3
-RAY-
Sudah hampir setengah 20 menit gue mengemudikan mobil dalam keadaan hening, mendadak panggilan nada dering dari salah satu ponsel gue masuk, dan wanita di samping gue nampak terkejut. Gue nggak tahu ini hanya perasaan gue atau memang yang sebuah kenyataan, sejak gue memberikan semua nomor gue ke dia-Flavia terlihat lebih tegang dari tadi. Aneh, sepertinya gue cuman memasukan rangkaian nomor bukan foto telanjang, tapi dia bersikap seperti gue melakukan yang sebaliknya.
Gue mengambil ponsel dan menjepitnya di antara telinga dan bahu, lalu kembali memastikan kedua tangan gue memegang kendali di atas kemudi mobil.
"Ada apa, Rio?" tanya gue saat suara Rio–salah satu klien gue menggema di ujung sana.
"Gue mau tanya lo udah siap buat sidang besok?" Gue berusaha untuk tidak tertawa, karena ini adalah pertanyaan paling lucu yang pernah gue dapatkan sejak gue melakukan sidang pertama gue.
"Sudah," jawab gue singkat. Dan sedetik kemudian Rio sudah berbicara panjang kali lebar, dan gue hanya menjawab 'iya', 'oke', 'siap', 'bisa diatur'. Beruntung semua hal itu tidak berlangsung lama, Rio mematikan sambungan telpon dia dan gue bisa kembali menyetir dengan nyaman.
Gue melirik ke arah Via, dia seperti sibuk menahan diri untuk tidak melihat ke arah gue. Pandangannya lurus tapi kedua tangannya bermain gelisah di ujung kaos hitam yang dia pakai. Kaos hitam? Sepertinya awal ketemu dia memakai kaos berwarna biru, tapi gue rasa apapun alasannya dia mengganti baju dia telah membuat pilihan tepat karena memakain kaos hitam itu.
Kous hitam itu mencetak bentuk tubuhnya secara sempurna.
Gue mengerang dalam hati. Bagaimana bisa gue diam-diam memainkan mata gue untuk memperhatikan tubuhnya di saat menyetir. Via tidak memiliki tubuh menggiurkan seperti kebanyakan wanita yang sering lalu lalang dalam kehidupan gue, wajahnya tidak cantik tapi manis menarik, yah, intinya dia tidak berpenampilan menggoda hanya sedikit menarik untuk ukuran seorang guru.
"Kapan kamu akan memberikan nomor rekening ke saya?" tanya gue memecahkan keheningan. Gue harus teralih atau gue akan mulai berfantasi tentang dia di dalam mobil, di saat dia ada di samping gue.
Dia mengeluarkan reaksi yang sama seperti saat di rumahnya. Menyahut dengan satu kata, 'hah'.
Gue melirik ke arah Via dengan wajah tanpa ekpresi. "Kamu masih mau menerima tawaran saya atau tidak? Karena kalau kamu tidak jadi menerima tawaran saya hari ini, tawaran itu akan hilang dan itu artinya, kamu harus menunggu hingga bulan depan untuk membayar semua tanggungan ka—"
"Masih, saya masih butuh tawaran dari Mas Ray." Via memberanikan diri melihat ke arah gue, bibir tipisnya terbuka untuk melanjutkan perkataannya. "Tapi saya bingung harus mengirimkan nomor rekening saya ke mana.."
"Bingung? Saya sudah memberikan tiga nomor saya."
"Karena dari itu saya bingung, saya harus kirim ke mana."
"Kamu klien saya?"
"Bukan."
"Kamu mau saya transfer seminggu kemudian?"
"Enggak."
"Apa pekerjaanmu berhubungan dengan kehidupan pribadi saya?"
Via tidak langsung menjawab, untuk beberapa detik dia hanya menatap gue lalu melengos menunjukkan rasa tidak nyamannya.
"Iya," suaranya terdengar sangat pelan nyaris seperti sebuah bisikan dan itu menggelikan buat gue. Bukan menggelikan dalam arti jelek, menggelikan dalam arti yang lain.
