo mendapati Raki ada di kamarnya terus nyerocos menerangkan do and don't selama Kirana jauh darinya.

"Abang ... ngapain?"

Raki sibuk membuka koper, terus mondar-mandir sendiri di depan lemari. "Ngepak barang kamu."

"Tapi, kenapa?"

"You'll go to Jakarta."

" ... hah?"

"Lemotnya dipending dulu, bisa? Ini cepet beresin barang kamu."

"Abang," panggil Kirana.

"Hm?"

"Ini beneran?"

Raki cuma mengangguk.

"Bukannya Abang—"

"You wanna go there, right?" tanya Raki tanpa menghentikan aktivitasnya.

" ... "

"So, it's a yes from me."

"Kenapa ... tiba-tiba?"

"You have a good reason for that, that's enough."

"Eum, Bang."

"What else?" Raki menoleh ke Kirana dengan muka agak kesal.

"Itu ... kotak kunci kayaknya nggak perlu dibawa, deh. Nanti Abang nyalain mobil di sini nggak mungkin pakai lidi, kan?"

***

"So how is it?"

"It what?"

"Nasi goreng."

Raki menatap capek anabul alias anak bule di sampingnya. "Can you stop talking about that?"

Dengan polosnya cowok itu menggeleng. "No."

Raki cuma berdecak, terus lanjut lari. Keringat menetes di sisi-sisi wajahnya yang ditutupi oleh anak rambut yang basah. "It's not like you don't even know the taste! You already eat that food for three times for god's sake!"

"But, nasi goreng that I had wasn't made by abang-abang." Jake mengucapkan kata terakhir dengan logat kebulean yang kentara. Dia mempercepat larinya saat Raki nyaris meninggalkan dirinya.

Kening Raki berkerut. "How did you know that?"

"So, that's true?" Jake tertawa riang. "I told you that I have a friend in Indonesia! He told me that! So I really, really, really curiousssss about it!"

"He lied to you! My mother's food is the best of the best, no one can beat that!" Raki bersikeras, capek dengan segala celotehan Jake.

"No way! He even go to the same campus with Kiki, he would never ever lying to me!"

Raki nggak tahu apa hubungan kampus sama orang bohong sampai-sampai Jake berkata seperti itu. "What's that mean?"

"Kiki wouldn't go to the campus that accepting a liar! Her taste is not that bad!" Jake terdiam, membentuk tiga detik yang hening sebelum berkata lagi. "Yeah, not that bad, but just bad."

Anehnya, Raki nggak bisa menyangkal hal itu. "So what? Just because he goes to that campus, it doesn't mean he can't lying to people!"

Jake malah makin kekeh. Suara cowok itu yang agak berat berhasil mengalihkan perhatian beberapa orang yang lagi lari pagi di jogging track sana. Agak mengerutkan alis, tapi sedetik kemudian kembali fokus ke aktivitas masing-masing seakan tak peduli pada seruan Jake tadi. Habis itu, mereka terus berdebat untuk hal tersebut selama tiga puluh menit ke depan. Bikin Raki agak menyesali keadaan yang membuatnya harus mengajak Jake ikut serta dalam rencana kepulangannya ke Indonesia setelah empat tahun lebih.

It's been months since her departure, and Raki already miss that kid this much. Dia ambil cuti buat liburan ke Jakarta, sekalian menginspeksi lingkungan baru Kirana di Jakarta. Meski di sana ada Om Key, tapi Raki bakalan nggak bisa tenang kalau nggak memastikan dengan mata kepala sendiri.

Apalagi, dia punya firasat nggak enak setelah Jeviar menanyakan kabarnya lewat grup belajar yang dibuat sewaktu mereka SMA dulu. Huh, he still in that grup after all this time?

Mencurigakan.

But, well. Let's see how passionate that man when Raki is back.

"Wait, Kiki send me ... what is this?" Kening Jake berkerut melihat layar ponselnya. "Hm, it looks strange, but pretty good. Hey, what app is this?"

Raki melongokkan kepala ke ponsel Jake. Dan sebuah foto hasil screenshoot-an berlatar orange dengan gambar pohon berbuah emas melintas di matanya. Ada sebait caption di bawahnya.

kiyuki01 : hi, Jake! What's up?
kiyuki01 : if u have time, please water my plant okay? My user id is (at)jackfrostgf xoxo

Lalu, satu dentingan terdengar dari ponsel milik Raki. Pengirimnya tak lain dan tak bukan ialah Kirana. Isi pesannya sama persis kayak pesan di ponsel Jake.

Apa cuma perasaannya saja, ya, setelah balik ke Indonesia, Kirana jadi punya segudang kegiatan super aneh. Muka Raki sedatar permukaan ponselnya saat membaca pesan Kirana, sebelum ia tanpa ragu memencet ikon telephone di sudut kiri ponsel.

"Abang!"

Dan semudah itu, satu senyuman terbit di wajah Raki.

to be continued.

WKWKWKWKWKWKWK 

doain moga lancar.

01/06/2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top