Bagian 5 - Menyudahi segenap amor

Menyudahi segenap amor

Pernah kumiliki afeksi untukmu, begitu luasa
Dia dalam, hangat, menyentak, bernapas
Tak pernah kuminta, dia menyusup perlahan
Aku melayang terbang bersama angan

Hingga aku pun tak awas, terjerembab badai
Terbanting, tergores, luka aku dapati
Membiru, aku sakit! Namun tak berdaya
Tersembam mengenaskan, selasal beljaya!

Sudahlah. Ingin aku akhiri
Sebelum terlambat, aku ingin lari
Memugas segenap amor, kupati!
Sampai dia mati

Semua telah usai, selepas hatimu tak bisa kuraba
Semua habis, tak ada lagi jiwa yang mendamba
Semua tiada, aku dan kamu kini masa lalu
Semua telah usai, sungguh berahir. Semua telah lalu


-Dari hati yang pergi
Dan mungkin tak akan kembali



🐁🐁🐁



Saat tidak ada yang harus dikerjakan, memang paling enak santai di dego-dego. Tidur-tiduran sampai menikmati angin sore yang berhembus. Melupakan sejenak segala masalah. Enak bukan?

Perihal sudah selesai atau belum masalah, tidak aku pikirkan lagi. Aku tidak ingin membebani diri dengan masalah yang sama sekali tidak ada kejelasannya. Lebih baik aku meneguk jus wortel yang kucamputi dengan buah-buahan dan sayuran. Apalagi minumannya masih dingin, sungguh nikmat sekali.

Hidup itu indah jika kita memandang segala sesuatu itu yang terbaik. Dan bisa jadi sebaliknnya. Jadi, perhatikan dari sisi mana kamu memandang sesuatu.

"Aduh! Dia santai di sini katun dari tadi. Ada cari-cari, nintauk pe sadap dia di sini," tutur Mama sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan anaknya.

Aku cengengesan sambil menggaru kepala yang sama sekali tidak gatal, karena di dapati seperti ini di saat yang tidak tepat.

Aku jadi malu.

"Hehe. Sekali-kali santai, serius terus bekeng pusing," Aku kemudian bangkit duduk dan menggeser tubuhku, memberi tempat agar Mama bisa duduk.

"Itu kuak karena ngana sendiri. Galau berkepanjangan," ejek mama.

Aku memasang muka sebal. "Ih, Mamak no begitu. Hibur kek." Aku mengambil minuman dan meneguknya sampai habis, semata-mata untuk meredakan rasa kesalku.

"Perlu le Mamak mo panggil Ando for hibur pa ngana?"

Aku makin cemberut dibuatnya. Kalau terus aku respon pasti Mama makin semangat menindasku. Ini benar-benar perbuatan keji yang dilakukan pada orang yang sedang membutuhkan kasih sayang. Sungguh tega!

Bicara soal sedih tidaknya, aku mulai menerima semua. Tidak lagi galau seperti dulu. Toh, aku juga ingin gembira. Jadi, hanya diriku sendiri yang bisa menggembirakan aku. Ya, kira-kira begitu.

Tidak ada orang yang benar-benar mengenal kita. Jangan berharap lebih pada orang lain. Kita sendirilah yang harus memahami diri kita. Usahakan untuk tidak bergantung pada orang lain, karena belum tentu dia akan terus ada untuk kita. Ada saatnya dia pergi, atau kita yang meninggalkan mereka. Persis seperti apa yang aku rasakan.

Kan, menjurus ke situ lagi. Efek patah hati memang cukup besar. Apalagi yang belum berpengalaman. Seperti aku.

Tiba-tiba Mama menyenggol pundakku. "Toh, baru ada bilang dia galau lagi."

Mama memang paling sesuatu. Selalu peka terhadap hal-hal sekitarnya.

"Sudah satu tahun istirahat. Apa Anggi mau kuliah? Jang bilang nyandak ne."

Aku terdiam. Berpikir, apa sekarang saat yang tepat mengutarakan semua rencanaku? Rencana masa depan yang telah aku pertimbangkan. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Aku harus memberanikan diri.

"Mamak, Anggi mo menyusul pa Papak di Jakarta. Mo cari kerja di sana. Mo belajar hidup sendiri, biayai kuliah deng Anggi pe doi sendiri. Boleh ne Mamak?"

Suasana hening seketika. Mama masih diam. Aku tahu Mama sedang menimbang-nimbang semuanya. Aku harap Mama akan mengizinkanku.

"Apa ini lantaran Ando?"

Apa?

Ando?

Benarkah? Atau mungkin... ?

"Kalau memang so itu ngana pe keputusan, Mamak hanya bisa berharap yang terbaik for Mamak pe anak. Semoga ngana baik-baik di sana. Jang cari masalah. Kalau baku dapa deng Papak, kirim salam ne. Bilang Mamak kangen. Cepat pulang." Kemusian dibawanya aku dalam dekapannya. Hangat.

Aku akan merindukan Mama. Sosoknya tak akan pernah terganti. Aku sayang Mama. Sangat sayang.

"Anggi akan berusaha kase bangga pa Mamak. Mamak le baik-baik di sini. Jaga diri, jangan kerja terlalu keras. Jaga kesehatan Mamak. Awas jo ne kalo sampe sakit." Aku cium pipi Mama sebagai tanda sayang. "Anggi sayang sekali pa Mamak."

Semoga saja semua rencanaku bisa sukses. Tujuanku pergi dari sini bisa tercapai.

Kota Tomohon yang telah membesarkanku. Memberi banyak pengalaman yang tak akan pernah aku lupakan. Semua yang ada di sini.

Untuk tujuan aku pergi, bukan semata ingin lari dari masalah. Aku bukan orang seperti itu. Aku bukan pengecut. Aku berani, namun aku tak bisa terus mengejarnya, memohon agar dimaafkan dan membiarkan hatiku disakiti terus oleh dia, cinta pertama bagiku.

Dia memang istimewa, tapi bukan yang utama. Jika cintaku tak berkesempatan untuk diraih, maka ada hal lain yang masih bisa diperjuangkan. Harus aku usahakan.

Demi semua yang kusayangi. Mama, Papa, sanak saudara, sahabat semua, dan yang pasti untuk dia cinta pertamaku. Pasti akan turut bangga jika aku bisa meraih segala keinginanku. Meski kini kami telah jauh.

Aku harap semua akan baik-baik saja saat aku pergi. Tak ada yang tersakiti. Walau aku sendiri terluka.

Cukup aku saja.

Jangan ada lagi.

Aku harap.

Apa mungkin?




🐁🐁🐁


Dego-dego: Tempat duduk yang panjang dan lebarnya menyerupai kasur, terbuat dari bambu dan memiliki sandaran.


Mohon masukannya...

Sobat seperjuangan Zayfanhuer 6035_ty pnlsabal

ScottLehnsherr95


Penunjuk jalan Choco_latte2 rebel_hurt MeAtWonderland

MosaicRile blueincarnation Hldrsd


Pembimbingku spoudyoo WindaZizty TiaraWales spoudyoo


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top