"Masalah beres, silakan kirimkan rekening kamu."
Sedetik kemudian Via terlihat akan kembali berbicara tapi dia urungkan. Dia memilih untuk merapatkan kedua bibirnya dan membiarkan jari-jarinya bergerak lincah di atas layar handphone. Tidak terlalu lama satu dari tiga ponsel yang sengaja gue letakkan di dashboard dekat presneling bergetar, sebuah pesan singkat masuk. Bukan dari aplikasi chatting seperti bayangan gue, tapi benar-benar pesan singkat yang sekali kirim kena pulsa 100 perak.
"Wow, sepertinya kamu lebih menyukai komunikasi zaman dulu daripada zaman sekarang," kata gue.
Via tersenyum kaku. "Kuota saya habis, adanya pulsa itu pun cuman 500 perak."
Didengar dari sudut manapun tidak ada ciri-ciri kemarahan pada jawaban Via, dia hanya menjawab sesuai kenyataan yang terjadi dalam hidupnya. Tapi entah kenapa, justru jawaban Via membuat gue terganggu.
Beruntung momen aneh yang mendadak terbangun segera berakhir setelah mobil gue berhenti tepat di depan rumah, Via turun lebih dahulu dan berlari menuju bagasi. Tidak membuang waktu lama, gue ikut turun dan menuju ke tempat yang sama dengan Via. Belakang mobil gue.
Via berniat untuk menurunkan sendiri kopernya tapi gerakan gue lebih cepat, dan seperti yang sudah-sudah dia terlihat pasrah. Gue menurunkan koper Via, meletakkannya di samping dia.
Dan hal aneh terjadi kembali, gue manahan napas hanya karena melihat dia berdiri di depan gue dengan rambut hitam yang berantakan ditiup angin. Dia tidak memiliki tubuh tinggi, dia lebih pendek dari gue. Berbeda dengan beberapa wanita yang biasa gue temui, mereka biasanya memiliki postur tubuh tinggi yang sama dengan gue. Yah, walaupun dengan bantuan high heels. Tapi dalam jarak sedekat ini, dengan semua hal yang jarang gue lihat ada pada wanita yang biasa gue temui. Gue bisa mengambil kesimpulan jika Via jauh lebih menarik dari yang gue perkirakan.
Via mencoba mengambil alih koper, di saat itu tidak sengaja tangan kami bersentuhan dan gue merasa seperti tersengat listrik tegangan rendah. Mendadak insting liar gue muncul, gue ingin menarik tangan dia dan memasukkannya ke dalam kamar gue bukan ke kamar anak-anak.
"Mas..." Gue mengerang karena saat dia memanggil nama gue, gue bukannya menatap mata dia. Gue justru memperhatikan bentuk bibirnya, oke, bibir Via bukan hanya sekedar menarik tapi menggoda. Demi apapun, gue ingin menyatukan bibir kami saat ini juga.
Gue membuang napas kasar, berjalan meninggalkan dia daripada menjawab panggilannya dengan menempelkan tubuhnya pada badan mobil dan melahap bibirnya hingga gue puas.
Gue masuk ke dalam rumah dan disambut oleh Bi Mar – pengurus rumah paling senior.
"Bi, ini Via," kata gue mengenalkan Bi Mar pada Via. "Tolong Bi Mar anterin Via ke kamar anak-anak, mulai hari ini dan seterusnya dia akan tidur bareng anak-anak. Dia akan menjadi guru buat anak-anak."
Gue tidak mau berlama-lama berada di sekitar Via saat ini karena pikiran gue sedang menggila, baru saja gue membayangkan bibir kami bersentuhan. Gue jamin kalau gue masih berdekatan dengan dia, dalam hitungan detik. Gue akan membayangkan tubuhnya ada di ranjang gue dan gue di atas dia.
ENJOY RAY - FLAVIA
Jangan lupa komen dan taburan bintangnya ya...
follow ig
Flaradeviana
love, Fla
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top